Terungkap Pemicu di Balik Hengkangnya AS dari Proyek Hilirisasi Batu Bara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menungkapkan, alasan di balik hengkangnya perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat ( AS ) yakni Air Products and Chemicals Inc. dari proyek hilirisasi batu bara di Indonesia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menuturkan, salah satu pemicunya karena tidak adanya titik temu untuk nilai keekonomian serta model bisnis antara Air Products dengan konsorsium bersama PT Pertamina (Persero) dan PT Bukit Asam (PTBA) serta KPC.
"Ya (penyebabnya) nilai keekonomian. Air Products, satu lagi yang sama KPC. Sama KPC kita fasilitasi untuk ketemu juga. Pada dasarnya model bisnisnya tidak ketemu antara kedua pihak. Persiapan kita ke depan harus lebih detail," jelas Ridwan ketika ditemui di acara High Level Human Capital Summit di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC) Senayan hari ini, Selasa (21/3/2023).
Ridwan mengakui, dengan hengkangnya Air Products sebagai investor di salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) ini membuat Indonesia harus kembali mengevaluasi program ini baik dari sisi perencanaan, aspek keekonomian, serta penguasaan teknologi hilirsasi batu bara dalam negeri.
Jadi kalau saya bilang sekarang situasinya karena presiden sudah melakukan peletakan batu pertama dan ini menjadi program strategis nasional. Kita tinjau ulang rencana kerjanya sambil juga mencari mitra yang sesuai dengan skenario program itu
"Gini ya, satu mungkin, evaluasi bagi kita perencanaan kita harus lebih bagus. Kedua, terlihat sekali aspek keekonomian dan penguasaan teknologi kita yang masih tergantung orang lain. Akibatnya, kita sulit sekali mencapai keekonomian atau sulit mencari mitra yang cocok dengan kebutuhan kita," tutup Ridwan.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, alasan hengkangnya perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat (AS), Air Products and Chemicals, Inc dari proyek gasifikasi atau hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Menurutnya, keputusan Air Products mundur dari proyek itu lantaran pengembangan bisnis di AS lebih menarik daripada di Indonesia. "Air Products kemarin karena dia itu merasa di Amerika lebih menarik bisnisnya, dia ke sana," ujar Arifin saat ditemui di kantornya, Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3).
Alasan lainnya yaitu karena pemerintah AS juga mempunyai penawaran menarik berupa pemberian subsidi utamanya untuk pengembangan proyek energi baru terbarukan (EBT).
"Di Amerika itu dengan adanya subsidi untuk EBT jadi ada proyek yang lebih menarik ke sana untuk hidrogen karena Amerika lagi mendorong untuk pemakaian itu," tuturnya.
Perlu diketahui, AS memang telah menerbitkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi 2022 (Inflation Reduction Act/IRA), yang salah satunya mengatur pemberian insentif untuk investasi energi bersih di dalam negeri.
"Pokoknya (insentif) lebih dari yang lain lah, kan ada inflation reduction act itu yang menyebabkan investor banyak lari ke sana," tegas Arifin.
Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menuturkan, salah satu pemicunya karena tidak adanya titik temu untuk nilai keekonomian serta model bisnis antara Air Products dengan konsorsium bersama PT Pertamina (Persero) dan PT Bukit Asam (PTBA) serta KPC.
"Ya (penyebabnya) nilai keekonomian. Air Products, satu lagi yang sama KPC. Sama KPC kita fasilitasi untuk ketemu juga. Pada dasarnya model bisnisnya tidak ketemu antara kedua pihak. Persiapan kita ke depan harus lebih detail," jelas Ridwan ketika ditemui di acara High Level Human Capital Summit di Assembly Hall, Jakarta Convention Center (JCC) Senayan hari ini, Selasa (21/3/2023).
Ridwan mengakui, dengan hengkangnya Air Products sebagai investor di salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) ini membuat Indonesia harus kembali mengevaluasi program ini baik dari sisi perencanaan, aspek keekonomian, serta penguasaan teknologi hilirsasi batu bara dalam negeri.
Jadi kalau saya bilang sekarang situasinya karena presiden sudah melakukan peletakan batu pertama dan ini menjadi program strategis nasional. Kita tinjau ulang rencana kerjanya sambil juga mencari mitra yang sesuai dengan skenario program itu
"Gini ya, satu mungkin, evaluasi bagi kita perencanaan kita harus lebih bagus. Kedua, terlihat sekali aspek keekonomian dan penguasaan teknologi kita yang masih tergantung orang lain. Akibatnya, kita sulit sekali mencapai keekonomian atau sulit mencari mitra yang cocok dengan kebutuhan kita," tutup Ridwan.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, alasan hengkangnya perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat (AS), Air Products and Chemicals, Inc dari proyek gasifikasi atau hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Menurutnya, keputusan Air Products mundur dari proyek itu lantaran pengembangan bisnis di AS lebih menarik daripada di Indonesia. "Air Products kemarin karena dia itu merasa di Amerika lebih menarik bisnisnya, dia ke sana," ujar Arifin saat ditemui di kantornya, Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3).
Alasan lainnya yaitu karena pemerintah AS juga mempunyai penawaran menarik berupa pemberian subsidi utamanya untuk pengembangan proyek energi baru terbarukan (EBT).
"Di Amerika itu dengan adanya subsidi untuk EBT jadi ada proyek yang lebih menarik ke sana untuk hidrogen karena Amerika lagi mendorong untuk pemakaian itu," tuturnya.
Perlu diketahui, AS memang telah menerbitkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi 2022 (Inflation Reduction Act/IRA), yang salah satunya mengatur pemberian insentif untuk investasi energi bersih di dalam negeri.
"Pokoknya (insentif) lebih dari yang lain lah, kan ada inflation reduction act itu yang menyebabkan investor banyak lari ke sana," tegas Arifin.
(akr)