Maaf Pak Jokowi! Eksekusi Stimulus Masih Lambat Belum Tepat Sasaran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagai respon terhadap perlambatan ekonomi domestik, pemerintah memainkan peran sentral dengan memompa stimulus fiskal secara eksesif. Melalui Perppu No.1 Tahun 2020 yang kemudian diundangkan menjadi UU No.2 Tahun 2020, pemerintah memiliki fleksibilitas dalam memperlebar defisit fiskal di atas 3% hingga tahun 2022.
Peneliti Indef M.Rizal Taufikurrahman mengatakan sejauh ini pemerintah telah melakukan dua kali merevisi postur APBN yaitu melalui Perpres 54/2020 (defisit 5,1% terhadap PDB) dan Perpres 72/2020 (defisit 6,3% terhadap PDB).
"Alhasil, biaya penanganan Covid-19 termasuk untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga terus merangkak naik dari semula Rp405,1 triliun menjadi Rp695,2 triliun," kata Rizal, di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Kebijakan stimulus ekonomi akibat Covid-19 perlu fokus untuk penyelamatan ekonomi masyarakat yang terkena dampak langsung. Jika melihat kondisi aktual, maka hingga saat ini kebijakan yang terkait dengan upaya pemulihan ekonomi masih menemui jalan terjal. Apalagi, efektivitas kebijakan untuk memacu ekonomi dari sisi supply dan demand masih belum terlihat optimal.
Selain itu, peran masyarakat dan dunia usaha juga diperlukan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi. Menurut Rizal, pemerintah sadar bahwa dukungan fiskal baik dari sisi permintaan maupun penawaran memiliki arti yang penting dalam mendorong pemulihan konsumsi dan produksi.
"Sebesar apapun anggaran yang dialokasikan akan menjadi mubazir manakala program PEN tersebut tidak mengarah pada sasaran yang tepat ditambah eksekusi yang sejauh ini lambat," katanya.
Peneliti Indef M.Rizal Taufikurrahman mengatakan sejauh ini pemerintah telah melakukan dua kali merevisi postur APBN yaitu melalui Perpres 54/2020 (defisit 5,1% terhadap PDB) dan Perpres 72/2020 (defisit 6,3% terhadap PDB).
"Alhasil, biaya penanganan Covid-19 termasuk untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga terus merangkak naik dari semula Rp405,1 triliun menjadi Rp695,2 triliun," kata Rizal, di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Kebijakan stimulus ekonomi akibat Covid-19 perlu fokus untuk penyelamatan ekonomi masyarakat yang terkena dampak langsung. Jika melihat kondisi aktual, maka hingga saat ini kebijakan yang terkait dengan upaya pemulihan ekonomi masih menemui jalan terjal. Apalagi, efektivitas kebijakan untuk memacu ekonomi dari sisi supply dan demand masih belum terlihat optimal.
Selain itu, peran masyarakat dan dunia usaha juga diperlukan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi. Menurut Rizal, pemerintah sadar bahwa dukungan fiskal baik dari sisi permintaan maupun penawaran memiliki arti yang penting dalam mendorong pemulihan konsumsi dan produksi.
"Sebesar apapun anggaran yang dialokasikan akan menjadi mubazir manakala program PEN tersebut tidak mengarah pada sasaran yang tepat ditambah eksekusi yang sejauh ini lambat," katanya.
(nng)