RUU Kesehatan Jadi Solusi Kembalikan Devisa Rp165 Triliun

Senin, 06 Maret 2023 - 14:30 WIB
loading...
RUU Kesehatan Jadi Solusi Kembalikan Devisa Rp165 Triliun
Presien Komisaris Siloam International Hospiltals Tbk (SILO) John Riady. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - RUU Kesehatan optimistis menjadi solusi mengembalikan devisa negara yang hilang akibat banyaknya masyarakat berobat ke luar negeri. Adapun nilai tersebut mencapai Rp165 triliun.

"RUU Kesehatan digagas menjadi regulasi yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan kesehatan di Indonesia. Baik dari sisi peningkatan layanan kepada masyarakat, kualitas sumber daya manusia, pemerataan dokter spesialis dan aspek bisnis," ujar Presien Komisaris Siloam International Hospiltals Tbk (SILO) John Riady, di Jakarta, Senin (6/3/2023)

Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo, John mengungkapkan bahwa pada tahun 2022 sebanyak 2 juta warga negara Indonesia (WNI) berobat ke Malaysia, Singapura, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat. Secara rinci sebanyak 1 juta WNI berobat ke Malaysia, 750.000 WNI berobat ke Singapura, dan sisanya sekitar 250.000 WNI berobat ke Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat.

Baca Juga: Panen Raya, Petani Sumbang Devisa Negara Lebih Rp278 Triliun

Menurut John, tingginya jumlah WNI yang berobat ke luar negeri mengakibatkan devisa negara sebesar Rp 165 triliun hilang. “Saya yakin seluruh stakeholder bisa duduk bersama dengan niatan dan visi yang sama, membangun sistem kesehatan berkualitas, andal, dan merata,” ujar John.

Diakuinya, sistem layanan kesehatan nasional masih dibelit berbagai persoalan, di mana salah satu permasalahan utama adalah kualitas dan kuantitas serta minimnya penyebaran dokter spesialis. "Sumber utama permasalahan adanya ketimpangan SDM kesehatan dengan cakupan layanan, baik luasnya wilayah serta jumlah populasi," katanya.

Untuk peningkatan dan pemerataan kualitas, dibutuhkan lebih banyak lagi SDM dokter spesialis. Saat ini, merujuk data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Indonesia hanya memiliki 54.000 dokter spesialis. Jumlah itu dinilai sangat timpang dibandingkan populasi penduduk Indonesia yang mencapai 275 juta jiwa. Rasio dokter spesialis hanya sekitar 2:10.000 warga.

Kelangkaan dokter spesialis lebih parah terjadi di daerah. Terdapat 647 rumah sakit umum daerah (RSUD) yang bahkan tidak dilengkapi spesialis yang vital seperti anestesi, bedah, genokologi, obstetric, dan spesialis anak. "Maka layanan kesehatan pun menjadi rentan dan tidak merata. Secara bisnis dan makro, industri kesehatan nasional pun kalah saing, sehingga setiap tahun kita kehilangan devisa sekitar Rp100 triliun dari warga yang berobat ke luar negeri," jelas John.

RUU Kesehatan, kata John, mempunyai semangat menggenjot jumlah SDM kesehatan, terutama dokter spesialis. Draf regulasi itupun akan menyederhanakan proses pendidikan dokter spesialis yang selama ini berlaku, dari jenjang sarjana kedokteran, Co-Ass selama dua tahun, hingga internship.

Calon dokter spesialis juga diwajibkan mengantongi rekomendasi dari pemerintah daerah setempat dan organisasi profesi. Selanjutnya, mereka juga wajib mengantongi surat tanda register (STR) dan surat izin praktik. Persoalannya, upaya penyederhanaan ini memicu polemik, karena dianggap mengabaikan organisasi profesi dan bersifat sentralistik di tangan kementerian.

"Saya menilai, perbedaan pendapat ini bisa diselesaikan oleh para pemangku kepentingan dan kebijakan, karena semangatnya sama yakni peningkatan kualitas dan pemerataan layanan kesehatan," imbuh John.

Lebih jauh, menurut John, secara fundamental ketersediaan SDM kesehatan terutama para tenaga spesialis berkaitan erat peran sisi hulu pendidikan. Indonesia memiliki 92 Fakultas Kedokteran, hanya 20 di antaranya dilengkapi program spesialis.

Karena itu, lanjutnya, SILO sebagai salah satu lengan Grup Lippo yang menopang sistem kesehatan nasional berkomitmen untuk mengurangi beban pemerintah. "SDM SILO selalu terhubung dengan institusi pendidikan yang dimiliki UPH sebagai satu Grup Lippo. Kami juga menyediakan berbagai fasilitas yang menunjang lahirnya dokter spesialis, seperti pendirian Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center," katanya.



Pro-kontra lainnya terkait RUU Kesehatan adalah regulasi terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mencakup peranan dan kewenangan BPJS Kesehatan. Menurut John, selain mempertimbangkan dan melibatkan seluruh pihak terkait, baiknya juga mengundang suara dari para pengusaha karena terkait hak dan kewajiban pemberi serta penerima kerja. "Hampir seluruh pihak menginginkan sistem jaminan sosial yang bisa diandalkan dan berkualitas, ada baiknya juga dilibatkan," kata John.

Sementara itu, SILO yang memiliki jaringan 41 pusat layanan kesehatan sejauh ini telah bekerjasama dengan akses BPJS Kesehatan. "Ini wujud komitmen kami, karena dunia kesehatan tidak sekadarmemperhatikan profitabilitas, melainkan pula layanan untuk semua,” tutupnya.
(nng)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2113 seconds (0.1#10.140)