Keripik Tempe Kramat Pela, Punya 4 Varian Rasa dan Banjir Pesanan Jelang Lebaran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jajanan Keripik Tempe Kramat Pela sudah memiliki pelanggan tersendiri sehingga sudah cukup dikenal masyarakat. Apalagi Keripik Tempe Kramat Pela yang garing dan renyah ini punya 4 varian rasa, yaitu original, sapi panggang, pedas, dan barbeque.
Kramat Pela dikenal sebagai sentra produk tempe dan keripik tempe , lokasinya berada RT 009/RW 08, Jalan H Aom, Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sejak tahun 1980-an di sini dikenal sebagai sentra pembuat tempe, kemudian pada tahun 1990-an berkembang dengan ada keripik tempe.
Menurut Joko Asrori (55), Ketua RT 009, saat ini ada sekitar 40 orang pembuat tempe dan perajin tempe goreng. Sebanyak 15 orang pengusaha pembuat tempe dan 25 orang sebagai perajin keripik tempe.
“Jadi wilayah RT 009 dikenal sebagai sentra pembuat tempe dan perajin keripik tempe. Di sini ada 149 kepala keluarga atau 400 jiwa, sebagian besar terlibat dalam usaha pembuatan tempe atau keripik tempe,” katanya, Kamis (25/5/2023).
Joko Asrori yang sudah 25 tahun menjabat sebagai Ketua RT 009, juga berprofesi sebagai pembuat tempe dan perajin keripik tempe. Setiap hari untuk membuat tempe dia menghabiskan 60-70 kg kedelai dan sagu. Setelah jadi tempe yang dibentuk bulat memanjang dalam wadah plastik, kemudian diiris-iris tipis untuk diolah menjadi keripik tempe. Setelah digoreng, keripik tempe dikemas dalam plastik berklip agar tahan lama dan menarik pembeli.
Perajin Keripik Tempe Kramat Pela, Martinah (55) menunjukkan produksi keripik tempenya yang punya 4 varian rasa. Foto/SINDOnews/Wasis Wibowo
“Setiap bungkus beratnya sekitar 250-300 gram dijual dengan harga Rp15.000. Pelanggan keripik tempe saya sudah lumayan, salah satunya ke BRI pusat sebanyak 200 bungkus seminggu,” tuturnya.
Dia mengungkapkan setiap menjelang Lebaran, sekitar 2 pekan sebelum Idulfitri, biasanya pesanan keripik tempe sangat banyak. Untuk membuat tempenya, dia menghabiskan sekitar 100 kg kedelai dan sagu.
“Pokoknya menjelang Lebaran, dua atau satu minggu, pesanan keripik tempe sangat banyak. Lebaran kemarin Istri saya sampai kewalahan dan sakit karena pesanan keripik tempe datang terus,” ujarnya.
Kasmirah (55) istri Joko Asrori mengaku senang ketika banyak pesanan kripik tempe, meskipun sangat menguras tenaga. “Hasilnya lumayan, hasil jual keripik tempe seminggu bisa buat biaya umrah,” katanya.
Joko Asrori menambahkan, pembuat tempe dan perajin keripik Kramat Pela pada tahun 2020 mendapat bantuan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) berupa 10 drum stainless, 10 mesin potong, mesin press kemasan, dan kompor. “Dengan drum stainless produksi tempe kami dijamin higienis dan lebih banyak,” ucapnya.
Perajin keripik tempe lainnya, Martinah (55), mengaku setiap hari memproduksi hampir 1,5 kuintal tempe untuk dijadikan keripik tempe. Dia menjual empat varian rasa keripik tempe agar lebih menarik, yaitu orginal, sapi panggang, pedas, dan barbeque.
“Sebagian besar produksi keripik tempe dijual ke konsumen di Jabodetabek. Sekitar 20 atau 30% untuk memenuhi pesanan pembeli dari Thailand atau Bahrain,” kata Martinah yang memiliki 20 karyawan untuk membuat keripik tempe.
Kramat Pela dikenal sebagai sentra produk tempe dan keripik tempe , lokasinya berada RT 009/RW 08, Jalan H Aom, Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sejak tahun 1980-an di sini dikenal sebagai sentra pembuat tempe, kemudian pada tahun 1990-an berkembang dengan ada keripik tempe.
Menurut Joko Asrori (55), Ketua RT 009, saat ini ada sekitar 40 orang pembuat tempe dan perajin tempe goreng. Sebanyak 15 orang pengusaha pembuat tempe dan 25 orang sebagai perajin keripik tempe.
“Jadi wilayah RT 009 dikenal sebagai sentra pembuat tempe dan perajin keripik tempe. Di sini ada 149 kepala keluarga atau 400 jiwa, sebagian besar terlibat dalam usaha pembuatan tempe atau keripik tempe,” katanya, Kamis (25/5/2023).
Joko Asrori yang sudah 25 tahun menjabat sebagai Ketua RT 009, juga berprofesi sebagai pembuat tempe dan perajin keripik tempe. Setiap hari untuk membuat tempe dia menghabiskan 60-70 kg kedelai dan sagu. Setelah jadi tempe yang dibentuk bulat memanjang dalam wadah plastik, kemudian diiris-iris tipis untuk diolah menjadi keripik tempe. Setelah digoreng, keripik tempe dikemas dalam plastik berklip agar tahan lama dan menarik pembeli.
Perajin Keripik Tempe Kramat Pela, Martinah (55) menunjukkan produksi keripik tempenya yang punya 4 varian rasa. Foto/SINDOnews/Wasis Wibowo
“Setiap bungkus beratnya sekitar 250-300 gram dijual dengan harga Rp15.000. Pelanggan keripik tempe saya sudah lumayan, salah satunya ke BRI pusat sebanyak 200 bungkus seminggu,” tuturnya.
Dia mengungkapkan setiap menjelang Lebaran, sekitar 2 pekan sebelum Idulfitri, biasanya pesanan keripik tempe sangat banyak. Untuk membuat tempenya, dia menghabiskan sekitar 100 kg kedelai dan sagu.
“Pokoknya menjelang Lebaran, dua atau satu minggu, pesanan keripik tempe sangat banyak. Lebaran kemarin Istri saya sampai kewalahan dan sakit karena pesanan keripik tempe datang terus,” ujarnya.
Kasmirah (55) istri Joko Asrori mengaku senang ketika banyak pesanan kripik tempe, meskipun sangat menguras tenaga. “Hasilnya lumayan, hasil jual keripik tempe seminggu bisa buat biaya umrah,” katanya.
Joko Asrori menambahkan, pembuat tempe dan perajin keripik Kramat Pela pada tahun 2020 mendapat bantuan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) berupa 10 drum stainless, 10 mesin potong, mesin press kemasan, dan kompor. “Dengan drum stainless produksi tempe kami dijamin higienis dan lebih banyak,” ucapnya.
Perajin keripik tempe lainnya, Martinah (55), mengaku setiap hari memproduksi hampir 1,5 kuintal tempe untuk dijadikan keripik tempe. Dia menjual empat varian rasa keripik tempe agar lebih menarik, yaitu orginal, sapi panggang, pedas, dan barbeque.
“Sebagian besar produksi keripik tempe dijual ke konsumen di Jabodetabek. Sekitar 20 atau 30% untuk memenuhi pesanan pembeli dari Thailand atau Bahrain,” kata Martinah yang memiliki 20 karyawan untuk membuat keripik tempe.
(nng)