Syarat Perpanjang Kontrak, Freeport Wajib Bangun Smelter di Papua
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa PT Freeport Indonesia (PTFI) harus membangun pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter) di Papua. Hal itu menurutnya merupakan salah satu syarat dari pemerintah untuk perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) perusahaan tambang tersebut di Indonesia.
"Kita minta harus ada smelter satu di Papua. Kenapa? Itu menyangkut kedaulatan dan harga diri orang Papua juga, jangan kita ditipu-tipu terus," cetusnya, dikutip Sabtu (1/7/2023).
Diketahui, Freeport sudah mengajukan perpanjangan izin operasi setelah 2041. Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah membahas detail perpanjangan izin tersebut, dengan mempertimbangkan tambahan pendapatan dan manfaat bagi negara.
Terkait pembangunan smelter di Papua, Bahlil mengaku belum ada kepastian mengenai lokasinya. Namun, imbuh dia, ada beberapa daerah yang memungkinkan untuk menjadi lokasi pembangunan smelter tersebut seperti Fakfak, Papua Barat ataupun Timika, Papua Tengah. Penentuan lokasi menurutnya akan ditentukan melalui studi kelayakan yang saat ini masih berjalan. "Nanti kita lihat. Boleh di Timika, boleh di Fakfak, boleh di mana saja. Tapi kita belum khususkan di mana," ucapnya.
Selain pembangunan smelter di Papua, salah satu syarat perpanjangan kontrak yang diajukan Pemerintah kepada Freeport diketahui adalah penambahan kepemilikan saham pemerintah. Pemerintah meminta tambahan saham sebanyak 10% lagi, sehingga total kepemilikan Indonesia di perusahaan tambang emas dan tembaga tersebut akan menjadi 61%.
Syarat-syarat yang diajukan pemerintah menurutnya didasari kepentingan untuk meningkatkan manfaat bagi kepentingan nasional. Diketahui, selama 2022 lalu penerimaan negara dari Freeport yang meliputi pajak, deviden, dan penerimaan negara bukan pajak mencapai USD3,32 miliar atau sekira Rp49,8 triliun (kurs Rp15.000 per USD). Sedangkan untuk tahun 2023 ini nilainya diperkirakan mencapai USD3,76 miliar.
"Freeport harus mau, bagaimana caranya harus mau. Kalau Freeport engak mau, saya siap dievaluasi menteri. (Saham) 10% itu harus dengan biaya yang murah, saya tidak mau minta valuasi yang seperti sekarang," tegas Bahlil.
"Kita minta harus ada smelter satu di Papua. Kenapa? Itu menyangkut kedaulatan dan harga diri orang Papua juga, jangan kita ditipu-tipu terus," cetusnya, dikutip Sabtu (1/7/2023).
Diketahui, Freeport sudah mengajukan perpanjangan izin operasi setelah 2041. Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah membahas detail perpanjangan izin tersebut, dengan mempertimbangkan tambahan pendapatan dan manfaat bagi negara.
Terkait pembangunan smelter di Papua, Bahlil mengaku belum ada kepastian mengenai lokasinya. Namun, imbuh dia, ada beberapa daerah yang memungkinkan untuk menjadi lokasi pembangunan smelter tersebut seperti Fakfak, Papua Barat ataupun Timika, Papua Tengah. Penentuan lokasi menurutnya akan ditentukan melalui studi kelayakan yang saat ini masih berjalan. "Nanti kita lihat. Boleh di Timika, boleh di Fakfak, boleh di mana saja. Tapi kita belum khususkan di mana," ucapnya.
Selain pembangunan smelter di Papua, salah satu syarat perpanjangan kontrak yang diajukan Pemerintah kepada Freeport diketahui adalah penambahan kepemilikan saham pemerintah. Pemerintah meminta tambahan saham sebanyak 10% lagi, sehingga total kepemilikan Indonesia di perusahaan tambang emas dan tembaga tersebut akan menjadi 61%.
Syarat-syarat yang diajukan pemerintah menurutnya didasari kepentingan untuk meningkatkan manfaat bagi kepentingan nasional. Diketahui, selama 2022 lalu penerimaan negara dari Freeport yang meliputi pajak, deviden, dan penerimaan negara bukan pajak mencapai USD3,32 miliar atau sekira Rp49,8 triliun (kurs Rp15.000 per USD). Sedangkan untuk tahun 2023 ini nilainya diperkirakan mencapai USD3,76 miliar.
"Freeport harus mau, bagaimana caranya harus mau. Kalau Freeport engak mau, saya siap dievaluasi menteri. (Saham) 10% itu harus dengan biaya yang murah, saya tidak mau minta valuasi yang seperti sekarang," tegas Bahlil.
(fjo)