Bahan Baku Melimpah, Indonesia Berpeluang Jadi Produsen Mobil Listrik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia dinilai telah siap menjadi produsen kendaraan listrik meskipun harus bekerja sama dengan negara lain yang sudah memiliki teknologi lebih maju. Indonesia juga memiliki cadangan bahan baku berupa nikel dan kobalt sangat besar untuk dikembangkan menjadi industri baterai litium sebagai komponen utama kendaraan listrik.
Dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang mobil listrik diperkirakan akan menjadi kebutuhan mendasar suatu negara. Negara-negara di Eropa pada 2030 bahkan sudah tidak diperbolehkan menggunakan mobil berbahan bakar fosil sehingga diwajibkan untuk menjadikan mobil listrik sebagai alat transportasi utama.
Kondisi ini merupakan peluang yang harus ditangkap oleh Indonesia. Pasalnya, nikel dan kobalt sebagai bahan baku pembuat baterai litium sangat melimpah di negeri ini. Baterai litium merupakan komponen utama mobil listrik.
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, hilirisasi nikel yang sedang dilakukan pemerintah bisa menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dunia baterai litium. Indonesia akan mendorong terus pengembangan baterai litium untuk kendaraan listrik. Selain Indonesia menjadi pemain utama dunia bahan baku baterai litium, penggunaan kendaraan listrik juga berdampak pada pengurangan impor minyak karena kendaraan berbasis energi fosil berkurang. (Baca: Delapan Mobil Listrik Ini Berhasil Curi Perhatian di 2020)
Penasihat Khusus Bidang Kebijakan Inovasi dan Daya Saing Industri Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Satryo Soemantri Brodjonegoro menilai, Indonesia tidak ingin menjadi importir kendaraan terus-menerus, tapi harus bisa memproduksi kendaraan listrik. “Dari sisi teknologi sebenarnya Indonesia sudah bisa menguasai," kata Satryo saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Pemerintah juga mendorong swasta yang selama ini mengimpor kendaraan listrik untuk segera membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia dengan menggandeng prinsipal dari luar negeri. Keinginan dan komitmen Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik dituangkan dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Perpres ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik.
Menurut Satryo, untuk tahap pertama Indonesia akan mencoba pengembangan dua hal. Pertama, mengembangkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, dan kedua mengembangkan baterai litium sebagai komponen penggerak utama dari kendaraan listrik. “Harus berjalan paralel. Pengembangan kendaraan dan baterai, jalan bersama,” katanya. (Baca juga: Erick Minta 4 BUMN Patungan Buat Perusahaan Baterai Mobil Listrik)
Dia menjelaskan, pengembangan industri baterai kendaraan listrik ini perlu segera diwujudkan karena sesungguhnya Indonesia memiliki cadangan bahan baku nikel dan kobalt yang sangat besar, bahkan terbesar di dunia. “Karena itu, kita tawarkan ke negara yang sudah lebih maju di bidang industri ini untuk bekerja sama. Pemerintah telah membentuk tim untuk menyiapkan pengembangan industri baterai litium,” ungkapnya.
Secara paralel, Indonesia juga mengundang investor asing untuk membangun pabrik kendaraan listrik di dalam negeri. “Sudah ada beberapa yang berminat untuk berinvestasi. Kita tentu ingin bukan hanya membeli kendaraan listrik, tapi juga bisa mendapatkan manfaat transfer teknologi sehingga dalam jangka panjang Indonesia bisa menjadi produsen kendaraan listrik,” tuturnya.
Asisten Deputi Industri Penunjang Infrastruktur Kemenko Maritim dan Investasi Firdausi Manti menambahkan, pemerintah mendukung swasta mengimpor kendaraan listrik , tapi berharap ada alih teknologi dari prinsipal asing. Di era saat ini Indonesia tidak mungkin berjalan sendiri dalam mengembangkan teknologi, harus menggandeng negara lain yang memiliki teknologi kendaraan listrik.
“Indonesia bisa menjadi pemain rantai pemasok global baterai untuk kendaraan listrik. Rantai pasokan global dalam industri kendaraan listrik diperlukan, di mana sesama negara bisa saling melengkapi suku cadang. Misalnya Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, mengingat nikel bisa menjadi salah satu pembuat baterai mobil listrik,” jelasnya. (Baca juga: Tim Mobil Listrik UGM Borong 4 Penghargaan Internasional)
Komitmen pemerintah mengembangkan industri kendaraan listrik disambut baik kalangan swasta. PT Bakrie Autoparts, Agen Pemegang Merk (APM) bus listrik BYD di Indonesia, menyatakan komitmennya untuk mengikuti kebijakan yang telah digariskan oleh pemerintah. Proses industrialisasi akan dilakukan untuk meningkatkan kandungan lokal. “Saat ini kami mengimpor bus listrik CBU atau dalam keadaan utuh, tapi hanya untuk promosi dan uji coba,” kata Direktur Utama PT Bakrie Autoparts Dino A Riyandi.
PT Bakrie Autoparts dan BYD Auto Co Ltd telah menyepakati tahapan pengembangan serta produksi bus listrik dalam beberapa tahun ke depan. Tahapan pertama adalah importasi dan unjuk produk. Setelah itu melakukan penetrasi pasar.
“Di sini kami mulai masuk menjajaki tahapan komersial dan pabrikasi dengan menggandeng beberapa mitra perusahaan karoseri lokal. Di tahap berikutnya kami mulai melakukan industrialisasi dengan mengoperasikan fasilitas produksi bus listrik kami, termasuk produksi sasis. Targetnya, 2022 sudah harus masuk ke tahapan ini, mulai memproduksi 300 unit bus listrik per tahun dengan tingkat kandungan dalam negeri sedikitnya 55%,” kata Dino.
Sementara itu, PT Bluebird yang selama ini juga menjadi satu di antara pengguna kendaraan listrik untuk armada taksinya juga menyatakan dukungannya. Direktur PT Bluebird Tbk Andre Djokosoetono mengatakan, saat ini pihaknya menggunakan 25 unit E-Bluebird dan empat unit E-Silverbird yang bertenaga listrik. “Untuk E-Bluebird, kami menggunakan BYD e6 dari China. (Lihat videonya: 7 Langkah Amankan Tayangan YouTube untuk Anak-anak)
Sedangkan E-Silvebird menggunakan Tesla Model X75D dari Amerika Serikat. Kami sangat puas dengan operasional dari kendaraan listrik E-Bluebird dan E-Silverbird. Respons pengemudi dan konsumen sangat baik. Mobilnya sangat jarang mengalami kendala di jalanan, mampu menempuh jarak yang dapat diandalkan. Konsumen juga memberikan apresiasi terhadap langkah Bluebird memelopori dan melakukan terobosan menghadirkan taksi listrik,” pungkas Andre.
Jika Indonesia mampu mengembangkan mobil listrik, maka manfaatnya akan banyak sekali selain merupakan opsi jitu industri transportasi di Indonesia. Defisit neraca perdagangan yang disebabkan impor bahan bakar minyak (BBM) juga akan dapat ditekan. Ini tentu akan membuat surplus neraca dagang Indonesia seperti yang diinginkan Presiden Jokowi. (Aditya Pratama/Rakhmat Baihaqi/Ant)
Lihat Juga: Cawalkot Bogor Dedie A. Rachim Semringah Dipinjami Mobil Listrik untuk Kampanye dari Partai Perindo
Dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang mobil listrik diperkirakan akan menjadi kebutuhan mendasar suatu negara. Negara-negara di Eropa pada 2030 bahkan sudah tidak diperbolehkan menggunakan mobil berbahan bakar fosil sehingga diwajibkan untuk menjadikan mobil listrik sebagai alat transportasi utama.
Kondisi ini merupakan peluang yang harus ditangkap oleh Indonesia. Pasalnya, nikel dan kobalt sebagai bahan baku pembuat baterai litium sangat melimpah di negeri ini. Baterai litium merupakan komponen utama mobil listrik.
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, hilirisasi nikel yang sedang dilakukan pemerintah bisa menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dunia baterai litium. Indonesia akan mendorong terus pengembangan baterai litium untuk kendaraan listrik. Selain Indonesia menjadi pemain utama dunia bahan baku baterai litium, penggunaan kendaraan listrik juga berdampak pada pengurangan impor minyak karena kendaraan berbasis energi fosil berkurang. (Baca: Delapan Mobil Listrik Ini Berhasil Curi Perhatian di 2020)
Penasihat Khusus Bidang Kebijakan Inovasi dan Daya Saing Industri Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Satryo Soemantri Brodjonegoro menilai, Indonesia tidak ingin menjadi importir kendaraan terus-menerus, tapi harus bisa memproduksi kendaraan listrik. “Dari sisi teknologi sebenarnya Indonesia sudah bisa menguasai," kata Satryo saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Pemerintah juga mendorong swasta yang selama ini mengimpor kendaraan listrik untuk segera membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia dengan menggandeng prinsipal dari luar negeri. Keinginan dan komitmen Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik dituangkan dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Perpres ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik.
Menurut Satryo, untuk tahap pertama Indonesia akan mencoba pengembangan dua hal. Pertama, mengembangkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, dan kedua mengembangkan baterai litium sebagai komponen penggerak utama dari kendaraan listrik. “Harus berjalan paralel. Pengembangan kendaraan dan baterai, jalan bersama,” katanya. (Baca juga: Erick Minta 4 BUMN Patungan Buat Perusahaan Baterai Mobil Listrik)
Dia menjelaskan, pengembangan industri baterai kendaraan listrik ini perlu segera diwujudkan karena sesungguhnya Indonesia memiliki cadangan bahan baku nikel dan kobalt yang sangat besar, bahkan terbesar di dunia. “Karena itu, kita tawarkan ke negara yang sudah lebih maju di bidang industri ini untuk bekerja sama. Pemerintah telah membentuk tim untuk menyiapkan pengembangan industri baterai litium,” ungkapnya.
Secara paralel, Indonesia juga mengundang investor asing untuk membangun pabrik kendaraan listrik di dalam negeri. “Sudah ada beberapa yang berminat untuk berinvestasi. Kita tentu ingin bukan hanya membeli kendaraan listrik, tapi juga bisa mendapatkan manfaat transfer teknologi sehingga dalam jangka panjang Indonesia bisa menjadi produsen kendaraan listrik,” tuturnya.
Asisten Deputi Industri Penunjang Infrastruktur Kemenko Maritim dan Investasi Firdausi Manti menambahkan, pemerintah mendukung swasta mengimpor kendaraan listrik , tapi berharap ada alih teknologi dari prinsipal asing. Di era saat ini Indonesia tidak mungkin berjalan sendiri dalam mengembangkan teknologi, harus menggandeng negara lain yang memiliki teknologi kendaraan listrik.
“Indonesia bisa menjadi pemain rantai pemasok global baterai untuk kendaraan listrik. Rantai pasokan global dalam industri kendaraan listrik diperlukan, di mana sesama negara bisa saling melengkapi suku cadang. Misalnya Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, mengingat nikel bisa menjadi salah satu pembuat baterai mobil listrik,” jelasnya. (Baca juga: Tim Mobil Listrik UGM Borong 4 Penghargaan Internasional)
Komitmen pemerintah mengembangkan industri kendaraan listrik disambut baik kalangan swasta. PT Bakrie Autoparts, Agen Pemegang Merk (APM) bus listrik BYD di Indonesia, menyatakan komitmennya untuk mengikuti kebijakan yang telah digariskan oleh pemerintah. Proses industrialisasi akan dilakukan untuk meningkatkan kandungan lokal. “Saat ini kami mengimpor bus listrik CBU atau dalam keadaan utuh, tapi hanya untuk promosi dan uji coba,” kata Direktur Utama PT Bakrie Autoparts Dino A Riyandi.
PT Bakrie Autoparts dan BYD Auto Co Ltd telah menyepakati tahapan pengembangan serta produksi bus listrik dalam beberapa tahun ke depan. Tahapan pertama adalah importasi dan unjuk produk. Setelah itu melakukan penetrasi pasar.
“Di sini kami mulai masuk menjajaki tahapan komersial dan pabrikasi dengan menggandeng beberapa mitra perusahaan karoseri lokal. Di tahap berikutnya kami mulai melakukan industrialisasi dengan mengoperasikan fasilitas produksi bus listrik kami, termasuk produksi sasis. Targetnya, 2022 sudah harus masuk ke tahapan ini, mulai memproduksi 300 unit bus listrik per tahun dengan tingkat kandungan dalam negeri sedikitnya 55%,” kata Dino.
Sementara itu, PT Bluebird yang selama ini juga menjadi satu di antara pengguna kendaraan listrik untuk armada taksinya juga menyatakan dukungannya. Direktur PT Bluebird Tbk Andre Djokosoetono mengatakan, saat ini pihaknya menggunakan 25 unit E-Bluebird dan empat unit E-Silverbird yang bertenaga listrik. “Untuk E-Bluebird, kami menggunakan BYD e6 dari China. (Lihat videonya: 7 Langkah Amankan Tayangan YouTube untuk Anak-anak)
Sedangkan E-Silvebird menggunakan Tesla Model X75D dari Amerika Serikat. Kami sangat puas dengan operasional dari kendaraan listrik E-Bluebird dan E-Silverbird. Respons pengemudi dan konsumen sangat baik. Mobilnya sangat jarang mengalami kendala di jalanan, mampu menempuh jarak yang dapat diandalkan. Konsumen juga memberikan apresiasi terhadap langkah Bluebird memelopori dan melakukan terobosan menghadirkan taksi listrik,” pungkas Andre.
Jika Indonesia mampu mengembangkan mobil listrik, maka manfaatnya akan banyak sekali selain merupakan opsi jitu industri transportasi di Indonesia. Defisit neraca perdagangan yang disebabkan impor bahan bakar minyak (BBM) juga akan dapat ditekan. Ini tentu akan membuat surplus neraca dagang Indonesia seperti yang diinginkan Presiden Jokowi. (Aditya Pratama/Rakhmat Baihaqi/Ant)
Lihat Juga: Cawalkot Bogor Dedie A. Rachim Semringah Dipinjami Mobil Listrik untuk Kampanye dari Partai Perindo
(ysw)