The Fed Kerek Suku Bunga, Gimana Nasib Rupiah?
loading...
A
A
A
JAKARTA - The Fed kembali menaikkan suku bunga acauan sebesar 0,25% dengan tingkat suku bunga inti AS sekarang berada di kisaran 4,75% hingga 5%.
Ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai dampak naiknya suku bunga Fed cenderung negatif ke ekonomi terutama pergerakan rupiah dan tambahan beban biaya pinjaman korporasi dan pemerintah khususnya pinjaman valas.
"Rupiah bisa melemah konsisten hingga level Rp15.500-Rp15.600 dalam waktu dekat terlebih Bank Indonesia (BI) belum ikut naikkan suku bunga acuan," ujar Bhima saat dihubungi, Jumat (24/3/2023).
Efek lainnya, bunga utang pemerintah makin mahal dan perusahaan yang sudah overleverage juga terkena imbas naiknya biaya pinjaman. "Perbankan di dalam negeri mungkin masih diuntungkan karena NIM cukup lebar dan laba bank tetap gemuk," ucap Bhima.
Namun, hal tersebut berujung pada perusahaan banyak yang melakukan restrukturisasi pinjaman karena utang makin mahal dan tentu mengganggu langkah ekspansi.
"Jika BI menahan suku bunga aset berbasis bunga seperti surat utang denominasi rupiah menjadi kurang menarik. Ini akan picu pergeseran minat investasi asing," ungkap Bhima.
Sementara, dampak ke IHSG justru negatif dalam jangka panjang karena risiko investasi di portofolio saham jadi meningkat kalau BI tidak buru-buru menyamakan kenaikan suku bunga Fed. "IHSG naik temporer karena musim bagi-bagi dividen saja," jelasnya.
Ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai dampak naiknya suku bunga Fed cenderung negatif ke ekonomi terutama pergerakan rupiah dan tambahan beban biaya pinjaman korporasi dan pemerintah khususnya pinjaman valas.
"Rupiah bisa melemah konsisten hingga level Rp15.500-Rp15.600 dalam waktu dekat terlebih Bank Indonesia (BI) belum ikut naikkan suku bunga acuan," ujar Bhima saat dihubungi, Jumat (24/3/2023).
Efek lainnya, bunga utang pemerintah makin mahal dan perusahaan yang sudah overleverage juga terkena imbas naiknya biaya pinjaman. "Perbankan di dalam negeri mungkin masih diuntungkan karena NIM cukup lebar dan laba bank tetap gemuk," ucap Bhima.
Namun, hal tersebut berujung pada perusahaan banyak yang melakukan restrukturisasi pinjaman karena utang makin mahal dan tentu mengganggu langkah ekspansi.
"Jika BI menahan suku bunga aset berbasis bunga seperti surat utang denominasi rupiah menjadi kurang menarik. Ini akan picu pergeseran minat investasi asing," ungkap Bhima.
Sementara, dampak ke IHSG justru negatif dalam jangka panjang karena risiko investasi di portofolio saham jadi meningkat kalau BI tidak buru-buru menyamakan kenaikan suku bunga Fed. "IHSG naik temporer karena musim bagi-bagi dividen saja," jelasnya.
(nng)