Moratorium Batu Bara ke Filipina Buat Industri Pelayaran RI Lesu

Jum'at, 29 Juli 2016 - 15:22 WIB
Moratorium Batu Bara ke Filipina Buat Industri Pelayaran RI Lesu
Moratorium Batu Bara ke Filipina Buat Industri Pelayaran RI Lesu
A A A
JAKARTA - Indonesian National Shipowners Association (INSA) atau Asosiasi Perusahaan Pelayaran Nasional memintah pemerintah menjamin keamanan dalam kegiatan pelayaran nasional. Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto mengatakan, perusahaan pelayaran anggota INSA telah mentaati kebijakan pemerintah dalam hal ini moratorium pengiriman batu bara ke Filipina sampai menunggu adanya kepastian keamanan dari pemerintah Filipina.

Akan tetapi, menurutnya kebijakan tersebut akan berdampak pada semakin lesunya industri pelayaran nasional lantaran bertambahnya kapal-kapal yang tidak beroperasi (idle). Sebelum adanya pelarangan sementara kegiatan ekspor batu bara ke Filipina, jumlah kapal yang idle sebanyak 30%. Carmelita mengungkapkan, potensi pengiriman batu bara dari Indonesia ke Filipina sangat besar.

Hal ini merupakan peluang bagi perusahaan pelayaran nasional. Namun peluang tersebut terancam hilang karena adanya kebijakan moratorium akibat aksi penculikan dan penyanderaan ABK (Anak Buah Kapal). "Apabila permasalahan ini tidak segera diselesaikan, maka peluang ini akan diambil oleh negara lain seperti Rusia dan Australia," kata Carmelita dalam acara diskusi di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Jumat (29/7/2016).

Sebagai catatan, penculikan dan penyanderaan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia kembali terjadi. Insiden terakhir terjadi di perairan Sabah, Malaysia, 3 orang ABK Indonesia diculik oleh komplotan yang diduga dari kelompok Abu Sayyaf. Kasus penculikan di perairan Sabah terjadi saat Indonesia tengah berupaya membebaskan tujuh WNI lainnya yang diculik di Laut Sulu, barat daya Filipina.

Akibat insiden penculikan dan penyanderaan ini, Indonesia melakukan moratorium pengiriman batu bara ke Filipina tetap berlanjut sampai wilayah maritim di sekitar Sulawesi, Zamboangana, dan Sulu dipastikan aman. Carmelita menuturkan, rencana pemerintah untuk menempatkan aparat keamanan di atas kapal bukanlah solusi yang tepat untuk mengantisipasi terjadinya penculikan dan pembajakan di laut karena akan menambah beban operasional kapal.

Hal ini diterangkan juga tidak sesuai dengan regulasi International Maritime Organization (IMO), kecuali untuk area yang dinyatakan highrisk. Atas dasar itu, INSA mengusulkan agar adanya peningkatan keamanan kawasan teritorial sesuai dengan kesepakatan bersama yang telah dilakukan antara pemerintah RI, Filipina dan Jepang.

Pengingkatan keamanan kawasan dapat dilakukan dengan menambah armada kapal-kapal patroli, meningkatkan jam patroli kapal dan meningkatan kerja sama dengan pemerintahan lain seperti Filipina, Malaysia dan Jepang. Dan untuk kasus penyanderaan ABK WNI oleh kelompok Abu Sayyaf pemerintah Filipina harus ikut bertanggung jawab dalam penyelesaian dan keselamatan WNI yang disandera hingga kepulangannya ke Indonesia.

"Kita berharap solusi tersebut dapat memberikan keamanan di wilayah teritori kita dan perbatasan antar negara kawasan. Sehingga kegiatan perekonomian antar kawasan tidak terganggu," ujar Carmelita.

Carmelita menambahkan, bahwa Indonesia adalah negara berdaulat yang seluruh keamanan di batas teritorialnya dijamin keamanannya. Oleh karena itu, INSA mendorong agar pemerintah Indonesia dan Filipina bisa menjamin keamanan seluruh teritori dari ancaman yang dapat menggangu kegiatan pelayaran nasional terutama pengangkutan batu bara menggunakan tug and barge, termasuk menjamin keamanan dan kenyamanan pada saat melakukan kegiatan ekspor menuju negara tujuan.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3423 seconds (0.1#10.140)