Standby Buyer Saat Musim Panen, Skema Pendanaan BUMN Pangan Digodok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pangan Nasional /National Food Agency (NFA) menekankan, pentingnya menentukan skema pendanaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sektor pangan . Pendanaan itu diperlukan setidaknya untuk mengamankan dua hal.
Pertama memastikan BUMN Pangan siap sebagai standby buyer saat musim panen tiba. Ditambah serta, kedua sebagai dana investasi untuk menyiapkan infrastruktur pendukung seperti fasilitas penyimpanan dan sarana logistik pangan lainnya.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi menuturkan, pentingnya skema pendanaan mengingat langkah penguatan BUMN Pangan sebagai off taker saat ini menjadi fokus NFA bersama Kementerian BUMN.
“NFA bersama Kementerian BUMN terus berkoordinasi untuk mematangkan usulan skema pendanaan yang tepat bagi BUMN Pangan, sehingga perannya sebagai off taker pangan dapat diperkuat sesuai arahan Bapak Presiden,” jelasnya di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Saat ini, Arief menambahkan, pola yang tengah dibahas adalah opsi pendanaan yang bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan Perbankan. Terkait dua opsi ini apabila nanti telah disepakati akan dilakukan perumusan bersama Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
“Untuk pendanaan secara umum ada dua, bisa bersumber dari APBN dan dana murah yang dikerjasamakan dengan perbankan. Ini tentu perlu sinkronisasi dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia,” ungkapnya.
Arief menekankan, pendanaan untuk memperkuat Peran BUMN Pangan sebagai off taker ini akan memberikan manfaat dan mendorong terlaksananya sejumlah program pemerintah. Di antaranya, menjaga harga pangan di tingkat petani, peternak, dan nelayan agar tidak jatuh.
“Saat musim panen tiba, produk pasti melimpah. Pemerintah melalui BUMN Pangan harus hadir melakukan penyerapan dengan harga yang wajar, sehingga harga dasar di tingkat produsen (petani, peternak, nelayan) terjaga,” terangnya.
Selanjutnya pendanaan ini juga mendorong terlaksananya Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan CPP.
Produk pangan yang diserap dari para petani, peternak, dan nelayan lokal tersebut akan disimpan dalam gudang atau fasilitas penyimpanan yang dapat memperpanjang umur simpan sebagai CPP, sehingga ke depannya BUMN mulai memiliki CPP untuk sejumlah komoditas pangan strategis. CPP penting untuk intervensi stabilitas harga dan bantuan saat terjadi kondisi darurat.
“Urgensi pendanaan untuk memperkuat peran BUMN Pangan sebagai off taker ini pertimbangannya sangat logis. Dana tersebut pun tidak hilang karena berubah menjadi CPP,” ucapnya.
Arief meyakini, ketersediaan berbagai model pendanaan untuk pangan secara terintegrasi dari hulu hingga hilir dapat berkontribusi signifikan bagi penguatan ekosistem pangan nasional.
Pertama memastikan BUMN Pangan siap sebagai standby buyer saat musim panen tiba. Ditambah serta, kedua sebagai dana investasi untuk menyiapkan infrastruktur pendukung seperti fasilitas penyimpanan dan sarana logistik pangan lainnya.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi menuturkan, pentingnya skema pendanaan mengingat langkah penguatan BUMN Pangan sebagai off taker saat ini menjadi fokus NFA bersama Kementerian BUMN.
“NFA bersama Kementerian BUMN terus berkoordinasi untuk mematangkan usulan skema pendanaan yang tepat bagi BUMN Pangan, sehingga perannya sebagai off taker pangan dapat diperkuat sesuai arahan Bapak Presiden,” jelasnya di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Saat ini, Arief menambahkan, pola yang tengah dibahas adalah opsi pendanaan yang bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan Perbankan. Terkait dua opsi ini apabila nanti telah disepakati akan dilakukan perumusan bersama Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
“Untuk pendanaan secara umum ada dua, bisa bersumber dari APBN dan dana murah yang dikerjasamakan dengan perbankan. Ini tentu perlu sinkronisasi dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia,” ungkapnya.
Arief menekankan, pendanaan untuk memperkuat Peran BUMN Pangan sebagai off taker ini akan memberikan manfaat dan mendorong terlaksananya sejumlah program pemerintah. Di antaranya, menjaga harga pangan di tingkat petani, peternak, dan nelayan agar tidak jatuh.
“Saat musim panen tiba, produk pasti melimpah. Pemerintah melalui BUMN Pangan harus hadir melakukan penyerapan dengan harga yang wajar, sehingga harga dasar di tingkat produsen (petani, peternak, nelayan) terjaga,” terangnya.
Selanjutnya pendanaan ini juga mendorong terlaksananya Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan CPP.
Produk pangan yang diserap dari para petani, peternak, dan nelayan lokal tersebut akan disimpan dalam gudang atau fasilitas penyimpanan yang dapat memperpanjang umur simpan sebagai CPP, sehingga ke depannya BUMN mulai memiliki CPP untuk sejumlah komoditas pangan strategis. CPP penting untuk intervensi stabilitas harga dan bantuan saat terjadi kondisi darurat.
“Urgensi pendanaan untuk memperkuat peran BUMN Pangan sebagai off taker ini pertimbangannya sangat logis. Dana tersebut pun tidak hilang karena berubah menjadi CPP,” ucapnya.
Arief meyakini, ketersediaan berbagai model pendanaan untuk pangan secara terintegrasi dari hulu hingga hilir dapat berkontribusi signifikan bagi penguatan ekosistem pangan nasional.
(akr)