Perbedaan BUMN Karya: Waskita, Hutama, Wika dan Adhi
loading...
A
A
A
JAKARTA - BUMN Karya belakangan menjadi sorotan, lantaran utang yang terus menggunung. Bahkan Menteri BUMN, Erick Thohir berencana memangkas jumlah BUMN Karya dari 9 perusahaan menjadi 4 saja.
Pemangkasan ini sejalan dengan wacana konsolidasi perusahaan pelat merah sektor infrastruktur sesuai Buku Biru yang disusun Kementerian BUMN dua tahun lalu. Menurutnya, konsolidasi BUMN Karta akan membuat perusahaan lebih fokus mengerjakan penugasan, maupun bisnis sesuai bidang keahlian masing-masing.
"Kita sudah review, sebaiknya (BUMN) Karya ini dari 9 jadi 4. Jadi BUMN (karya) sebaiknya ada 4, ada expertise di sini, ada gedung, jadi tidak semua palugada. Sudah ada bukunya," ujar Erick Thohir pada Rabu (3/5) lalu.
"Untuk Karya, nanti kita mau coba konsolidasikan HK (Hutama Karya) dengan Waskita, kalau enggak salah. Lalu PP (PT PP) dengan WIKA (PT Wijaya Karya) supaya konsolidasi keuangannya, bukunya lebih sehat, ADHI (PT Adhi Karya) ada juga. Nanti lebih detilnya," sambungnya.
Erick juga berharap konsolidasi BUMN Karya tidak menghambat proyek pembangunan, terutama perusahaan-perusahaan yang tengah mengikuti berbagai tender. Aksi korporasi baik berupa pembentukan holding atau merger BUMN Karya dinilai menjadi keniscayaan, lantaran ada banyak kesamaan line of business.
Sulit melihat perbedaan di antara BUMN Karya karena tidak ada spesialisasi pada setiap perusahaan pelat merah infrastruktur ini. Berikut beberapa karakteristik BUMN Karya seperti Waskita Karya, Wika, Hutama dan Adhi Karya:
Resmi berdiri pada 1 Januari 1961, PT Waskita Karya saat ini telah menjadi salah satu BUMN terkemuka di Indonesia, yang telah memainkan perannya dalam pembangunan berbagai infrastruktur negara. Dengan melibatkan teknologi dalam prosesnya, Waskita Karya berhasil membangun banyak infrastruktur nasional, salah satunya Bandara Soekarno-Hatta.
Memasuki tahun 1990, Waskita mulai mengerjakan berbagai proyek gedung bertingkat dengan reputasi baik seperti BNI City, Gedung Kantor Bank Indonesia, Menara Graha Niaga, Menara Mandiri Plaza, Hotel Shangri-La dan beberapa apartemen.
Waskita juga berhasil menyelesaikan beragam jembatan hingga bendungan. Berdiri selama lebih dari 60 tahun, PT Waskita Karya telah mengembangkan usahanya dan saat ini memiliki 4 anak usaha yang terdiri dari PT Waskita Beton Precast Tbk, PT Waskita Karya Infrastruktur, PT Waskita Karya realty dan PT Waskita Toll Road.
Pada tahun 1960, N.V. Vis en Co mengalami nasionalisasi dan mengubah status menjadi PN Widjaja Karja, dengan kegiatan komersial di instalasi listrik dan pipa air. Pada tahun yang sama, PN Widjaja Karja juga berkontribusi pada pengembangan pusat kebugaran Bung Karno dalam rangka Asian Games ke-4 di Jakarta.
Pada tahun 1972, PN Widjaja Karja menjadi PT Wijaya Karya, yang menjadi perusahaan konstruksi dan subkontrak. Pada tahun 1982, WIKA mengalami banyak pengembangan manajemen, seringkali melibatkan proyek-proyek infrastruktur utama pemerintah.
Pada tahun 1997, WIKA mendirikan anak perusahaan pertamanya, salah satunya adalah PT WIKA Beton. Setelah itu mendirikan anak perusahaan, seperti PT WIKA Industri Konstruksi, PT WIKA Bitumen, PT WIKA Bangunan, PT WIKA Rekayasa Konstruksi, PT WIKA Realty dan PT WIKA Serang Panimbang.
Melalui Penawaran Saham Perdana (Initial Public Offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia pada 27 Oktober 2007, WIKA melepas 28,46% saham ke publik. Sementara kepemilikan sisanya masih dipegang oleh Pemerintah Republik Indonesia.
egiatan usaha WIKA difokuskan pada optimalisasi 5 (lima) lini usaha, yaitu: 1. Investasi yang meliputi, Energi (Energi Terbarukan), Infrastruktur, dan Prasarana Air. 2. Realti & Properti, Pengembangan Real Estat & Properti dan Manajemen Properti.
Lalu nomor 3. Prasarana dan Bangunan, yang terdiri dari konstruksi sipil, konstruksi bangunan, dan konstruksi baja. 4. Proyek Energi & Industri, termasuk EPCC dan Energi Listrik, serta Proyek Energi Terbarukan.
Selanjutnya ke-5.Industri, sektor industri WIKA memproduksi Beton Pracetak, Industri Konstruksi, Kendaraan Bermotor Listrik, dan Produksi Aspal.
Dengan nama Hutama Karya NP, perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia ini secara resmi diratifikasi oleh Peraturan Pemerintah (PP) no. 61 tahun 1961, 29 Maret 1961. Pada tahun 1961, pekerjaan Hutama PN dalam konstruksi bangunan bernilai historis dan monumental. Misalnya, gedung MPR /RI dan monumen patung dirgantara di Jakarta.
Pada tahun 1970-an, Hutama Karya pertama kalinya menghadirkan sistem konstruksi “sistem pratekan” BBRV di Swiss dengan teknologi beton pracetak. Kemudian, Hutama Karya NP, berkembang pesat dan berubah status menjadi PT Hutama Karya.
Selama periode 1980-2016, perusahaan melakukan diversifikasi dan memperluas operasinya di luar negeri. Selain itu, membangun infrastruktur teknologi tinggi dalam bentuk jembatan bentang panjang seperti Jembatan Ampera di Palembang.
Memasuki era milenial dimana dinamika perekonomian semakin pesat, Hutama Karya merevitalisaasi diri dengan melakukan pengembangan usaha untuk sektor-sektor swasta melalui pembangunan High Rise Building (Bakrie Tower dan Apartemen-Apartemen) maupun infrastruktur lainnya seperti jalan tol.
Pada 2014, Hutama Karya resmi menerima penugasan Pemerintah untuk mengembangkan Jalan Tol Trans-Sumatera. Tahun 2015, Hutama Karya diberi amanah mengembangkan 2.770 kilometer jalan tol di Sumatera dengan prioritas 8 ruas pertama. Hingga tahun 2022 Hutama Karya berhasil mensukseskan penugasan pemerintah dengan mengoperasikan kurang lebih 542,8 Km.
Hutama Karya optimistis menyelesaikan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera hingga 2024 dan siap untuk mengerjakan proyek-proyek strategis nasional seperti pembangunan infrastruktur ibu kota baru. Hutama Karya resmi menggarap megaproyek kilang minyak milik PT Pertamina (Persero) di Lawe-Lawe, Kalimantan Timur.
Hutama Karya memiliki anak perusahaan PT Hutama Karya Infrastruktur, PT HK Realtindo dan PT Hakaaston. Tercatat pada 2021, total aset perusahaan sebesar Rp91,6 trilliun.
Perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia ini pada awalnya milik Belanda. Sebelumnya bernama “Architecten-Ingenicure-en Annemersbedrijf Associatie Selle en Bruyn, Reyes de Vries N.V” atau disingkat (Associate N.V.). Perusahaan dinasionalisasi pada 11 Maret 1960 dan mengambil nama Perusahaan Negara Adhi Karya (PN).
Empat belas tahun kemudian, PN Adhi Karya berubah status menjadi perseroan terbatas (PT). Perubahan status ini disetujui oleh Menteri Kehakiman Indonesia pada tanggal 1 Juni 1974.
Setelah beberapa dekade, PT Adhi Karya akhirnya secara resmi berbicara di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan ini terdaftar untuk pertama kalinya pada tahun 2004 dengan kode listing bursa ADHI.
Adhi Karya awalnya bergerak di sektor konstruksi berbagai bidang, termasuk jalan, jembatan, gedung, dan juga properti. Namun bersama berjalannya waktu, sama dengan beragam BUMN Karya lainnya, Adhi Karya juga merambah bisnis properti.
Saat ini Adhi Karya juga dikenal karena tengah membangun LRT Adhi Karya yang terdiri dari tiga ruas, yaitu Cawang-Cibubur, Cawang-Kuning-Dukuh Atas, dan Cawang-Bekasi Timur.
Sejauh ini, perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia ini memiliki beberapa anak perusahaan, seperti Adhi Persada Beton, Adhi Persada Gedung dan Adhi Persada Properti. Tercatat pada 2021, total aset perusahaan diperkirakan sebesar Rp37 trilliun.
Jika dihitung total BUMN Karya yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai Rp287,03 triliun di tahun 2022. Rinciannya, total liabilitas PT Waskita Karya Tbk menembus Rp 83,9 triliun di tahun 2022, turun 4,71% YoY dari Rp 88,14 triliun di tahun 2021.
Kemudian Hutama Karya dengan total liabilitas senilai Rp71,53 triliun pada tahun 2022. Sebelumnya total liabilitas tahun 2021 yakni Rp 78,1 triliun yang terdiri dari liabilitas jangka pendek senilai Rp20,72 triliun dan liabilitas jangka panjang mencapai Rp50,81 triliun.
Selanjutnya, PT Wijaya Karya Tbk dengan total utang senilai Rp57,57 triliun yang mengalami kenaikan 10,82% YoY, dari sebelumnya pada tahun 2021 di angka Rp51,95 triliun. Jumlah liabilitas terdiri dari liabilitas jangka pendek senilai Rp36,13 triliun dan liabilitas jangka panjang senilai Rp21,44 triliun.
Lebih lanjut ada PT PP Tbk (PTPP) yang memiliki total liabilitas senilai Rp42,79 triliun atau naik 3,73% dari liabilitas tahun 2021 senilai Rp41,24 triliun. Jumlah utang tersebut terdiri dari liabilitas jangka pendek senilai Rp 26,76 triliun dan jangka panjang senilai Rp16,02 triliun.
Terakhir yakni PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang tercatat nemiliki jumlah liabilitas sebesar Rp31,16 triliun di tahun 2022 dari tahun sebelumnya Rp34,24 triliun. Total utang terdiri dari liabilitas jangka panjang senilai Rp6,54 triliun dan jangka pendek senilai Rp24,61 triliun.
Pemangkasan ini sejalan dengan wacana konsolidasi perusahaan pelat merah sektor infrastruktur sesuai Buku Biru yang disusun Kementerian BUMN dua tahun lalu. Menurutnya, konsolidasi BUMN Karta akan membuat perusahaan lebih fokus mengerjakan penugasan, maupun bisnis sesuai bidang keahlian masing-masing.
"Kita sudah review, sebaiknya (BUMN) Karya ini dari 9 jadi 4. Jadi BUMN (karya) sebaiknya ada 4, ada expertise di sini, ada gedung, jadi tidak semua palugada. Sudah ada bukunya," ujar Erick Thohir pada Rabu (3/5) lalu.
"Untuk Karya, nanti kita mau coba konsolidasikan HK (Hutama Karya) dengan Waskita, kalau enggak salah. Lalu PP (PT PP) dengan WIKA (PT Wijaya Karya) supaya konsolidasi keuangannya, bukunya lebih sehat, ADHI (PT Adhi Karya) ada juga. Nanti lebih detilnya," sambungnya.
Erick juga berharap konsolidasi BUMN Karya tidak menghambat proyek pembangunan, terutama perusahaan-perusahaan yang tengah mengikuti berbagai tender. Aksi korporasi baik berupa pembentukan holding atau merger BUMN Karya dinilai menjadi keniscayaan, lantaran ada banyak kesamaan line of business.
Sulit melihat perbedaan di antara BUMN Karya karena tidak ada spesialisasi pada setiap perusahaan pelat merah infrastruktur ini. Berikut beberapa karakteristik BUMN Karya seperti Waskita Karya, Wika, Hutama dan Adhi Karya:
1. Waskita Karya
PT Waskita Karya merupakan Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi. Kegiatan usaha Waskita Karya mencangkup cakupan yang luas termasuk pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, pabrik, jembatan, bendungan, perumahan dan fasilitas industri lainnya.Resmi berdiri pada 1 Januari 1961, PT Waskita Karya saat ini telah menjadi salah satu BUMN terkemuka di Indonesia, yang telah memainkan perannya dalam pembangunan berbagai infrastruktur negara. Dengan melibatkan teknologi dalam prosesnya, Waskita Karya berhasil membangun banyak infrastruktur nasional, salah satunya Bandara Soekarno-Hatta.
Memasuki tahun 1990, Waskita mulai mengerjakan berbagai proyek gedung bertingkat dengan reputasi baik seperti BNI City, Gedung Kantor Bank Indonesia, Menara Graha Niaga, Menara Mandiri Plaza, Hotel Shangri-La dan beberapa apartemen.
Waskita juga berhasil menyelesaikan beragam jembatan hingga bendungan. Berdiri selama lebih dari 60 tahun, PT Waskita Karya telah mengembangkan usahanya dan saat ini memiliki 4 anak usaha yang terdiri dari PT Waskita Beton Precast Tbk, PT Waskita Karya Infrastruktur, PT Waskita Karya realty dan PT Waskita Toll Road.
2. Wijaya Karya (Wika)
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. atau sering disingkat WIKA adalah sebuah perusahaan milik negara Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi. Perusahaan Belanda Naamloze Vennotschap Technische Handel Maatschappij en Bouwbedijf Vis in Co. atau N.V. Vis Co., adalah cikal bakal WIKA.Pada tahun 1960, N.V. Vis en Co mengalami nasionalisasi dan mengubah status menjadi PN Widjaja Karja, dengan kegiatan komersial di instalasi listrik dan pipa air. Pada tahun yang sama, PN Widjaja Karja juga berkontribusi pada pengembangan pusat kebugaran Bung Karno dalam rangka Asian Games ke-4 di Jakarta.
Pada tahun 1972, PN Widjaja Karja menjadi PT Wijaya Karya, yang menjadi perusahaan konstruksi dan subkontrak. Pada tahun 1982, WIKA mengalami banyak pengembangan manajemen, seringkali melibatkan proyek-proyek infrastruktur utama pemerintah.
Pada tahun 1997, WIKA mendirikan anak perusahaan pertamanya, salah satunya adalah PT WIKA Beton. Setelah itu mendirikan anak perusahaan, seperti PT WIKA Industri Konstruksi, PT WIKA Bitumen, PT WIKA Bangunan, PT WIKA Rekayasa Konstruksi, PT WIKA Realty dan PT WIKA Serang Panimbang.
Melalui Penawaran Saham Perdana (Initial Public Offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia pada 27 Oktober 2007, WIKA melepas 28,46% saham ke publik. Sementara kepemilikan sisanya masih dipegang oleh Pemerintah Republik Indonesia.
egiatan usaha WIKA difokuskan pada optimalisasi 5 (lima) lini usaha, yaitu: 1. Investasi yang meliputi, Energi (Energi Terbarukan), Infrastruktur, dan Prasarana Air. 2. Realti & Properti, Pengembangan Real Estat & Properti dan Manajemen Properti.
Lalu nomor 3. Prasarana dan Bangunan, yang terdiri dari konstruksi sipil, konstruksi bangunan, dan konstruksi baja. 4. Proyek Energi & Industri, termasuk EPCC dan Energi Listrik, serta Proyek Energi Terbarukan.
Selanjutnya ke-5.Industri, sektor industri WIKA memproduksi Beton Pracetak, Industri Konstruksi, Kendaraan Bermotor Listrik, dan Produksi Aspal.
3. Hutama Karya
PT Hutama Karya (Persero) adalah perusahaan milik negara Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi. Pemerintah Indonesia menasionalisasi perusahaan swasta “Hollandsche Beton Maatshappij” dari Belanda pada tahun 1960.Dengan nama Hutama Karya NP, perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia ini secara resmi diratifikasi oleh Peraturan Pemerintah (PP) no. 61 tahun 1961, 29 Maret 1961. Pada tahun 1961, pekerjaan Hutama PN dalam konstruksi bangunan bernilai historis dan monumental. Misalnya, gedung MPR /RI dan monumen patung dirgantara di Jakarta.
Pada tahun 1970-an, Hutama Karya pertama kalinya menghadirkan sistem konstruksi “sistem pratekan” BBRV di Swiss dengan teknologi beton pracetak. Kemudian, Hutama Karya NP, berkembang pesat dan berubah status menjadi PT Hutama Karya.
Selama periode 1980-2016, perusahaan melakukan diversifikasi dan memperluas operasinya di luar negeri. Selain itu, membangun infrastruktur teknologi tinggi dalam bentuk jembatan bentang panjang seperti Jembatan Ampera di Palembang.
Memasuki era milenial dimana dinamika perekonomian semakin pesat, Hutama Karya merevitalisaasi diri dengan melakukan pengembangan usaha untuk sektor-sektor swasta melalui pembangunan High Rise Building (Bakrie Tower dan Apartemen-Apartemen) maupun infrastruktur lainnya seperti jalan tol.
Pada 2014, Hutama Karya resmi menerima penugasan Pemerintah untuk mengembangkan Jalan Tol Trans-Sumatera. Tahun 2015, Hutama Karya diberi amanah mengembangkan 2.770 kilometer jalan tol di Sumatera dengan prioritas 8 ruas pertama. Hingga tahun 2022 Hutama Karya berhasil mensukseskan penugasan pemerintah dengan mengoperasikan kurang lebih 542,8 Km.
Hutama Karya optimistis menyelesaikan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera hingga 2024 dan siap untuk mengerjakan proyek-proyek strategis nasional seperti pembangunan infrastruktur ibu kota baru. Hutama Karya resmi menggarap megaproyek kilang minyak milik PT Pertamina (Persero) di Lawe-Lawe, Kalimantan Timur.
Hutama Karya memiliki anak perusahaan PT Hutama Karya Infrastruktur, PT HK Realtindo dan PT Hakaaston. Tercatat pada 2021, total aset perusahaan sebesar Rp91,6 trilliun.
4. Adhi Karya
PT Adhi Karya (Persero) Tbk merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi. Selain kantor pusat di Jakarta, perusahaan memiliki enam divisi dengan kantor di Medan, Palembang, Jakarta, Surabaya, Balikpapan dan Makassar.Perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia ini pada awalnya milik Belanda. Sebelumnya bernama “Architecten-Ingenicure-en Annemersbedrijf Associatie Selle en Bruyn, Reyes de Vries N.V” atau disingkat (Associate N.V.). Perusahaan dinasionalisasi pada 11 Maret 1960 dan mengambil nama Perusahaan Negara Adhi Karya (PN).
Empat belas tahun kemudian, PN Adhi Karya berubah status menjadi perseroan terbatas (PT). Perubahan status ini disetujui oleh Menteri Kehakiman Indonesia pada tanggal 1 Juni 1974.
Setelah beberapa dekade, PT Adhi Karya akhirnya secara resmi berbicara di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan ini terdaftar untuk pertama kalinya pada tahun 2004 dengan kode listing bursa ADHI.
Adhi Karya awalnya bergerak di sektor konstruksi berbagai bidang, termasuk jalan, jembatan, gedung, dan juga properti. Namun bersama berjalannya waktu, sama dengan beragam BUMN Karya lainnya, Adhi Karya juga merambah bisnis properti.
Saat ini Adhi Karya juga dikenal karena tengah membangun LRT Adhi Karya yang terdiri dari tiga ruas, yaitu Cawang-Cibubur, Cawang-Kuning-Dukuh Atas, dan Cawang-Bekasi Timur.
Sejauh ini, perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia ini memiliki beberapa anak perusahaan, seperti Adhi Persada Beton, Adhi Persada Gedung dan Adhi Persada Properti. Tercatat pada 2021, total aset perusahaan diperkirakan sebesar Rp37 trilliun.
Utang Menggunung BUMN Karya
Sebagai informasi, ada 5 perusahaan BUMN Karya memiliki total liabilitas atau utang jumbo sepanjang tahun 2022. Perusahaan yang mencatatkan utang antara lain PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT PP Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya Tbk, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT Hutama Karya.Jika dihitung total BUMN Karya yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai Rp287,03 triliun di tahun 2022. Rinciannya, total liabilitas PT Waskita Karya Tbk menembus Rp 83,9 triliun di tahun 2022, turun 4,71% YoY dari Rp 88,14 triliun di tahun 2021.
Kemudian Hutama Karya dengan total liabilitas senilai Rp71,53 triliun pada tahun 2022. Sebelumnya total liabilitas tahun 2021 yakni Rp 78,1 triliun yang terdiri dari liabilitas jangka pendek senilai Rp20,72 triliun dan liabilitas jangka panjang mencapai Rp50,81 triliun.
Selanjutnya, PT Wijaya Karya Tbk dengan total utang senilai Rp57,57 triliun yang mengalami kenaikan 10,82% YoY, dari sebelumnya pada tahun 2021 di angka Rp51,95 triliun. Jumlah liabilitas terdiri dari liabilitas jangka pendek senilai Rp36,13 triliun dan liabilitas jangka panjang senilai Rp21,44 triliun.
Lebih lanjut ada PT PP Tbk (PTPP) yang memiliki total liabilitas senilai Rp42,79 triliun atau naik 3,73% dari liabilitas tahun 2021 senilai Rp41,24 triliun. Jumlah utang tersebut terdiri dari liabilitas jangka pendek senilai Rp 26,76 triliun dan jangka panjang senilai Rp16,02 triliun.
Terakhir yakni PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang tercatat nemiliki jumlah liabilitas sebesar Rp31,16 triliun di tahun 2022 dari tahun sebelumnya Rp34,24 triliun. Total utang terdiri dari liabilitas jangka panjang senilai Rp6,54 triliun dan jangka pendek senilai Rp24,61 triliun.
(akr)