Penyerapan PEN Rendah, Indonesia Akan Sulit Diselamatkan dari Resesi

Selasa, 28 Juli 2020 - 23:24 WIB
loading...
Penyerapan PEN Rendah,...
Ekonom Indef Tauhid Ahmad menilai program PEN gagal menolong Indonesia dari jurang resesi. Pasalnya, penyerapan anggaran PEN masih di bawah 20%. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Program pemulihan ekonomi kian gencar dilakukan pemerintah, tak tanggung-tanggung pemerintah pun semakin memperlebar defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021 hingga mencapai 5,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan pelebaran pelebaran defisit tersebut, maka pemerintah memiliki tambahan cadangan belanja sebesar Rp179 triliun.

(Baca Juga: Defisit APBN 2021 Sentuh 5,2%, Ekonom Ingatkan Ancaman Fiskal )

Menteri Keunagan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, tambahan cadangan belanja tersebut akan digunakan dalam pemulihan perekonomian nasional yang masih akan berlangsung hingga 2021 mendatang. Namun demikian, Ekonom Indef Tauhid Ahmad menilai program PEN gagal menolong Indonesia dari jurang resesi. Pasalnya, penyerapan anggaran PEN masih di bawah 20%.

Artinya, realisasi anggaran PEN baru sebesar 19% atau Rp136 triliun per 23 Juli dari total anggarannya Rp695,2 triliun. "Dengan situasi penyerapan anggaran di bawah 20 persen, potensi pemulihan ekonomi nasional gagal mendorong Indonesia keluar resesi. Sudah memasuki wilayah kepastian bahwa kita akan sulit kembali," ujar Tauhid, Jakarta, Selasa (28/7/2020).

Kemungkinan itu, lanjut dia, juga didorong oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal dua lebih tinggi ketimbang kuartal ketiga 2020. Di mana, pertumbuhan ekonomi kuartal dua akan terkontraksi hingga minus 4%. Sedangkan, kuartal tiga minus 1,3% hingga 1,5%.

Tauhid mengungkapkan, seharusnya pemerintah lebih jor-joran untuk merealisasikan program PEN di sejumlah sektor. Paling tidak realisasinya sudah mencapai di atas 30% jika ingin mendongkrak kinerja ekonomi agar positif di kuartal dua dan tiga. Tapi, pemerintah telah kehilangan momentum untuk melakukan hal tersebut.

(Baca Juga: Awas, Pelebaran Defisit Anggaran Akan Sedot Uang Publik dan Utang Membengkak )

Lebih jahu, menurut Tauhid, The Economics memprediksi bahwa pada September tahun inflasi masih rendah yakni, 2,5%. Angka itu, kata dia, yang paling tinggi. Namun, masih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019, yaitu 3,3%.

"Prediksi ini menggambarkan kalau perekonomian tidak cukup hanya dengan mengembalikan daya beli masyarakat saja. karena itu, masyarakat dan dunia usaha tetap mengantisipasi dengan kondisi ekonomi yang lebih berat pada kuartal tiga nanti," kata dia.

Sementara itu Menkeu Sri Mulyani menyampaikan skenario terbaru pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini. Di mana dalam skenario itu, Indonesia diklaim bisa lolos dari jurang resesi. Namun, pemulihan tergantung pada penanganan Covid-19,

Apabila penanganan Covid-19 efektif dan berjalan seiring dengan pembukaan aktivitas ekonomi, tutur Sri Mulyani, kondisi ekonomi akan pulih pada kuartal tiga dengan pertumbuhan positif 0,4% dan pada kuartal empat akan akselerasi ke 3%. Menurutnya, hal tersebut yang tengah diupayakan oleh pemerintah agar Indonesia tetap ada dalam skenario pertumbuhan positif atau tidak jatuh pada zona resesi.

“Kalau itu terjadi maka pertumbuhan ekonomi kita secara seluruh tahun akan bisa tetap di zona positif,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers usai Rapat Kabinet via video conference, Selasa hari ini.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1589 seconds (0.1#10.140)