Restrukturisasi Kredit BTN Diperkirakan Capai Rp68,03 Triliun

Kamis, 23 Juli 2020 - 07:56 WIB
loading...
Restrukturisasi Kredit...
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) memperkirakan restrukturisasi kredit perseroan dari Juni 2020 hingga akhir tahun ini mencapai Rp68,03 triliun dari 399.173 debitur. Dari angka tersebut mayoritas yang direstrukturisasi perseroan adalah segmen kredit konsumer. Sampai saat ini BTN telah merestrukturisasi kredit 220 ribu debitur.

Direktur Finance, Planning, and Treasury BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, tren restrukturisasi kredit perseroan mulai mengalami penurunan pada bulan Juni sampai akhir tahun. Diharapkan, ke depan restrukturisasi semakin menurun seiring aktivitas ekonomi yang mulai berjalan.

"Kami sudah merestrukturisasi sebanyak 220 ribu debitur, restrukturisasi ini terjadi dan masif. Permintaan restrukturisasi ini tidak berhenti, tapi yang menarik posisi Juni itu kondisi permintaan sudah turun dari April dan Mei yang kami kira itu puncaknya," jelas Nixon dalam Pelatihan UMKM Akurat dengan Tema "Strategi Bisnis UMKM Tetap Berjaya di Era New Normal" di Jakarta, Rabu (22/7/2020).

Sementara itu, dari estimasi Rp68,03 triliun yang direstrukturisasi sejak Juni hingga Desember, perseroan merinci potensi restrukturisasi dalam tiga bulan mulai Juni sampai Agustus sebesar Rp37,55 triliun dari 210.262 debitur.

Jika dirinci, untuk debitur konsumer konvensional sebanyak 193.265 debitur dengan baki debet Rp24,59 triliun, konsumer syariah sebesar Rp1,81 triliun dari 16.345 debitur. Kemudian, segmen UKM terdapat 305 debitur dengan nilai kredit Rp135 miliar, segmen korporasi hanya dua debitur dengan baki debet Rp4 triliun.

Untuk segmen komersial konvensional sebanyak 214 debitur dengan estimasi plafon Rp6,50 triliun, segmen komersial syariah sebanyak 132 debitur dengan baki debet Rp298 miliar. ( Baca juga:Masalah Bank Bukan Likuiditas, tapi Perlambatan Kredit )

Dia menyebut, dari 220 ribu debitur yang telah direstrukturisasi perseroan hingga saat ini, paling banyak dari debitur kredit pemilikan rumah (KPR). Pola restrukturisasi yang banyak diminta adalah penundaan pembayaran dengan tenor dari enam bulan hingga 12 bulan.

"Kurang lebih ada 200 ribu dari nasabah KPR, kemudian 5.000 nasabah dari pengusaha UMKM dan juga korporasi," kata Nixon.

Nixon pun tidak memungkiri bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan terganggunya komunikasi antara pihak perbankan dengan nasabah. Sehingga perbankan kesulitan memperoleh data nasabah secara akurat. Di sisi lain, akses untuk mendatangi nasabah secara langsung juga terkendala penutupan jalan akibat PSBB.

"Karena memang jujur bank ini juga punya masalah berkomunikasi dengan customernya. Waktu Covid-19 kemarin jujur mendapat data yang benar itu susah, bahkan untuk akses ke nasabah terutama Jabodetabek sering kali tidak bisa karena jalannya ditutup tidak boleh masuk lingkungan perumahan tersebut dan lain sebagainya," jelasnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2764 seconds (0.1#10.140)