Dorong Keberlanjutan Cadangan Nikel, Apniper Susun Peta Jalan Mineral ke Metal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus menggenjot eksplorasi nikel seiring dengan pesatnya industri electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik. Nikel merupakan bahan baku utama dalam pembuatan battery lithium.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Apniper for sustainability, Hendra Sinadia mengungkapkan cadangan bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5 persen atau limonite diperkirakan tersisa sekitar 73 tahun.
Sedangkan bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5 persen atau saprolite diperkirakan cadangan hanya cukup untuk sekitar 25 tahun ke depan atau bahkan kurang dari 20 tahun.
Baca juga : Industri Hilirisasi Nikel Dinilai Belum Siap
Estimasi ini dipaparkannya menggunakan asumsi kapasitas bijih untuk smelter dalam negeri yang diperkirakan mencapai 95,5 juta ton per tahun.
"Kalau kita berbicara cadangan nikel saprolite ini sangat terbatas, sementara untuk nikel limonite ini kita masih cukup banyak. Nah bagaimana cadangan limonite ini kita bisa manfaatkan untuk mengantisipasi investasi ke depannya," ungkap Hendra ditemui di Sekretariat Apniper, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Senin (6/3/2023).
Merujuk hal tersebut,aspek konservasi ditegaskannya menjadi sangat krusial guna mengantisipasi potensi permintaan untuk jangka panjang.
Mengingat, industri pertambangan nikel di tanah air memiliki prospek yang cerah dalam era transisi energi saat ini.
"Keterbatasan jumlah cadangan nikel semakin menyadarkan betapa pentingnya kegiatan eksploitasi nikel memperhatikan aspek konservasi serta penerapan kaidah pertambangan yang baik dan benar," jelas Hendra.
"Kegiatan penambangan nikel wajib memperhatikan aspek konservasi melalui penerapan teknis yang disebut sebagai precision mining," bebernya.
Baca juga : Jaga Iklim Investasi di Bumi Nikel
Dengan menerapkan Teknik penambangan secara presisi, konservasi atas sumber daya dan cadangan menurutnya dapat lebih dimaksimalkan.
Selain itu, pelaksanaan pengelolaan lingkungan secara tepat juga dapat memberikan manfaat dalam mengurangi emisi karbon.
Dengan begitu, lanjutnya, perusahaan bisa memanfaatkan peluang dalam skema perdagangan karbon (emission trading system) yang sudah mulai diterapkan oleh pemerintah.
"Dalam pelaksanaan penambangan nikel di lapangan masih banyak dijumpai kegiatan penambangan yang belum mengakomodir sepenuhnya kaidah pertambangan yang baik dan benar," jelas Hendra.
"Selain itu, perhatian terhadap aspek konservasi serta pengelolaan lingkungan masih perlu dibenahi," paparnya.
Akibatnya, banyak pihak investor dari mancanegara yang masih menyangsikan penerapan aspek environmental, social, and governance (ESG) dalam kegiatan
penambangan nikel di tanah air.
Ketaatan terhadap ESG serta pelaksanaan kegiatan penambangan nikel yang memperhatikan aspek keberlanjutan menjadi sesuatu yang sangat strategis.
Bukan hanya dalam konteks konservasi, namun juga investasi yang berkelanjutan.
Atas pertimbangan tersebut, Hendra mengungkapkan Apniper for sustainability akan menyusun sebuah Peta Jalan Mineral ke Metal.
Pihaknya akan mengundang seluruh stakeholder, mulai dari pakar, pemerintah pusat dan daerah serta industri untuk merumuskan kebijakan agar industri nikel berkelanjutan.
"Peta Jalan Mineral ke Metal akan disusun Apniper for sustainability untuk kontribusi ke pemerintah. Dan para stakeholder sebagaimana mineral kita, khususnya nikel ini, bisa dikonservasi, diolah, dimanfaatkan untuk jangka panjang," jelas Hendra.
"Hal ini sejalan dengan harapan Jokowi yang menginginkan Indonesia menjadi pemain utama di ekosistem baterai lithium dunia," tutupnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Apniper for sustainability, Hendra Sinadia mengungkapkan cadangan bijih nikel kadar rendah di bawah 1,5 persen atau limonite diperkirakan tersisa sekitar 73 tahun.
Sedangkan bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5 persen atau saprolite diperkirakan cadangan hanya cukup untuk sekitar 25 tahun ke depan atau bahkan kurang dari 20 tahun.
Baca juga : Industri Hilirisasi Nikel Dinilai Belum Siap
Estimasi ini dipaparkannya menggunakan asumsi kapasitas bijih untuk smelter dalam negeri yang diperkirakan mencapai 95,5 juta ton per tahun.
"Kalau kita berbicara cadangan nikel saprolite ini sangat terbatas, sementara untuk nikel limonite ini kita masih cukup banyak. Nah bagaimana cadangan limonite ini kita bisa manfaatkan untuk mengantisipasi investasi ke depannya," ungkap Hendra ditemui di Sekretariat Apniper, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Senin (6/3/2023).
Merujuk hal tersebut,aspek konservasi ditegaskannya menjadi sangat krusial guna mengantisipasi potensi permintaan untuk jangka panjang.
Mengingat, industri pertambangan nikel di tanah air memiliki prospek yang cerah dalam era transisi energi saat ini.
"Keterbatasan jumlah cadangan nikel semakin menyadarkan betapa pentingnya kegiatan eksploitasi nikel memperhatikan aspek konservasi serta penerapan kaidah pertambangan yang baik dan benar," jelas Hendra.
"Kegiatan penambangan nikel wajib memperhatikan aspek konservasi melalui penerapan teknis yang disebut sebagai precision mining," bebernya.
Baca juga : Jaga Iklim Investasi di Bumi Nikel
Dengan menerapkan Teknik penambangan secara presisi, konservasi atas sumber daya dan cadangan menurutnya dapat lebih dimaksimalkan.
Selain itu, pelaksanaan pengelolaan lingkungan secara tepat juga dapat memberikan manfaat dalam mengurangi emisi karbon.
Dengan begitu, lanjutnya, perusahaan bisa memanfaatkan peluang dalam skema perdagangan karbon (emission trading system) yang sudah mulai diterapkan oleh pemerintah.
"Dalam pelaksanaan penambangan nikel di lapangan masih banyak dijumpai kegiatan penambangan yang belum mengakomodir sepenuhnya kaidah pertambangan yang baik dan benar," jelas Hendra.
"Selain itu, perhatian terhadap aspek konservasi serta pengelolaan lingkungan masih perlu dibenahi," paparnya.
Akibatnya, banyak pihak investor dari mancanegara yang masih menyangsikan penerapan aspek environmental, social, and governance (ESG) dalam kegiatan
penambangan nikel di tanah air.
Ketaatan terhadap ESG serta pelaksanaan kegiatan penambangan nikel yang memperhatikan aspek keberlanjutan menjadi sesuatu yang sangat strategis.
Bukan hanya dalam konteks konservasi, namun juga investasi yang berkelanjutan.
Atas pertimbangan tersebut, Hendra mengungkapkan Apniper for sustainability akan menyusun sebuah Peta Jalan Mineral ke Metal.
Pihaknya akan mengundang seluruh stakeholder, mulai dari pakar, pemerintah pusat dan daerah serta industri untuk merumuskan kebijakan agar industri nikel berkelanjutan.
"Peta Jalan Mineral ke Metal akan disusun Apniper for sustainability untuk kontribusi ke pemerintah. Dan para stakeholder sebagaimana mineral kita, khususnya nikel ini, bisa dikonservasi, diolah, dimanfaatkan untuk jangka panjang," jelas Hendra.
"Hal ini sejalan dengan harapan Jokowi yang menginginkan Indonesia menjadi pemain utama di ekosistem baterai lithium dunia," tutupnya.
(bim)