Gara-gara Ringgit Harga CPO Anjlok di Bawah Level RMY4.000
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak kelapa sawit atau CPO kembali melanjutkan pelemahan tiga hari beruntun yang terjadi sejak Selasa (25/7/2023). Pada sesi awal perdagangan hari ini, harga minyak kelapa sawit di bursa Malaysia Exchange terkoreksi 0,89% ke posisi RMY3.989, padahal sebelumnya sempat menguat ke RMY4.023 per ton.
Dikutip dari Bulletin IDX 2nd Session Closing Market, Jumat (28/7/2023), pelemahan harga CPO juga diiringi penurunan harga saham di sektor minyak kelapa sawit di Bursa Efek Indonesia (BEI). Di antaranya adalah Astra Agro Lestari (AALI), Eagle High Plantations (BWPT), Cisadane Sawit Raya (CSRA), Perusahaan Perkebunan London Sumatra (LSIP), dan Salim Mas Pratama (SIMP).
Harga CPO selama satu bulan terakhir cenderung menguat dipicu spekulasi fenomena El Nino. Jika dilihat dari awal tahun, komoditas CPO masih turun sekitar 3,55%.
Salah satu faktor penurunan harga CPO adalah mata uang ringgit Malaysia yang menguat. Pada perdagangan kemarin, ringgit yang merupakan mata uang perdagangan sawit, terapresiasi 0,64% terhadap dolar AS.
"Ringgit yang menguat membuat minyak sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing. Selain itu, banyak yang melepas posisi mereka pada perdagangan akhir pekan ini hingga kontrak Juli yang akan segera berakhir," tulis Bulletin IDX.
Sementara dari dalam negeri, kebakaran hutan menjadi ancaman di musim kering. Pihak perhutanan Indonesia pada pekan lalu mengatakan potensi kebakaran hutan meningkat secara signifikan karena cuaca kering. Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran atas kebakaran hutan meluas bahkan sebelum puncak musim kemarau.
Penurunan harga CPO sejak awal tahun 2023 berdampak pada kinerja harga saham CPO yang turun bahkan secara year to date (ytd). Misalnya Astra Agro (AALI), data yang baru dirilis menunjukkan, laba turun 54,58% pada semester I 2023, menjadi Rp367,7 miliar dari sebelumnya Rp809 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan Kamis (27/7/2023), AALI tercatat mengakumulasi pendapatan sebesar Rp9,39 triliun pada periode Januari hingga Juni 2023. Jumlah itu turun 14,35% dibandingkan pendapatan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp10,96 triliun.
Koreksi pendapatan AALI terutama disebabkan oleh turunnya kinerja di hampir seluruh wilayah operasi di wilayah Sumatra mencapai 7,94% secara tahunan menjadi Rp4,8 triliun dan di wilayah Kalimantan 6,36% menjadi Rp3,57 triliun.
Selain itu persentase penurunan beban yang lebih rendah daripada pendapatan bersih tetap menekan turun laba bersih AALI sebesar 54,58% menjadi Rp367,57 miliar, dari sebelumnya Rp809,31 miliar.
Dikutip dari Bulletin IDX 2nd Session Closing Market, Jumat (28/7/2023), pelemahan harga CPO juga diiringi penurunan harga saham di sektor minyak kelapa sawit di Bursa Efek Indonesia (BEI). Di antaranya adalah Astra Agro Lestari (AALI), Eagle High Plantations (BWPT), Cisadane Sawit Raya (CSRA), Perusahaan Perkebunan London Sumatra (LSIP), dan Salim Mas Pratama (SIMP).
Harga CPO selama satu bulan terakhir cenderung menguat dipicu spekulasi fenomena El Nino. Jika dilihat dari awal tahun, komoditas CPO masih turun sekitar 3,55%.
Salah satu faktor penurunan harga CPO adalah mata uang ringgit Malaysia yang menguat. Pada perdagangan kemarin, ringgit yang merupakan mata uang perdagangan sawit, terapresiasi 0,64% terhadap dolar AS.
"Ringgit yang menguat membuat minyak sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing. Selain itu, banyak yang melepas posisi mereka pada perdagangan akhir pekan ini hingga kontrak Juli yang akan segera berakhir," tulis Bulletin IDX.
Sementara dari dalam negeri, kebakaran hutan menjadi ancaman di musim kering. Pihak perhutanan Indonesia pada pekan lalu mengatakan potensi kebakaran hutan meningkat secara signifikan karena cuaca kering. Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran atas kebakaran hutan meluas bahkan sebelum puncak musim kemarau.
Penurunan harga CPO sejak awal tahun 2023 berdampak pada kinerja harga saham CPO yang turun bahkan secara year to date (ytd). Misalnya Astra Agro (AALI), data yang baru dirilis menunjukkan, laba turun 54,58% pada semester I 2023, menjadi Rp367,7 miliar dari sebelumnya Rp809 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan Kamis (27/7/2023), AALI tercatat mengakumulasi pendapatan sebesar Rp9,39 triliun pada periode Januari hingga Juni 2023. Jumlah itu turun 14,35% dibandingkan pendapatan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp10,96 triliun.
Koreksi pendapatan AALI terutama disebabkan oleh turunnya kinerja di hampir seluruh wilayah operasi di wilayah Sumatra mencapai 7,94% secara tahunan menjadi Rp4,8 triliun dan di wilayah Kalimantan 6,36% menjadi Rp3,57 triliun.
Selain itu persentase penurunan beban yang lebih rendah daripada pendapatan bersih tetap menekan turun laba bersih AALI sebesar 54,58% menjadi Rp367,57 miliar, dari sebelumnya Rp809,31 miliar.
(uka)