Peralihan BBM ke BBG Tingkatkan Ekonomi Nelayan

Rabu, 28 September 2016 - 07:30 WIB
Peralihan BBM ke BBG Tingkatkan Ekonomi Nelayan
Peralihan BBM ke BBG Tingkatkan Ekonomi Nelayan
A A A
PEMERINTAH terus melakukan sosialisasi konversi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) menjadi bahan bakar gas (BBG) bagi nelayan. Untuk melaksanakan rencana tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan persiapan dan koordinasi agar implementasi rencana tersebut dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan UU No 30/2007 tentang Energi dan Peraturan Presiden No 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional Pengelolaan Energi, penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, optimal, dan terpadu. Tujuannya memberikan nilai tambah bagi perekonomian bangsa dan negara Indonesia.

Tujuan pemerintah melakukan konversi BBM ke BBG bagi nelayan adalah memberikan solusi dalam mengatasi kelangkaan BBM dengan menyediakan alternatif penggunaan BBG yang sudah dikenal masyarakat. Selain itu, turut serta menyelamatkan lingkungan dengan menekan emisi gas karbon monoksida atau gas buang. Termasuk mengurangi kerusakan terumbu karang akibat tumpahan minyak dari perahu nelayan dan membantu mengelola ekonomi masyarakat nelayan agar lebih sejahtera.

Lebih Ekonomis
Menurut hasil penelitian yang dilakukan ITB dan Kementerian ESDM pada 2012 terhadap konverter kit BBG, penggunaan BBG jauh lebih hemat dibandingkan BBM. Perbandingannya 1 liter solar/bensin sama dengan 240 gram gas. Ini artinya penggunan BBG bisa 4 kali lebih hemat dibandingkan BBM.

Dari sisi harga, BBG lebih hemat Rp4.733-5.150 atau 74-80% setiap 1 liter solar. Perbandingannya harga solar Rp6.400/liter dan harga gas 3 kg Rp15.000-20.000 (harga tahun 2015).

Angka ini kemudian akan lebih besar jumlahnya jika nelayan dapat memodifikasi alat dan menggunakan due fuel (solar dan gas). Apabila diasumsikan dalam satu kali melaut dengan jarak tempuh 42 mil (pergi, pulang, dan orientasi penangkapan), nelayan akan menghabiskan 9,82 liter solar. Sedangkan saat menggunakan dual fuel, nelayan menghabiskan solar 3,17 liter solar ditambah 8,29 liter gas atau setara 4,48 kg gas.

Jika menggunakan dual fuel, maka nelayan bisa menghemat Rp25.688. Angka ini hasil pengurangan biaya operasi dengan solar Rp62.848 dikurangi biaya dual fuel Rp37.168

Waktu tempuh saat menggunakan solar yaitu 9,92 jam atau 9 jam 55 menit 12 detik. Sementara jika dengan dual fuel waktu tempuh 10,05 jam atau 10 jam 3 menit. Selisih waktu keduanya yaitu 0,13 jam atau 7 menit 48 detik.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi IGN Wiratmaja mengungkapkan, pemanfaatan gas sebagai bahan bakar membawa tiga keuntungan bagi nelayan. Pertama, penghasilan nelayan akan meningkat seiring menurunnya pengeluaran untuk konsumsi bahan bakar. Kedua, availability yakni ketersediaan lebih mudah jika dibandingkan membeli solar. Ketiga, lebih ramah lingkungan.

”Kalau membeli solar harus menggunakan surat, tapi kalau membeli gas bisa di mana-mana. Tersedia di seluruh pelosok nusantara sehingga lebih mudah untuk mendapatkannya,” kata Wiratmaja.

Kementerian ESDM menargetkan dapat memberikan 5.000 paket konverter kit dan tabung ke nelayan-nelayan kecil di sembilan daerah di Indonesia. Tahun depan meningkat menjadi 28.000 paket.

Agar pembagian konverter kit tepat sasaran, Wiratmaja terus mengingatkan bahwa program ini khusus untuk memfasilitasi nelayan kecil dan miskin di sembilan wilayah yakni Sukabumi, Cilacap, Demak, Cirebon, Karangasem, Tuban, Jakarta Utara, Pemalang, dan Tangerang. ”Ini khusus untuk nelayan miskin, jadi kapalnya kecil-kecil,” terangnya.

Mendorong Investasi
Mengubah kebiasaan dan perilaku nelayan yang sudah terbiasa menggunakan BBM tentu merupakan tantangan. Pemerintah perlu segera memfasilitasi penyediaan infrastruktur agar program ini dapat menjangkau wilayah yang luas, kelompok sasaran nelayan yang lebih besar, dan jaminan kepastian nelayan untuk mendapatkan BBG.

Keseriusan pemerintah akan lebih terlihat nyata jika di sentra-sentra perikanan segera dibangun infrastruktur BBG. Gunanya memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan BBG bagi nelayan atau kegiatan perikanan lainnya.

Ini tentunya membutuhkan biaya investasi yang tidak sedikit dan kesiapan yang matang. Namun untuk membuktikan keberpihakan ideologi kerakyatan yang diusung Pemerintahan Jokowi-JK maka langkah itu harus segera diambil. Pemerintah perlu menjamin ketersediaan energi dalam negeri, termasuk BBG. Hal ini untuk memenuhi hajat hidup orang banyak karena merupakan mandat konstitusi yang tidak perlu ditawar lagi. [syarif wibowo/info]
(poe)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6440 seconds (0.1#10.140)