Dahsyat! Larangan Amerika Ancam Pendapatan Iklan TikTok Raib Rp102 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Amerika Serikat (AS) berencana melarang platform berbagi video pendek TikTok lantaran dianggap mengancam keamanan data dan dituding sebagai alat propaganda. TikTok pun berpotensi kehilangan pendapatan iklan di AS yang diperkirakan oleh lembaga riset Insider Intelligence mencapai USD6,83 miliar di tahun ini atau sekitar Rp102,4 triliun (kurs Rp15.000).
Vice President of Social Media dari agensi pemasaran Wpromote, Darren D’Altorio, mengatakan beberapa klien yang merupakan perusahaan publik enggan membeli iklan di TikTok sejak tahun 2020. Senada, Vice President of Media Services dari agensi pemasaran New Engen, Adam Telian, mengatakan banyak perusahaan kecil dengan audiens khusus ragu untuk mengiklankan produknya di TikTok.
“Orang-orang ragu untuk membuat komitmen dan investasi itu pada saat mereka tidak yakin TikTok akan tetap ada," ujar Adam Telian dilansir Reuters, Jumat (24/3/2023).
Namun, TikTok telah melakukan berbagai strategi untuk meyakinkan para klien. Pertama, CEO TikTok Chew telah berbicara pada sidang di depan anggota parlemen Kamis kemarin (24/3/2023) untuk berbicara tentang keamanan data.
Kedua, TikTok juga meyakinkan para kliennya mengenai keamanan data platformnya. Mereka mengatakan akan memisahkan data pengguna masyarakat Amerika Serikat dan menyimpannya di negara tersebut melalui divisi terbaru, US Data Security (USDS) yang akan dipantau oleh perusahaan teknologi AS Oracle, sebuah upaya yang dijuluki Project Texas.
Ketiga, TikTok mengirimkan sebuah email kepada para klien untuk menjelaskan secara rinci bagaimana TikTok akan memblokir data pengguna AS dari Pemerintah China. Darren D'Altorio mengaku telah menerima email dengan judul, “Can the Chinese government request TikTok US user data?"
“Project Texas akan mencegah TikTok untuk memiliki akses yang tidak perlu pada data-data tersebut, termasuk tidak ada mekanisme persetujuan data AS akan dibagikan dengan Pemerintah Cina," tulis TikTok dalam email tersebut.
Selain itu, TikTok juga terus meluncurkan fitur terbaru yang memudahkan pengiklan untuk langsung mengubah video TikTok mereka menjadi iklan.
Dengan berbagai strategi yang dimiliki TikTok, CEO konsultan pemasaran Hawke Media, Erik Huberman, mengatakan para perusahaan tidak akan benar-benar meninggalkan TikTok sampai adanya tindakan nyata dari AS yang memblokir platform tersebut.
“Pemblokiran belum terjadi sampai mereka benar-benar memblokirnya,” pungkasnya.
Vice President of Social Media dari agensi pemasaran Wpromote, Darren D’Altorio, mengatakan beberapa klien yang merupakan perusahaan publik enggan membeli iklan di TikTok sejak tahun 2020. Senada, Vice President of Media Services dari agensi pemasaran New Engen, Adam Telian, mengatakan banyak perusahaan kecil dengan audiens khusus ragu untuk mengiklankan produknya di TikTok.
“Orang-orang ragu untuk membuat komitmen dan investasi itu pada saat mereka tidak yakin TikTok akan tetap ada," ujar Adam Telian dilansir Reuters, Jumat (24/3/2023).
Namun, TikTok telah melakukan berbagai strategi untuk meyakinkan para klien. Pertama, CEO TikTok Chew telah berbicara pada sidang di depan anggota parlemen Kamis kemarin (24/3/2023) untuk berbicara tentang keamanan data.
Kedua, TikTok juga meyakinkan para kliennya mengenai keamanan data platformnya. Mereka mengatakan akan memisahkan data pengguna masyarakat Amerika Serikat dan menyimpannya di negara tersebut melalui divisi terbaru, US Data Security (USDS) yang akan dipantau oleh perusahaan teknologi AS Oracle, sebuah upaya yang dijuluki Project Texas.
Ketiga, TikTok mengirimkan sebuah email kepada para klien untuk menjelaskan secara rinci bagaimana TikTok akan memblokir data pengguna AS dari Pemerintah China. Darren D'Altorio mengaku telah menerima email dengan judul, “Can the Chinese government request TikTok US user data?"
“Project Texas akan mencegah TikTok untuk memiliki akses yang tidak perlu pada data-data tersebut, termasuk tidak ada mekanisme persetujuan data AS akan dibagikan dengan Pemerintah Cina," tulis TikTok dalam email tersebut.
Selain itu, TikTok juga terus meluncurkan fitur terbaru yang memudahkan pengiklan untuk langsung mengubah video TikTok mereka menjadi iklan.
Dengan berbagai strategi yang dimiliki TikTok, CEO konsultan pemasaran Hawke Media, Erik Huberman, mengatakan para perusahaan tidak akan benar-benar meninggalkan TikTok sampai adanya tindakan nyata dari AS yang memblokir platform tersebut.
“Pemblokiran belum terjadi sampai mereka benar-benar memblokirnya,” pungkasnya.
(uka)