Ini Perusahaan yang Terkena Dampak Jika AS-China Lakukan Perang Dagang

Senin, 23 Januari 2017 - 17:38 WIB
Ini Perusahaan yang Terkena Dampak Jika AS-China Lakukan Perang Dagang
Ini Perusahaan yang Terkena Dampak Jika AS-China Lakukan Perang Dagang
A A A
NEW YORK - Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang baru dilantik di Gedung Putih, telah mengkhawatirkan banyak pihak soal kemungkinan terjadinya perang dagang antara AS dengan Republik Rakyat China. Dalam kampanyenya, Trump mengecam kesepakatan perdagangan dengan China yang membuat defisit bagi AS.

China pun mengatakan siap membalas setiap langkah proteksionis dari Amerika. Diantaranya memboikot lebih luas produk-produk AS di China seperti Nike, General Motors, Ford Motor, Tiffany & Co. Dan menurut Credit Suisse, AS juga akan menerapkan sanksi terhadap ekspor elektronik China seperti Lenovo dan ZTE

Melansir Bloomberg, Senin (23/1/2017), Reto Hess, kepala riset ekuitas global pada Credit Suisse mengatakan dari perspektif China, produsen elektronik, pakaian dan peralatan rumah tangga bisa menjadi salah satu korban terbesar.

Dalam riset Morgan Stanley, perusahaan teknologi nirkabel China GoerTek Inc dan pembuat pakaian Regina selama ini mendapatkan 70% pendapatan mereka dari pasar AS. Sementara itu, kata Morgan Stanley, produsen semikonduktor Ambarella Inc dan Texas Instruments Inc mendapatkan sebagian besar penjualan mereka dari China.

Dan jika konsumen China melakukan boikot merek AS, seperti yang pernah mereka lakukan terhadap Jepang pada 2012 imbas dari memanasnya sengketa teritorial di Kepulauan Senkaku, membuat produsen automotif Jepang menjadi sasaran.

“Merek asing bukan Amerika bisa memenangkan pangsa pasar di China. Konsumen China mungkin memutuskan untuk membeli mobil Jerman bukan mobil AS atau membeli pakaian merek Adidas bukan Nike,” kata Hess.

Dan secara keseluruhan, kata Morgan Stanley, perusahaan AS bakal kehilangan lebih banyak ketimbang perusahaan-perusahaan China dalam perang dagang. Hampir 10% perusahaan AS di indeks MSCI (Morgan Stanley Capital International) melakukan penjualan mereka di China, sedangkan hanya 2% perusahaan China yang melakukan penjualan di Amerika.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5644 seconds (0.1#10.140)