Bos Bulog dan Bapanas Selow Tanggapi Rencana Vietnam Pangkas Ekspor Beras
loading...
A
A
A
JAKARTA - Vietnam sebagai negara pemasok beras dunia berencana memangkas kuota ekspor beras menjadi 4 juta ton per tahun pada 2030 dari 7,1 juta ton pada tahun lalu. Hal ini bisa berdampak ke negara importir beras termasuk Indonesia.
Meski begitu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyatakan hal tersebut bukan suatu masalah. Menurut dia, momen tersebut justru bisa dimanfaatkan Indonesia untuk memacu produksi lebih tinggi lagi.
"Ini waktunya Indonesia melakukan produksi. Tadi pas di rapat dijelaskan kenapa Bulog serapannya di bawah 1%, ini waktunya kita sama-sama produksi. Jadi, kalau produksinya lebih tinggi jauh di atas 31 juta (ton) itu akan sangat baik untuk kita," bebernya saat ditemui MNC Portal di gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Selasa (6/6/2023).
Senada, Direktur Utama Perum Bulog , Budi Waseso juga tak mempermasalahkan rencana Vietnam itu. Dia menilai, setiap negara pasti memiliki kebijakan masing-masing dan harus dihormati. AdapunIndonesia bisa mengambil alternatif negara lain sebagai pengganti Vietnam, seperti Thailand, India, Pakistan, ataupun Myanmar.
"Nggak apa-apa, karena itu kondisi situasi, negara-negara punya kebijakan. Sekarang kita harus mencari alternatif, Vietnam oke punya kebijakan itu, tapi ada Thailand, India, Pakistan, ya kita lihat saja," kata Buwas, sapaan akrab Budi Waseso.
Dia menambahkan, selama ini Indonesia tidak mematok jumlah pasti berapa ton beras yang dipasok dari Vietnam. Sehingga, dia tidak bisa menyebutkan berapa ton beras yang sekiranya mengurangi jatah masuk ke Tanah Air. "Saya tidak bergantung pada persen, ya begitu dia sanggup sekian, kita ambil, tergantung stok yang ada," tuturnya.
Untuk diketahui, Vietnam merupakan negara pengekspor beras terbesar ketiga di dunia setelah India, dan Thailand. Berdasarkan dokumen pemerintah Vietnam yang dikutip dari Reuters, pengurangan ekspor ini bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan.
“Pengurangan ekspor dilakukan untuk meningkatkan ekspor beras berkualitas tinggi, memastikan ketahanan pangan dalam negeri, melindungi lingkungan dan beradaptasi dengan perubahan iklim," tulis dokumen tersebut.
Nantinya, pengurangan ekspor akan berpengaruh terhadap pendapatan ekspor beras yang akan turun menjadi USD2,62 miliar per tahun pada 2030, turun dari USD3,45 miliar pada 2022.
Pada dokumen tersebut, disampaikan juga bahwa pada 2025 sekitar 60% dari ekspor beras Vietnam akan dikirim ke pasar Asia, 22% ke Afrika, 7% ke Amerika Serikat (AS), 4% ke Timur Tengah, dan 3% ke Eropa. Dengan demikian, ekspor beras Vietnam ke pasar Asia pada 2030 menjadi 55%, sedangkan Eropa 5%.
Vietnam disebut harus mempersiapkan diri dalam menjaga ketahanan pangan melalui pembatasan kuota ekspor menyusul terjadinya penyusutan lahan akibat perubahan iklim.
Meski begitu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyatakan hal tersebut bukan suatu masalah. Menurut dia, momen tersebut justru bisa dimanfaatkan Indonesia untuk memacu produksi lebih tinggi lagi.
"Ini waktunya Indonesia melakukan produksi. Tadi pas di rapat dijelaskan kenapa Bulog serapannya di bawah 1%, ini waktunya kita sama-sama produksi. Jadi, kalau produksinya lebih tinggi jauh di atas 31 juta (ton) itu akan sangat baik untuk kita," bebernya saat ditemui MNC Portal di gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Selasa (6/6/2023).
Senada, Direktur Utama Perum Bulog , Budi Waseso juga tak mempermasalahkan rencana Vietnam itu. Dia menilai, setiap negara pasti memiliki kebijakan masing-masing dan harus dihormati. AdapunIndonesia bisa mengambil alternatif negara lain sebagai pengganti Vietnam, seperti Thailand, India, Pakistan, ataupun Myanmar.
"Nggak apa-apa, karena itu kondisi situasi, negara-negara punya kebijakan. Sekarang kita harus mencari alternatif, Vietnam oke punya kebijakan itu, tapi ada Thailand, India, Pakistan, ya kita lihat saja," kata Buwas, sapaan akrab Budi Waseso.
Dia menambahkan, selama ini Indonesia tidak mematok jumlah pasti berapa ton beras yang dipasok dari Vietnam. Sehingga, dia tidak bisa menyebutkan berapa ton beras yang sekiranya mengurangi jatah masuk ke Tanah Air. "Saya tidak bergantung pada persen, ya begitu dia sanggup sekian, kita ambil, tergantung stok yang ada," tuturnya.
Untuk diketahui, Vietnam merupakan negara pengekspor beras terbesar ketiga di dunia setelah India, dan Thailand. Berdasarkan dokumen pemerintah Vietnam yang dikutip dari Reuters, pengurangan ekspor ini bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan.
“Pengurangan ekspor dilakukan untuk meningkatkan ekspor beras berkualitas tinggi, memastikan ketahanan pangan dalam negeri, melindungi lingkungan dan beradaptasi dengan perubahan iklim," tulis dokumen tersebut.
Nantinya, pengurangan ekspor akan berpengaruh terhadap pendapatan ekspor beras yang akan turun menjadi USD2,62 miliar per tahun pada 2030, turun dari USD3,45 miliar pada 2022.
Pada dokumen tersebut, disampaikan juga bahwa pada 2025 sekitar 60% dari ekspor beras Vietnam akan dikirim ke pasar Asia, 22% ke Afrika, 7% ke Amerika Serikat (AS), 4% ke Timur Tengah, dan 3% ke Eropa. Dengan demikian, ekspor beras Vietnam ke pasar Asia pada 2030 menjadi 55%, sedangkan Eropa 5%.
Vietnam disebut harus mempersiapkan diri dalam menjaga ketahanan pangan melalui pembatasan kuota ekspor menyusul terjadinya penyusutan lahan akibat perubahan iklim.
(ind)