Produksi Karet RI Merosot, Pengusaha Pilih Impor untuk Penuhi Kontrak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha karet menyatakan produksi karet dalam negeri terus mengalami penurunan sejak tahun 2017 lalu. Imbasnya, aktivitas ekspor pun jadi menurun.
Executive Director Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Erwin Tunas mengungkapkan, rata-rata penurunan ekspor karet setiap tahunnya sebesar 10%. Penurunan tersebut diproyeksikan berlanjut pada tahun ini.
"Iya memang, ekspor karet mengalami penurunan, jadi rata-rata hampir kena 10% tiap tahun sejak 2017,” ungkap Erwin saat ditemui MNC Portal Indonesia (MPI) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2023).
“Waktu pertama kali tahun 2017 kita ekspor itu sekitar 3,3 juta ton, tahun 2022 turun menjadi sekitar 2,1 juta ton, kemudian diprediksi tahun ini akan sulit dipertahankan bahkan akan menurun. Mungkin turunnya bisa 10% lagi atau sekitar 1,8 juta ton," urainya.
Menurut dia, lantaran Indonesia tidak bisa memenuhi perjanjian kontrak ekspor dengan para buyer, maka mau tidak mau harus melakukan importasi karet dari negara lain agar kebutuhan industri di dalam negeri tetap berjalanan dan perjanjian kontrak bisa diteruskan. Adapun jumlah karet yang diimpor tiap tahun mencapai 100.000 ton.
"Gini, posisi kontrak kita kalau kita lagi nggak match, karena kontraknya kan sistemnya itu adalah long term, jadi kita selalu melakukan long term kontrak yang artinya kita udah terikat pada buyer,” ungkapnya.
“Misalnya, di bulan Juli kita itu harus ekspor berapa, Agustus berapa, September berapa. Tanda tangan kontrak itu harus dibuat pada bulan April itu untuk membuat sampai dengan Desember. Nah pada saat kita lihat ternyata pada saat Oktober apa yang kita perkirakan kita pikir bisa penuhi ternyata tidak ada, jadi otomatis kita cari kontrak lain atau impor, gitu," bebernya.
Erwin menambahkan, negara pemasok karet untuk Indonesia bervariasi, namun sebagian besar dari Afrika. Kendati demikian, dia menilai, ketergantungan Indonesia dengan Afrika ini tidak bisa diharapkan dalam waktu yang lama.
Pasalnya, banyak Industri China yang berinvestasi di Afrika, sehingga secara tidak langsung produksi karet di Afrika akan dipasok untuk China.
"Tapi memang ke depannya tidak bisa diharapkan langgeng, karena banyak industri di Cina pun investasi langsung di sana (Afrika), untuk mengolah jadi bahan baku industri juga," pungkasnya.
Executive Director Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Erwin Tunas mengungkapkan, rata-rata penurunan ekspor karet setiap tahunnya sebesar 10%. Penurunan tersebut diproyeksikan berlanjut pada tahun ini.
"Iya memang, ekspor karet mengalami penurunan, jadi rata-rata hampir kena 10% tiap tahun sejak 2017,” ungkap Erwin saat ditemui MNC Portal Indonesia (MPI) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2023).
“Waktu pertama kali tahun 2017 kita ekspor itu sekitar 3,3 juta ton, tahun 2022 turun menjadi sekitar 2,1 juta ton, kemudian diprediksi tahun ini akan sulit dipertahankan bahkan akan menurun. Mungkin turunnya bisa 10% lagi atau sekitar 1,8 juta ton," urainya.
Menurut dia, lantaran Indonesia tidak bisa memenuhi perjanjian kontrak ekspor dengan para buyer, maka mau tidak mau harus melakukan importasi karet dari negara lain agar kebutuhan industri di dalam negeri tetap berjalanan dan perjanjian kontrak bisa diteruskan. Adapun jumlah karet yang diimpor tiap tahun mencapai 100.000 ton.
"Gini, posisi kontrak kita kalau kita lagi nggak match, karena kontraknya kan sistemnya itu adalah long term, jadi kita selalu melakukan long term kontrak yang artinya kita udah terikat pada buyer,” ungkapnya.
“Misalnya, di bulan Juli kita itu harus ekspor berapa, Agustus berapa, September berapa. Tanda tangan kontrak itu harus dibuat pada bulan April itu untuk membuat sampai dengan Desember. Nah pada saat kita lihat ternyata pada saat Oktober apa yang kita perkirakan kita pikir bisa penuhi ternyata tidak ada, jadi otomatis kita cari kontrak lain atau impor, gitu," bebernya.
Erwin menambahkan, negara pemasok karet untuk Indonesia bervariasi, namun sebagian besar dari Afrika. Kendati demikian, dia menilai, ketergantungan Indonesia dengan Afrika ini tidak bisa diharapkan dalam waktu yang lama.
Pasalnya, banyak Industri China yang berinvestasi di Afrika, sehingga secara tidak langsung produksi karet di Afrika akan dipasok untuk China.
"Tapi memang ke depannya tidak bisa diharapkan langgeng, karena banyak industri di Cina pun investasi langsung di sana (Afrika), untuk mengolah jadi bahan baku industri juga," pungkasnya.
(ind)