BPS Gelar Sensus Pertanian 2023, Begini Cara Pengumpulan Datanya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) tahun ini kembali menggelar sensus pertanian . Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memberikan gambaran terkait kondisi sektor pertanian terkini di dalam negeri secara komprehensif.
Sensus Pertanian 2023 (ST2023) yang dimulai sejak 1 Juni hingga 31 Juli mendatang merupakan sensus pertanian ketujuh yang dilaksanakan oleh BPS sejak dimulai pada 1963 berdasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik.
Sekretaris Utama BPS, Atqo Mardiyanto berharap, data hasil ST2023 dapat menjadi rujukan penyusunan kebijakan strategis di sektor pertanian yang lebih tepat sasaran.
Adapun responden yang disasar oleh ST2023 terdiri dari Usaha Pertanian Perorangan (UTP) seperti petani perorangan, nelayan, pembudidaya ikan, pembudidaya tanaman kehutanan, dan lain-lain.
Kemudian Usaha Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB), dan Usaha Pertanian Lainnya (UTL) seperti kelompok tani, kegiatan pertanian yang dilakukan pondok pesantren, dan lain-lain.
Senada, Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan BPS, Kadarmanto mengatakan, cakupan responden ST2023 lebih luas dibandingkan responden sensus pertanian pada 2013 lalu, yang hanya menyensus rumah tangga petani atau UTP.
Pada ST2013 pengumpulan data dilakukan hanya dengan menggunakan metode Paper Assisted Personal Interviewing (PAPI).
Sementara pada ST2023, pengumpulan data dilakukan dengan tiga metode, yang terdiri dari PAPI, Computed Assisted Personal Interviewing (CAPI), dan Computer Assisted Web Interviewing (CAWI).
“ST2023 sekarang memiliki inovasi berupa penggunaan tiga metode pengumpulan data, yakni PAPI, CAPI, dan CAWI, karena cakupan respondennya lebih lengkap, tidak hanya rumah tangga pertanian, tapi juga usaha pertanian,” ungkapnya melalui keterangan pers, Rabu (21/6/2023).
Dengan metode PAPI, petugas menggunakan kuesioner kertas saat mewawancarai responden. Sementara, dengan metode CAPI, petugas menggunakan kuesioner elektronik yang tersedia dalam gawai atau ponsel mereka saat mewawancarai responden. Selanjutnya, metode CAWI memungkinkan responden menjawab kuesioner secara mandiri melalui aplikasi web.
Perbedaan metode sensus untuk setiap jenis responden petugas ST2023 akan menggunakan metode PAPI dan CAPI untuk menyensus Unit Pertanian Perorangan (UTP) dengan dua pendekatan berbeda antara daerah konsentrasi UTP dan non konsentrasi UTP.
Untuk menyensus UTP di daerah konsentrasi UTP baik di pedesaan maupun di perkotaan, petugas akan mendatangi petani dari rumah ke rumah atau door to door guna melakukan sensus dengan metode PAPI atau CAPI.
Sementara itu, di daerah non konsentrasi UTP, petugas akan melakukan pendekatan snowball, yakni dengan mendatangi ketua Rukun Tetangga (RT) setempat untuk bertanya mengenai siapa saja UTP yang tinggal di wilayah RT tersebut.
Setelah menyensus UTP yang bersangkutan, petugas ST2023 akan menanyakan apakah UTP tersebut mengenal tetangga mereka yang juga petani tapi belum disurvei oleh BPS.
“Jadi responden UTP di daerah non konsentrasi bisa bertambah banyak seperti bola salju (snow ball) yang semakin lama semakin besar. Dengan ini, sensus yang dilakukan di daerah non konsentrasi UTP seperti Jakarta, akan lebih efektif,” terang dia.
Petugas sensus akan mendatangi pelaku usaha pertanian dengan menggunakan atribut resmi yang mudah dikenali, yakni topi berlogo ST2023, tanda pengenal, dan dilengkapi surat tugas dari BPS kabupaten atau kota setempat.
Sementara itu, untuk UPB biasanya lebih terorganisir, BPS mengutamakan pelaksanaan sensus dengan metode CAWI dimana setiap UPB akan dikirim whatsapp blast berisi tautan atau link kuesioner online yang perlu diisi. Untuk UTL diutamakan memakai CAPI.
“Jadi kita tawarkan kepada UPB untuk melakukan pengisian kuesioner secara mandiri. Kalau tidak ada respons, atau mereka merespons dengan meminta petugas mendatangi mereka, kami akan minta petugas datang dan melakukan sensus dengan metode CAPI,” tuturnya. “Sedangkan UTL yang awalnya memakai CAPI jika tidak bisa maka dimitigasi untuk menggunakan CAWI,” tambah dia.
Sensus Pertanian 2023 (ST2023) yang dimulai sejak 1 Juni hingga 31 Juli mendatang merupakan sensus pertanian ketujuh yang dilaksanakan oleh BPS sejak dimulai pada 1963 berdasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik.
Sekretaris Utama BPS, Atqo Mardiyanto berharap, data hasil ST2023 dapat menjadi rujukan penyusunan kebijakan strategis di sektor pertanian yang lebih tepat sasaran.
Adapun responden yang disasar oleh ST2023 terdiri dari Usaha Pertanian Perorangan (UTP) seperti petani perorangan, nelayan, pembudidaya ikan, pembudidaya tanaman kehutanan, dan lain-lain.
Kemudian Usaha Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB), dan Usaha Pertanian Lainnya (UTL) seperti kelompok tani, kegiatan pertanian yang dilakukan pondok pesantren, dan lain-lain.
Senada, Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan BPS, Kadarmanto mengatakan, cakupan responden ST2023 lebih luas dibandingkan responden sensus pertanian pada 2013 lalu, yang hanya menyensus rumah tangga petani atau UTP.
Pada ST2013 pengumpulan data dilakukan hanya dengan menggunakan metode Paper Assisted Personal Interviewing (PAPI).
Sementara pada ST2023, pengumpulan data dilakukan dengan tiga metode, yang terdiri dari PAPI, Computed Assisted Personal Interviewing (CAPI), dan Computer Assisted Web Interviewing (CAWI).
“ST2023 sekarang memiliki inovasi berupa penggunaan tiga metode pengumpulan data, yakni PAPI, CAPI, dan CAWI, karena cakupan respondennya lebih lengkap, tidak hanya rumah tangga pertanian, tapi juga usaha pertanian,” ungkapnya melalui keterangan pers, Rabu (21/6/2023).
Dengan metode PAPI, petugas menggunakan kuesioner kertas saat mewawancarai responden. Sementara, dengan metode CAPI, petugas menggunakan kuesioner elektronik yang tersedia dalam gawai atau ponsel mereka saat mewawancarai responden. Selanjutnya, metode CAWI memungkinkan responden menjawab kuesioner secara mandiri melalui aplikasi web.
Perbedaan metode sensus untuk setiap jenis responden petugas ST2023 akan menggunakan metode PAPI dan CAPI untuk menyensus Unit Pertanian Perorangan (UTP) dengan dua pendekatan berbeda antara daerah konsentrasi UTP dan non konsentrasi UTP.
Untuk menyensus UTP di daerah konsentrasi UTP baik di pedesaan maupun di perkotaan, petugas akan mendatangi petani dari rumah ke rumah atau door to door guna melakukan sensus dengan metode PAPI atau CAPI.
Sementara itu, di daerah non konsentrasi UTP, petugas akan melakukan pendekatan snowball, yakni dengan mendatangi ketua Rukun Tetangga (RT) setempat untuk bertanya mengenai siapa saja UTP yang tinggal di wilayah RT tersebut.
Setelah menyensus UTP yang bersangkutan, petugas ST2023 akan menanyakan apakah UTP tersebut mengenal tetangga mereka yang juga petani tapi belum disurvei oleh BPS.
“Jadi responden UTP di daerah non konsentrasi bisa bertambah banyak seperti bola salju (snow ball) yang semakin lama semakin besar. Dengan ini, sensus yang dilakukan di daerah non konsentrasi UTP seperti Jakarta, akan lebih efektif,” terang dia.
Petugas sensus akan mendatangi pelaku usaha pertanian dengan menggunakan atribut resmi yang mudah dikenali, yakni topi berlogo ST2023, tanda pengenal, dan dilengkapi surat tugas dari BPS kabupaten atau kota setempat.
Sementara itu, untuk UPB biasanya lebih terorganisir, BPS mengutamakan pelaksanaan sensus dengan metode CAWI dimana setiap UPB akan dikirim whatsapp blast berisi tautan atau link kuesioner online yang perlu diisi. Untuk UTL diutamakan memakai CAPI.
“Jadi kita tawarkan kepada UPB untuk melakukan pengisian kuesioner secara mandiri. Kalau tidak ada respons, atau mereka merespons dengan meminta petugas mendatangi mereka, kami akan minta petugas datang dan melakukan sensus dengan metode CAPI,” tuturnya. “Sedangkan UTL yang awalnya memakai CAPI jika tidak bisa maka dimitigasi untuk menggunakan CAWI,” tambah dia.
(ind)