Tren Suku Bunga The Fed Terus Naik, Perlukah Indonesia Khawatir?

Kamis, 04 Mei 2023 - 08:54 WIB
loading...
Tren Suku Bunga The Fed Terus Naik, Perlukah Indonesia Khawatir?
Sejak bulan Maret 2022, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed terus menaikkan suku bunga hingga hari ini yang pada gilirannya bakal berdampak terhadap Indonesia. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Sejak bulan Maret 2022, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve atau The Fed terus menaikkan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) untuk melawan inflasi yang terus melonjak. Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky menyebut bahwa berlanjutnya tren kenaikan suku bunga oleh The Fed kemungkinan akan menyebabkan perlambatan ekonomi AS secara umum.

"Yang pada gilirannya akan menurunkan permintaan ekspor Indonesia oleh AS dan mempengaruhi impor Indonesia dari AS," ungkap Riefky dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (4/5/2023).



Pada tahun 2022, pangsa ekspor Indonesia ke AS mencapai sekitar 10% dari total ekspor, sedangkan pangsa impor tercatat sebesar 4,9% dari total impor. "Oleh karena itu, dinamika terkini di sektor perbankan AS kemungkinan akan mempengaruhi, meskipun secara halus, kinerja perdagangan Indonesia secara keseluruhan," ucap Riefky.



Riefky menyoroti saat The Fed melanjutkan siklus pengetatan moneternya, potensi arus dana keluar dari negara berkembang akan dapat terealisasi karena investor akan cenderung mencari imbal hasil yang lebih tinggi. Hal ini kemudian dapat menyebabkan pelemahan nilai mata uang domestik atau depresiasi.

Maka dari itu, dampak tidak langsung lainnya adalah melalui depresiasi Rupiah yang dapat membuat impor Indonesia relatif lebih mahal dan akibatnya menurunkan surplus neraca berjalan.

"Namun, mengingat rendahnya keterbukaan perdagangan Indonesia secara keseluruhan, 46% dari PDB, beban dari runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) di jalur ini seharusnya tidak signifikan," jelas Riefky.

Mengingat rendahnya porsi kepemilikan asing pada obligasi pemerintah yakni kurang dari 20% dari total obligasi pemerintah, dampak kenaikan FFR di pasar keuangan Indonesia mungkin akan terbatas.

Namun di sisi lain, jika FFR terus mengalami kenaikan, maka banyak bank sentral di negara berkembang, termasuk Bank Indonesia (BI), terpaksa harus menerapkan skenario serupa dengan menaikkan suku bunga domestik untuk menjaga spread dengan FFR.

"Prosedur ini berpotensi menghambat kinerja perekonomian domestik secara umum di era pemulihan pasca pandemi," tambahnya.

Terlepas dari itu, BI menganggap spread atau perbedaan suku bunga saat ini sudah cukup memadai sehingga sejak kolapsnya SVB sampai saat ini, suku bunga kebijakan masih tidak berubah. "Dengan demikian, sejauh ini tidak ada dampak ekonomi domestik lanjutkan yang diamati akan datang dari jalur ini," pungkas Riefky.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2794 seconds (0.1#10.140)