Jokowi Tagih Janji Negara Maju Kucurkan Rp1.493 Triliun untuk Danai Transisi Energi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menagih janji negara maju yang sebelumnya telah menyatakan komitmen untuk mendanai transisi energi di negara berkembang senilai USD100 miliar per tahun atau setara Rp1.493 triliun (asumsi kurs Rp14.936).
Pasalnya, hingga kini negara berkembang belum menerima pendanaan konstruktif yang tidak berbentuk hutang tersebut.
Menurutnya, negara berkembang mulai meragukan komitmen negara maju dalam mendanai transisi energi untuk mendorong ekonomi yang berkelanjutan.
Hal ini disampaikan Presiden Jokowi pada pertemuan sesi 7 dari KTT Group of Seven (G7) 2023 yang mengusung tema “Common Endeavor for a Resilient and Sustainable Planet” di Jepang.
“Bapak Presiden mengatakan negara berkembang meragukan komitmen negara maju di mana hingga kini pendanaan USD100 miliar per tahun belum terpenuhi. Pendanaan ini harus konstruktif, bukan dalam bentuk hutang,” terang Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam keterangan pers yang disiarkan secara virtual, Minggu (21/5/2023).
Menlu melanjutkan, Presiden Jokowi menegaskan kepada setiap negara untuk berkontribusi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Setiap pihak pun perlu untuk mengubah pendekatan dalam mengatasi perubahan iklim dari bentuk pengalihan beban (burden shifting) menjadi pembagian beban (burden sharing). Dengan begitu, perubahan iklim tidak hanya dibebankan kepada salah satu pihak, khususnya negara berkembang.
Menurut Kepala Negara, Indonesia telah memiliki komitmen yang sangat nyata untuk mengatasi perubahan iklim. Di antaranya, meningkatkan target penurunan emisi nasional sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri dan 43,2% dengan dukungan internasional.
“Untuk mewujudkan penurunan emisi sebanyak 43,2% dengan dukungan internasional tentunya membutuhkan bantuan pendanaan yang sebelumnya dijanjikan sebesar USD100 miliar per tahun. Ini belum terpenuhi,” imbuhnya.
Selain itu, komitmen Indonesia dapat dilihat melalui upaya untuk menekan deforestasi hingga titik terendah dalam 20 tahun, melakukan rehabilitasi 600.000 hektar hutan mangrove yang akan selesai pada tahun 2024, dan merehabilitasi 3 juta hektar lahan kritis.
Upaya lainnya adalah menurunkan kebakaran hutan hingga 88%, membangun 30.000 hektar kawasan industri hijau, dan mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
“Pertemuan tersebut juga membahas pentingnya kolaborasi, khususnya dalam menjaga keanekaragaman hayati, perlindungan hutan, dan penanganan polusi laut,” pungkas Menlu.
Pasalnya, hingga kini negara berkembang belum menerima pendanaan konstruktif yang tidak berbentuk hutang tersebut.
Menurutnya, negara berkembang mulai meragukan komitmen negara maju dalam mendanai transisi energi untuk mendorong ekonomi yang berkelanjutan.
Hal ini disampaikan Presiden Jokowi pada pertemuan sesi 7 dari KTT Group of Seven (G7) 2023 yang mengusung tema “Common Endeavor for a Resilient and Sustainable Planet” di Jepang.
“Bapak Presiden mengatakan negara berkembang meragukan komitmen negara maju di mana hingga kini pendanaan USD100 miliar per tahun belum terpenuhi. Pendanaan ini harus konstruktif, bukan dalam bentuk hutang,” terang Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam keterangan pers yang disiarkan secara virtual, Minggu (21/5/2023).
Menlu melanjutkan, Presiden Jokowi menegaskan kepada setiap negara untuk berkontribusi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Setiap pihak pun perlu untuk mengubah pendekatan dalam mengatasi perubahan iklim dari bentuk pengalihan beban (burden shifting) menjadi pembagian beban (burden sharing). Dengan begitu, perubahan iklim tidak hanya dibebankan kepada salah satu pihak, khususnya negara berkembang.
Menurut Kepala Negara, Indonesia telah memiliki komitmen yang sangat nyata untuk mengatasi perubahan iklim. Di antaranya, meningkatkan target penurunan emisi nasional sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri dan 43,2% dengan dukungan internasional.
“Untuk mewujudkan penurunan emisi sebanyak 43,2% dengan dukungan internasional tentunya membutuhkan bantuan pendanaan yang sebelumnya dijanjikan sebesar USD100 miliar per tahun. Ini belum terpenuhi,” imbuhnya.
Selain itu, komitmen Indonesia dapat dilihat melalui upaya untuk menekan deforestasi hingga titik terendah dalam 20 tahun, melakukan rehabilitasi 600.000 hektar hutan mangrove yang akan selesai pada tahun 2024, dan merehabilitasi 3 juta hektar lahan kritis.
Upaya lainnya adalah menurunkan kebakaran hutan hingga 88%, membangun 30.000 hektar kawasan industri hijau, dan mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
“Pertemuan tersebut juga membahas pentingnya kolaborasi, khususnya dalam menjaga keanekaragaman hayati, perlindungan hutan, dan penanganan polusi laut,” pungkas Menlu.
(ind)