Minimalkan Imbas Covid-19, Pemerintah Didesak Serius Jalankan Perppu No 1/2020

Selasa, 28 April 2020 - 15:18 WIB
loading...
Minimalkan Imbas Covid-19,...
Pemerintah diharapkan sungguh-sungguh menjalankan Perppu No 1/2020 agar dunia usaha, khususnya UMKM dapat bertahan di tengah wabah corona. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo merilis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang (Perppu) No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemik Corona Virus Disease (Covid-19). Salah satu yang diatur dalam perppu tersebut adalah dukungan dana insentif sebesar Rp70,1 triliun dan relaksasi perpajakan bagi sektor dunia usaha yang terdampak Covid-19.

Selain itu, adanya kebijakan penundaan pembayaran cicilan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro, serta penundaan pembayaran pinjaman terutama untuk usaha kecil dan menengah (UKM) dan pelaku ekonomi kecil lainnya. Pemerintah juga melakukan penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%. Sayangnya, kebijakan tersebut belum diterapkan secara sungguh-sungguh oleh pelaksana kebijakan.

Harusnya Industri yang menggerakan sektor riil dan menyerap tenaga kerja banyak benar-benar mendapat insentif, seperti penurunan pajak dan tidak ada kenaikan cukai. Sementara pelaku usaha UKM benar-benar dibebaskan dari membayar cicilan utang selama pandemik berlangsung.

"Ada keringanan pada nasabah yang sedang berutang ataupun keringanan-keringanan lain dari lembaga keuangan. Harusnya pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengawal kebijakan tersebut agar bisa benar benar diterapkan. Sehingga para pelaku usaha yang terdampak Covid-19, benar benar mendapatkan kemudahan untuk menunda kewajiban membayar cicilannya selama beberapa bulan atau sampai pandemik berlalu. Sayangnya, pihak OJK menyerahkan mekanisme penerapan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Perppu ke kemampuan masing-masing perusahaan jasa keuangan atau multifinace. Akibatnya, penerapan Perppu ini kurang efektif," kata pengamat ekonomi dari Indef Ariyo DP Irhamna, di Jakarta, Selasa (28/4/2020).

Menurut dia, seharusnya pemerintah lebih serius menjalankan Perpu No 1/2020 dengan memberikan insentif kemudahan kepada para pelaku usaha. "Yakni, agar semua tagihan atau cicilan maupun kewajiban pembayarannya ditunda dahulu. Bukan dihapus, melainkan tidak ditagih dan masanya diperpanjang. Selama pandemik ini tidak ada penagihan, bukan pengurangan utang," ucapnya

Menurut Ariyo, dampak ekonomi dari wabah Covid-19 ini bila dibiarkan bisa menimbulkan problem ekonomi yang serius sehingga merembet pada krisis keuangan. Untuk itu pemerintah perlu mengambil langkah langkah strategis yang benar-benar dijalankan untuk melindungi perekonomian nasional dari krisis keuangan sebagai dampak turunan virus corona.

Sependapat dengan pengamat ekonomi lainnya, Ariyo sepakat, bahwa yang pertama pemerintah harus lakukan adalah mencegah penularan di Indonesia. Sebab pencegahan jauh lebih baik dari pada mengobati yang sudah sakit. "Penghentian pandemik Covid-19 merupakan kunci keberhasilan pemulihan ekonomi," imbuhnya.

Ariyo melihat pemerintah sampai saat ini belum menerapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO dalam upaya pencegahan penularan dan penyebaran Covid 19. Hal ini terlihat dari belum dilakukannya langkah triple T, yaitu test, tracing, dan tracking. Sementara pemerintah negara maju seperti Singapura sudah melakukan langkah 3 T tersebut, sehingga korban dan pasien bisa diminimalisir.

"WHO dari awal sudah mengingatkan bukan hanya ke Indonesia, tapi juga kepada negara-negara yang pada periode Januari-Februari itu tidak aware akan wabah ini. Bahkan sampai sekarang pemerintah tidak mau melakukan masif test dan Triple T, Test, Tracing, and Tracking. Jadi yang sudah positif itu di-track, dia sudah berhubungan dengan siapa saja, bersentuhan dengan siapa saja. Nah, yang berhubungan itu dites juga, jadi tahu populasinya. Itu lebih bagus dan kita semakin jelas segini masyarakatnya, di daerah ini, pekerjaan ini," papar Ariyo.

Menurut Ariyo, jika kita sudah memiliki gambaran yang jelas tentang penyebaran dan pencegahan penularan Covid-19, akan membuat pemerintah mudah dalam mendesain kebijakan yang tepat di bidang ekonominya. Sehingga tahu perusahaan mana yang perlu insentif mana yang tidak. Perusahaan yang menyerap tenaga kerja yang banyak serta menggerakan sektor ekonomi ril tantu perlu insentif.

Supaya pencegahan penyebaran Covid-19 maksimal, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah pusat yang membolehkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) digunakan untuk menambah biaya pencegahan dan penularan oleh pemerintah daerah di daerahnya masing-masing. Ariyo menilai selama ini dana DBHCHT kurang tepat pemanfaaatannya. Pemanfaatannya belum sesuai harapan dan keinginan masyarakat. Pemerintah daerah lebih banyak kepada pembangunan fisik, bukan peningkatan kualitas kesehatan, pendidikan, dan kualitas sumber daya masyarakat daerah.

Selain memberikan sumbangan kepada pemda lewat DBHCHT cukup besar, Ariyo mengakui industri rokok menyerap tenaga kerja yang banyak. Industri ini juga memberikan sumbangan keuangan yang besar bagi penerimaan negara. Karena itu dia yakin perhatian pemerintah terhadap industri hasil tembakau ini cukup besar.

Namun ke depan pemerintah perlu menggali sumber sumber cukai lainnya. Tidak harus dari cukai rokok. "Harus ada dari sektor lainnya. Industri rokok tidak boleh dibiarkan mati. saya rasa pemerintah cukup care juga karena kontribusinya (industri hasil rokok) besar," ucap Ariyo.

Ariyo juga mengakui, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang belakang ini banyak diterapkan oleh pemerintah daerah selain di Jabodetabek, sedikit banyak memgganggu kelancaran ekonomi. Hal ini menyebabkan terjadi supply and demand shock. Di mana permintaan dan penawaran komoditas ekonomi maupun komoditas yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari terganggu.

Istilahnya supply and demand shock do mana penawaran dan permintaan terdisrupsi. Kalau dari suplainya dengan adanya pandemik, di sisi supply shock perusahaan itu terganggu pasokannya karena memang manusia dalam istilah ekonomi sebagai tenaga kerja kena shock di aspek kesehatan tenaga kerjanya.

"Jadi otomatis kapasitas produksinya akan berkurang dan suplai barang dan jasa akan turun. Nah, di sisi demand-nya karena produksi menurun otomatis daya beli turun karena banyak yang di PHK, tidak ada produksi, tidak dapat gajian. Jadi Daya beli masyarakat turun, karena kehilangan pekerjaan, toh orang-orang yang sudah kerja tetap di pabrik tidak ada produksi, kan dia hilang juga,” papar alumnus FEB Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo.

Namun, tegas dia, mengingat tujuan PSBB adalah mencegah penyebaran dan penularan Covid-19, maka PSBB harus didukung semua pihak dan dijalankan. Karena kunci dari pemulihan ekonomi sangat bergantung pada pencegahan penyebarluasan dan pencegahan penularan virus Corona.

"PSBB itu adalah dalam rangka pencegahan Covid-19. Bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari pada mengobati yang sakit. Jadi, PSBB ini harus dilaksanakan dan harus didukung agar wabah segera berlalu," harap Ariyo.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1211 seconds (0.1#10.140)