Dukung Larangan Ekspor Batu Bara, Kemenhub Pantau Sektor Angkutan Kapal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perhubungan merilis surat yang mendukung kebijakan larangan ekspor batu bara hingga 31 Januari mendatang. Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Laut Arif Toha mengatakan aturan tersebut tertuang dalam surat dengan No. UM.006/25/20/DA-2021.
"Surat ini ditujukan kepada para direktur utama perusahaan angkutan laut nasional dan para direktur utama perusahaan nasional keagenan kapal," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (3/1/2022).
Aturan larangan diterbitkan dalam rangka menindaklanjuti surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor B- 1605/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, dengan hal Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum dan surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor B- 1611/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, dengan hal Pelarangan Penjualan Batubara ke Luar Negeri.
"Dengan ini diimbau untuk tidak melayani pengapalan muatan batu bara yang akan diekspor dengan kapal yang dimiliki/dioperasikan dan/atau diageni selama periode 1 Januari sd. 31 Januari 2022," ujar Arif.
Selanjutnya Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Mugen Sartoto mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Perhubungan Laut memberikan dukungan untuk larangan pengapalan ekspor batu bara tersebut dengan meminta para kepala kantor kesyahbandaran utama, para kepala kantor otoritas pelabuhan utama, kepala kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan khusus batam, para kepala kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan, dan para kepala kantor unit penyelenggara pelabuhan untuk tidak menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB).
Capt. Mugen mengatakan hal tersebut dilakukan berdasarkan surat dari Kementerian ESDM yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut yang menjelaskan bahwa PT PLN telah menginformasikan adanya krisis pasokan batu bara pada PLTU Grup PLN dan independent power producer (IPP), sehingga akan mengganggu operasional PLTU yang berdampak pada sistem kelistrikan nasional.
"SPB sebagai instrumen terakhir untuk kapal bisa berlayar, hanya diberikan ketika muatan dan kapal sudah clear and clean dengan dokumen-dokumen pendukungnya," pungkasnya.
"Surat ini ditujukan kepada para direktur utama perusahaan angkutan laut nasional dan para direktur utama perusahaan nasional keagenan kapal," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (3/1/2022).
Aturan larangan diterbitkan dalam rangka menindaklanjuti surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor B- 1605/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, dengan hal Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum dan surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor B- 1611/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, dengan hal Pelarangan Penjualan Batubara ke Luar Negeri.
"Dengan ini diimbau untuk tidak melayani pengapalan muatan batu bara yang akan diekspor dengan kapal yang dimiliki/dioperasikan dan/atau diageni selama periode 1 Januari sd. 31 Januari 2022," ujar Arif.
Selanjutnya Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Mugen Sartoto mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Perhubungan Laut memberikan dukungan untuk larangan pengapalan ekspor batu bara tersebut dengan meminta para kepala kantor kesyahbandaran utama, para kepala kantor otoritas pelabuhan utama, kepala kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan khusus batam, para kepala kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan, dan para kepala kantor unit penyelenggara pelabuhan untuk tidak menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB).
Capt. Mugen mengatakan hal tersebut dilakukan berdasarkan surat dari Kementerian ESDM yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut yang menjelaskan bahwa PT PLN telah menginformasikan adanya krisis pasokan batu bara pada PLTU Grup PLN dan independent power producer (IPP), sehingga akan mengganggu operasional PLTU yang berdampak pada sistem kelistrikan nasional.
"SPB sebagai instrumen terakhir untuk kapal bisa berlayar, hanya diberikan ketika muatan dan kapal sudah clear and clean dengan dokumen-dokumen pendukungnya," pungkasnya.
(uka)