BNI Siap Genjot Kredit Maritim di 2017

Minggu, 12 Februari 2017 - 22:07 WIB
BNI Siap Genjot Kredit Maritim di 2017
BNI Siap Genjot Kredit Maritim di 2017
A A A
AMBON - PT Bank Negara Indonesia Tbk siap genjot sektor pembiayaan di sektor maritim. Tahun 2016 perseroan berhasil menyalurkan pembiayaan maritim sebesar Rp12 triliun yang naik dari Rp10,4 triliun di 2015. Sektor maritim termasuk dalam 20 sektor prioritas BNI di tahun 2017.

Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan pihaknya siap meningkatkan penyaluran kredit maritim. Hal ini mengingat kebijakan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong tangkapan nelayan lokal. Para nelayan yang sebelumnya menggunakan tangkapan cangkrang dan tahun ini diharuskan menggantinya. Dampaknya nelayan lebih mudah mendapatkan ikan dan ada kebutuhan untuk membeli alat tangkap baru.

“Tahun ini kami sudah bicara dengan Menteri KKP untuk membantu pembiayaan alat tangkap baru bagi nelayan. Penggantian alat pancing ini tentu membutuhkan pembiayaan. Kemampuan para nelayan perlu ditingkatkan untuk menggarap perikanan,” ujar Baiquni saat ditemui KORAN SINDO beberapa waktu lalu di Ambon, Maluku.

Sektor maritim menyangkut budidaya dan penangkapan ikan, industri pengolahan ikan, perdagangan hasil ikan, galangan kapal, konstruksi pelabuhan, pengangkutan dan pelayaran, sarana wisata tirta kawasan pariwisata.

Selain itu juga ada kebutuhan peningkatan kapal kapal nelayan akibat berkurangnya kapal nelayan asing yang bermuatan besar. Tidak hanya untuk kebutuhan nelayan namun juga kebutuhan pasca produksi seperti cold storage.
Kawasan yang menjadi arahan kementerian KKP ialah di pantai utara Jawa (Pantura). “Kami juga siap untuk mendukung perikanan di kawasan timur Indonesia dan Pantura,” ujarnya.

Selain sektor maritim, perseroan juga siap mendorong kredit untuk pertanian dan perkebunan. Bahkan di kawasan timur Indonesia pihaknya siap mendukung sektor perkebunan plasma. Sektor perkebunan disebut masih prospektif tahun ini, khususnya yang melakukan hilirisasi. “Sehingga perkebunan tidak hanya menghasilkan CPO namun bisa menghasilkan biodesel,” ujarnya.

Baiquni mengharapkan kontribusi sektor pertanian tumbuh 15%-16%. Dia mengaku optimistis dengan pertanian karena didukung program KUR. Selama ini banyak kesalahan pengkodean sehingga menumpuk di sektor perdagangan.

“Apabila dilakukan cleansing data terkadang banyak ditemukan seharusnya dari perdagangan masuk di kredit pertanian. Dari 72% porsi perdagangan ternyata harusnya hanya 64%. Karena itu kami yakin apabila KUR harus masuk ke sektor pertanian dan produktif,” ujarnya.

Salah satu debitur BNI ialah perusahaan pengolahan ikan Harta Samudra di Ambon. Direktur Harta Samudera Robert Tjoanda mengungkapkan tahun 2016 ada kenaikan omzet ikan tuna yang diekspor ke AS mencapai USD5,7 juta. Nilai ini meningkat 2 kali lipat sejak 2015, dikarenakan seperti moratorium kapal nelayan asing. “Ada dampak kebijakan moratorium dari menteri KKP. Seperti ikan bisa lebih banyak sehingga bisa 31 kali pengiriman ke AS. Tahun 2017 juga rencananya bisa 2 kali lipat,” ujar Robert saat dikunjungi akhir pekan lalu di Ambon, Maluku.

Dia menjelaskan ikan tuna yang dibeli dari nelayan selanjutnya akan diekspor melalui mitra bisnisnya di Amerika Serikat yaitu Anova Food untuk kemudian diditribusikan ke jaringan ritel di negeri Paman Sam. Dia mengungkapkan, saat ini pasar ekspor banyak yang mempersyaratkan label ramah lingkungan atau ecolabel. “Dengan sertifikat Fair Trade ini kami jadi punya nilai lebih dan daya siang lebih,” ujarnya.

Fair Trade menjadi solusi bagi nelayan agar bisa mendapat nilai tambah sekaligus mengedukasi tentang praktik penangkapan ikan yang baik. Hal ini merupakan langkah awal agar perikanan berkelanjutan bisa tercapai.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5941 seconds (0.1#10.140)