Sinergi Jaminan Kesehatan Nasional dan Asuransi Bakal Ciptakan Layanan Berkualitas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pelayanan kesehatan di dalam negeri bakal lebih optimal jika terjadi sinergi yang kuat antara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan kalangan asuransi kesehatan swasta. Komisaris Bank Syariah Indonesia, Arief Rosyid Hasan pada penelitian Doktornya membahas tentang JKN dan asuransi kesehatan swasta.
Dia mengatakan, bahwa pelayanan yang dijamin JKN dan asuransi kesehatan swasta saat ini tumpang tindih karena menjamin hal yang sama.
“Pada akhirnya ada yang terbuang disitu, atau bahkan bisa dobel klaim. Padahal jika pasien memliki JKN dan Asuransi Kesehatan Tambahan banyak hal yang bisa diefisienkan dengan skema pemanfaatan gotong royong,” ujarnya kepada MNC Portal di Jakarta, Senin (7/8/2023).
Tumpang tindihnya pelayanan yang dijamin menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. “Terutama bagi 25 juta peserta JKN yang statusnya tidak aktif,".
“Sementara kepesertaan baru JKN juga terus bertambah misalnya lewat BPJS. Karena itu memastikan populasi untuk menjadi peserta program JKN merupakan hal yang penting, namun setelahnya harus dipastikan pula kepesertaan tersebut aktif untuk menjaga prinsip gotong royong terlaksana,” ujarnya.
Laporan Kerjasama Kajian Komparasi Jaminan Kesehatan Penyelenggara Negara yang menjelaskan, bahwa sebanyak 32,5% dari 385 responden Aparatur Sipil Negara yang dirawat inap meminta untuk naik kelas kamar rawat. Menurut Arief, berdasar laporan itu seharusnya menjadi arena asuransi kesehatan swasta untuk mengakomodir permintaan pelayanan naik kelas (kamar rawat inap).
“Namun tidak menutup kemungkinan bahwa peserta memiliki keinginan lebih dari yang dibutuhkan. Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS,” ungkapnya.
Karena itu, kata dia, dibutuhkan sinergi yang lebih optimal antara JKN dan kalangan asuransi kesehatan. “Di sisi lain perlunya penguatan kelembagaan melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), koordinasi rumusan kebijakan antara OJK yang membawahi asuransi, JKN di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemko PMK) serta Kementerian Kesehatan dari sisi pelayanan kesehatan,” ungkapnya.
Sebagai informasi Kemenko PMK terus melakukan berbagai upaya dalam koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian khususnya pada program Jaminan Kesehatan Nasional. Salah satunya, pada tahun 2022, Kemenko PMK sebagai pemrakarsa dalam terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Adapun menurut Menko PMK, Muhajir Efendi menyebutkan, bahwa keberhasilan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bukan hanya 98% populasi terjamin program JKN seperti target RPJMN, namun juga penurunan persentase belanja rumah tangga atau out of pocket untuk kesehatan terhadap total belanja kesehatan nasional, sehingga masyarakat tidak lagi terbebani biaya pelayanan kesehatan yang relatif mahal.
Dia mengatakan, bahwa pelayanan yang dijamin JKN dan asuransi kesehatan swasta saat ini tumpang tindih karena menjamin hal yang sama.
“Pada akhirnya ada yang terbuang disitu, atau bahkan bisa dobel klaim. Padahal jika pasien memliki JKN dan Asuransi Kesehatan Tambahan banyak hal yang bisa diefisienkan dengan skema pemanfaatan gotong royong,” ujarnya kepada MNC Portal di Jakarta, Senin (7/8/2023).
Tumpang tindihnya pelayanan yang dijamin menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. “Terutama bagi 25 juta peserta JKN yang statusnya tidak aktif,".
“Sementara kepesertaan baru JKN juga terus bertambah misalnya lewat BPJS. Karena itu memastikan populasi untuk menjadi peserta program JKN merupakan hal yang penting, namun setelahnya harus dipastikan pula kepesertaan tersebut aktif untuk menjaga prinsip gotong royong terlaksana,” ujarnya.
Laporan Kerjasama Kajian Komparasi Jaminan Kesehatan Penyelenggara Negara yang menjelaskan, bahwa sebanyak 32,5% dari 385 responden Aparatur Sipil Negara yang dirawat inap meminta untuk naik kelas kamar rawat. Menurut Arief, berdasar laporan itu seharusnya menjadi arena asuransi kesehatan swasta untuk mengakomodir permintaan pelayanan naik kelas (kamar rawat inap).
“Namun tidak menutup kemungkinan bahwa peserta memiliki keinginan lebih dari yang dibutuhkan. Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS,” ungkapnya.
Karena itu, kata dia, dibutuhkan sinergi yang lebih optimal antara JKN dan kalangan asuransi kesehatan. “Di sisi lain perlunya penguatan kelembagaan melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), koordinasi rumusan kebijakan antara OJK yang membawahi asuransi, JKN di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemko PMK) serta Kementerian Kesehatan dari sisi pelayanan kesehatan,” ungkapnya.
Sebagai informasi Kemenko PMK terus melakukan berbagai upaya dalam koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian khususnya pada program Jaminan Kesehatan Nasional. Salah satunya, pada tahun 2022, Kemenko PMK sebagai pemrakarsa dalam terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Adapun menurut Menko PMK, Muhajir Efendi menyebutkan, bahwa keberhasilan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bukan hanya 98% populasi terjamin program JKN seperti target RPJMN, namun juga penurunan persentase belanja rumah tangga atau out of pocket untuk kesehatan terhadap total belanja kesehatan nasional, sehingga masyarakat tidak lagi terbebani biaya pelayanan kesehatan yang relatif mahal.
(akr)