Sudah Cair USD1 Miliar, Pemerintah Bakal Tarik Kembali Pinjaman USD5,5 Miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mencatat pada semester I telah menarik pinjaman program dari lembaga multilateral senilai USD1,8 miliar atau sekitar Rp26,1 triliun (kurs Rp 14.500 per dolar AS).
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan, total jumlah pinjaman tersebut berasal dari Bank Dunia , Bank Pembangunan Asia (ADB), Kreditanstalt fĂĽr Wiederaufbau (KfW), Agence Francaise de Developpement (AFD), dan dari Japan International Cooperation Agency (JICA).
"Tapi WB (Bank Dunia) dan ADB seperti biasa ada beberapa paket. Jadi bukan berarti WB sudah habis, dan enggak ada lagi di semester II. Bukan berarti ADB tidak ada lagi semester II," jelas Luky di Jakarta, Jumat (24/7/2020). ( Baca juga:BI Punya Andil Bikin Kinerja Lelang Surat Utang Jadi Moncer )
Dia merinci, besaran pinjaman yang diterima pemerintah dari masing-masing lembaga multilateral tersebut. Dari Bank Dunia sebesar USD300 juta, ADB USD500 juta , sementara KfW 500 juta euro. Sementara dari AFD 100 juta euro, dan JICA 31,8 miliar yen.
"Dengan kebutuhan penarikan utang dari lembaga multilateral yang sudah terpenuhi USD1,8 miliar maka pemerintah masih akan menarik sekitar USD5,5 miliar," jelasnya.
Dia pun menyesuaikan jenis mata uang dengan masa jatuh tempo pembayaran. Serta melakukan negosiasi dengan lender untuk bisa membayar dengan nilai tukar yang saat itu sedang murah.
"Ini salah satu contoh yang kita lakukan dalam pengelolaan risiko. Misalnya ada outstanding utang, kita ke ADB karena saat ini euro dan yen sedang murah. Kemudian kita konversikan, kita negosiasikan dengan lembaga mitra kita, ADB (Asian Development Bank). Akhirnya kita bisa konversikan," tandasnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan, total jumlah pinjaman tersebut berasal dari Bank Dunia , Bank Pembangunan Asia (ADB), Kreditanstalt fĂĽr Wiederaufbau (KfW), Agence Francaise de Developpement (AFD), dan dari Japan International Cooperation Agency (JICA).
"Tapi WB (Bank Dunia) dan ADB seperti biasa ada beberapa paket. Jadi bukan berarti WB sudah habis, dan enggak ada lagi di semester II. Bukan berarti ADB tidak ada lagi semester II," jelas Luky di Jakarta, Jumat (24/7/2020). ( Baca juga:BI Punya Andil Bikin Kinerja Lelang Surat Utang Jadi Moncer )
Dia merinci, besaran pinjaman yang diterima pemerintah dari masing-masing lembaga multilateral tersebut. Dari Bank Dunia sebesar USD300 juta, ADB USD500 juta , sementara KfW 500 juta euro. Sementara dari AFD 100 juta euro, dan JICA 31,8 miliar yen.
"Dengan kebutuhan penarikan utang dari lembaga multilateral yang sudah terpenuhi USD1,8 miliar maka pemerintah masih akan menarik sekitar USD5,5 miliar," jelasnya.
Dia pun menyesuaikan jenis mata uang dengan masa jatuh tempo pembayaran. Serta melakukan negosiasi dengan lender untuk bisa membayar dengan nilai tukar yang saat itu sedang murah.
"Ini salah satu contoh yang kita lakukan dalam pengelolaan risiko. Misalnya ada outstanding utang, kita ke ADB karena saat ini euro dan yen sedang murah. Kemudian kita konversikan, kita negosiasikan dengan lembaga mitra kita, ADB (Asian Development Bank). Akhirnya kita bisa konversikan," tandasnya.
(uka)