Wirausaha Berperan Penting dalam Perkembangan Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, wirausaha berperan sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Keberadaan wirausaha memberikan dampak yang positif pada aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
"Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong tumbuhnya wirausaha di Indonesia, dengan menyiapkan dua program utama, yakni program peningkatan populasi wirausaha baru dan program wirausaha yang inovatif," kata Menteri Agus Gumiwang saat menjadi keynote speaker pada FGD dengan tema Peran Strategis Dunia Usaha dalam Pengembangan Ekonomi Berbasis Pengetahuan yang digelar Aliansi Kebangsaan secara daring, Jumat (16/6/2023).
FGD dimoderatori dosen Universita Krisnadwipayana (Unkris) Dr. Susetya Herawati, dengan narasumber pengusaha dan pendiri sekaligus Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Deputi Ekonomi BAPPENAS Amalia Adininggar Widyasanti PhD, dan Ekonom Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati PhD.
Menurut Agus Gumiwang, sektor usaha nonmigas hingga saat ini masih menjadi penopang utama perekonomian nasional. Beberapa indikatornya antara lain kontribusi industry non migas terhadap PDB sebesar 16,77% pada triwulan pertama 2023, dan kontribusi ekspor nonmigas sebesar 70,2% dari total ekspor nasional.
"Untuk meningkatkan daya saing dan menjaga ketahanan industri perlu peran strategis dari teknologi," ujar dia.
Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengatakan meski teknologi memegang peranan penting dalam sektor usaha nonmigas, namun penguasaan teknologi Indonesia masih sangat rendah. Hal ini antara lain disebabkan belum terbangunnya ekosistem inovasi nasional yang kondusif bagi pengembangan sains dan teknologi, baik pada aspek regulasi, tata kelola, alokasi sumber daya maupun peraturan kelembagaan.
“Dari sisi kelembagaan, sinergi dan kolaborasi tiga pihak atau triple helix antara perguruan tinggi atau lembaga riset, pemerintah dan dunia usaha juga belum menunjukkan kinerja yang memadai,” jelas Pontjo.
Menurut Pontjo, proses hilirisasi hasil riset dan inovasi yang dihasilkan lembaga riset atau perguruan tinggi hingga kini masih menghadapi berbagai masalah. Terutama adanya jurang yang sangat lebar antara lembaga riset dengan dunia industri. Proses hilirisasi hasil riset bahkan merupakan fase sangat kritis, sehingga sering disebut sebagai lembah kematian dari inovasi.
Persoalan besar lainnya, lanjut Ponjto adalah ancaman kekuatan global baik oleh entitas negara (state actor) maupun nonnegara (non state actor) yang memang tidak menghendaki Indonesia menjadi negara maju.
“Sementara di dalam negeri, Indonesia masih menghadapi praktik mafia pemburu rente dalam bidang perekonomian atau perdagangan. Para pemburu rente ini dijadikan proxy oleh kekuatan global,” kata dia.
Pontjo sepakat dengan pandangan Menteri Agus terkait peran strategis dunia usaha. Menurut Pontjo dalam kolaborasi kelembagaan triple helix, dunia usaha atau industry berperan sebagai pendorong, pengembang, pengguna sekaligus memasarkan hasil riset dan inovasi teknologi.
“Dalam pengembangan sains dan teknologi, selama ini kita berada dalam jebakan negara dominan, bahwa segalanya harus oleh negara. Kondisi ini tentu menjauhkan kita dari inovasi,” kata Pontjo.
Menurut Pontjo, pengembangan sains dan teknologi tidak bisa lepas dari peran dunia usaha. Dan ini harus disadari tidak saja oleh dunia usaha tetapi juga oleh pemerintah serta masyarakat. Oleh karena itu kepentingan memajukan dunia usaha harus menjadi kepentingn bersama antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat.
Sayangnya, saat ini masih banyak pengusaha yang men-subordinasikan diri kepada kekuasaan. Artinya bisnis yang dibangun bukan hasil persaingan usaha yang sehat dan inovatif, tetapi dari privilege dan konsesi yang diberikan patron politik. “Inilah tantangan besar dunia usaha yang kita hadapi dewasa ini,” kata Pontjo.
Jumlah pengusaha di Indonesia saat ini baru sekitar 3,1% dari jumlah penduduk. Jumlah ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Singapura 8,76%, Malaysia 4,74% dan Thailand 4,26%.
Dari jumlah yang ada pun kata Pontjo, belum semua pengusaha ikut berperan dalam mengembangkan inovasi teknologi yang sangat diperlukan dalam mendorong kemandirian ekonomi.
"Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong tumbuhnya wirausaha di Indonesia, dengan menyiapkan dua program utama, yakni program peningkatan populasi wirausaha baru dan program wirausaha yang inovatif," kata Menteri Agus Gumiwang saat menjadi keynote speaker pada FGD dengan tema Peran Strategis Dunia Usaha dalam Pengembangan Ekonomi Berbasis Pengetahuan yang digelar Aliansi Kebangsaan secara daring, Jumat (16/6/2023).
FGD dimoderatori dosen Universita Krisnadwipayana (Unkris) Dr. Susetya Herawati, dengan narasumber pengusaha dan pendiri sekaligus Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Deputi Ekonomi BAPPENAS Amalia Adininggar Widyasanti PhD, dan Ekonom Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati PhD.
Menurut Agus Gumiwang, sektor usaha nonmigas hingga saat ini masih menjadi penopang utama perekonomian nasional. Beberapa indikatornya antara lain kontribusi industry non migas terhadap PDB sebesar 16,77% pada triwulan pertama 2023, dan kontribusi ekspor nonmigas sebesar 70,2% dari total ekspor nasional.
"Untuk meningkatkan daya saing dan menjaga ketahanan industri perlu peran strategis dari teknologi," ujar dia.
Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengatakan meski teknologi memegang peranan penting dalam sektor usaha nonmigas, namun penguasaan teknologi Indonesia masih sangat rendah. Hal ini antara lain disebabkan belum terbangunnya ekosistem inovasi nasional yang kondusif bagi pengembangan sains dan teknologi, baik pada aspek regulasi, tata kelola, alokasi sumber daya maupun peraturan kelembagaan.
“Dari sisi kelembagaan, sinergi dan kolaborasi tiga pihak atau triple helix antara perguruan tinggi atau lembaga riset, pemerintah dan dunia usaha juga belum menunjukkan kinerja yang memadai,” jelas Pontjo.
Menurut Pontjo, proses hilirisasi hasil riset dan inovasi yang dihasilkan lembaga riset atau perguruan tinggi hingga kini masih menghadapi berbagai masalah. Terutama adanya jurang yang sangat lebar antara lembaga riset dengan dunia industri. Proses hilirisasi hasil riset bahkan merupakan fase sangat kritis, sehingga sering disebut sebagai lembah kematian dari inovasi.
Persoalan besar lainnya, lanjut Ponjto adalah ancaman kekuatan global baik oleh entitas negara (state actor) maupun nonnegara (non state actor) yang memang tidak menghendaki Indonesia menjadi negara maju.
“Sementara di dalam negeri, Indonesia masih menghadapi praktik mafia pemburu rente dalam bidang perekonomian atau perdagangan. Para pemburu rente ini dijadikan proxy oleh kekuatan global,” kata dia.
Pontjo sepakat dengan pandangan Menteri Agus terkait peran strategis dunia usaha. Menurut Pontjo dalam kolaborasi kelembagaan triple helix, dunia usaha atau industry berperan sebagai pendorong, pengembang, pengguna sekaligus memasarkan hasil riset dan inovasi teknologi.
“Dalam pengembangan sains dan teknologi, selama ini kita berada dalam jebakan negara dominan, bahwa segalanya harus oleh negara. Kondisi ini tentu menjauhkan kita dari inovasi,” kata Pontjo.
Menurut Pontjo, pengembangan sains dan teknologi tidak bisa lepas dari peran dunia usaha. Dan ini harus disadari tidak saja oleh dunia usaha tetapi juga oleh pemerintah serta masyarakat. Oleh karena itu kepentingan memajukan dunia usaha harus menjadi kepentingn bersama antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat.
Sayangnya, saat ini masih banyak pengusaha yang men-subordinasikan diri kepada kekuasaan. Artinya bisnis yang dibangun bukan hasil persaingan usaha yang sehat dan inovatif, tetapi dari privilege dan konsesi yang diberikan patron politik. “Inilah tantangan besar dunia usaha yang kita hadapi dewasa ini,” kata Pontjo.
Jumlah pengusaha di Indonesia saat ini baru sekitar 3,1% dari jumlah penduduk. Jumlah ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Singapura 8,76%, Malaysia 4,74% dan Thailand 4,26%.
Baca Juga
Dari jumlah yang ada pun kata Pontjo, belum semua pengusaha ikut berperan dalam mengembangkan inovasi teknologi yang sangat diperlukan dalam mendorong kemandirian ekonomi.
(uka)