Uni Eropa Bikin Aturan Suka-suka: Perketat 6 Produk Indonesia Masuk Pasarnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan saat ini negara-negara di Uni Eropa telah menjalankan Undang-undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EU Deforestation Regulation (EUDR). Kebijakan itu akan berdampak pada sulitnya akses pasar untuk beberapa komoditas asli Indonesia ke Uni Eropa.
"Ini sudah diundangkan, tanpa konsultasi dengan kita. Jadi ini regulasi yang dibuat mengatur negara lain. Biasanya kita regulasi mengatur diri sendiri, ini mengatur negara lain," ujar Airlangga dalam The New SINSW dan Agenda Diskusi: Let's Talk About INSW, Jumat (9/6/2023).
Airlangga menambahkan dengan regulasi tersebut setidaknya akan ada enam komoditas Indonesia bakal sulit untuk menembus pasar Uni Eropa, seperti kopi, kakau, karet, furniture, CPO, dan sapi. Semua produk itu akan sulit masuk ke pasar Eropa akibat penerapan EUDR.
Enam komoditas tersebut saat ini dianggap paling banyak melakukan deforestasi atau produk yang menghasilkan emisi karbon cukup tinggi dari proses produksinya. Lewat kebijakan EUDR Uni Eropa mengklasifikasikan produk yang masuk dalam tiga kategori, pertama low risk dengan tingkat emisi karbon 3%, standard risk dengan paling banyak menyumbang 6%, dan high risk paling banyak 9%.
"Mereka mengklasifikasikan negara menjadi 3, yaitu low risk, standar risk, dan high risk. Mereka melakukan klasifikasi tidak menutup mereka melakukan verifikasi. Jadi semuanya dverifikasi, yang low risk 3%, standar risk 6%, dan high risk 9%," sambung Airlangga.
"Ini tentu merupakan trade barrier baru, demikian pula kalau di kayu, konsumen tidak mau bayar, dibebankan kepada produsen. Jadi mereka menaikkan strandar tapi tidak mau menaikan cost, cost di-push seluruh ke negara produsen," lanjutnya.
Di samping itu, saat ini Uni Eropa masih belum mengakui sertifikasi yang dikeluarkan oleh LSM dari Indonesia soal klaim produk yang lebih ramah lingkungan. Artinya Uni Eropa memiliki standardisasi tersendiri akan produk-produk yang bakal masuk ke negaranya.
"Indonesia punya potensi 18 bulan dari sekarang, mereka belum mengakui yang saat ini sudah berjalan, seperti di kelapa sawit ada RSPO, mereka belum akui, dan lainnya," pungkasnya.
"Ini sudah diundangkan, tanpa konsultasi dengan kita. Jadi ini regulasi yang dibuat mengatur negara lain. Biasanya kita regulasi mengatur diri sendiri, ini mengatur negara lain," ujar Airlangga dalam The New SINSW dan Agenda Diskusi: Let's Talk About INSW, Jumat (9/6/2023).
Airlangga menambahkan dengan regulasi tersebut setidaknya akan ada enam komoditas Indonesia bakal sulit untuk menembus pasar Uni Eropa, seperti kopi, kakau, karet, furniture, CPO, dan sapi. Semua produk itu akan sulit masuk ke pasar Eropa akibat penerapan EUDR.
Enam komoditas tersebut saat ini dianggap paling banyak melakukan deforestasi atau produk yang menghasilkan emisi karbon cukup tinggi dari proses produksinya. Lewat kebijakan EUDR Uni Eropa mengklasifikasikan produk yang masuk dalam tiga kategori, pertama low risk dengan tingkat emisi karbon 3%, standard risk dengan paling banyak menyumbang 6%, dan high risk paling banyak 9%.
"Mereka mengklasifikasikan negara menjadi 3, yaitu low risk, standar risk, dan high risk. Mereka melakukan klasifikasi tidak menutup mereka melakukan verifikasi. Jadi semuanya dverifikasi, yang low risk 3%, standar risk 6%, dan high risk 9%," sambung Airlangga.
"Ini tentu merupakan trade barrier baru, demikian pula kalau di kayu, konsumen tidak mau bayar, dibebankan kepada produsen. Jadi mereka menaikkan strandar tapi tidak mau menaikan cost, cost di-push seluruh ke negara produsen," lanjutnya.
Di samping itu, saat ini Uni Eropa masih belum mengakui sertifikasi yang dikeluarkan oleh LSM dari Indonesia soal klaim produk yang lebih ramah lingkungan. Artinya Uni Eropa memiliki standardisasi tersendiri akan produk-produk yang bakal masuk ke negaranya.
"Indonesia punya potensi 18 bulan dari sekarang, mereka belum mengakui yang saat ini sudah berjalan, seperti di kelapa sawit ada RSPO, mereka belum akui, dan lainnya," pungkasnya.
(uka)