Exchanger Kripto Asing yang Belum Berizin Dinilai Rugikan Negara

Sabtu, 19 Agustus 2023 - 14:00 WIB
loading...
A A A
"Transaksi kripto di 2022 itu kan jauh menurun bila dibandingkan 2021. Pada 2021 itu kan Rp 859,9 triliun dan 2022 sekitar Rp300an triliun. Artinya kan potensinya memang menurun di tahun 2022," tuturnya.

"Tapi kan pengenaan pajak baru dikenakan di Mei 2022. Nah kalau kita bandingkan nilai transaksi Mei-Desember itu kan juga relevan dengan angka itu. Artinya tidak ada transaksi yang tidak kena pajak," tambahnya.

Pemerintah sendiri menetapkan tarif atas transaksi aset kripto sebesar 0,1% untuk PPh Pasal 22 dan 0,11% untuk PPN final. Tarif itu untuk untuk transaksi di exchanger dalam negeri yang sudah terdaftar di Bappebti.

Sementara untuk transaksi kripto di exchanger luar negeri tarifnya yakni 0,2% untuk PPh Pasal 22 dan 0,22% untuk PPN final. Namun permasalahannya pengenaan pajak untuk transaksi kripto di exchanger luar negeri masih belum optimal.

"Perdagangan di luar negeri bertransaksi di Indonesia. Mereka tidak berizin, dan bukan mereka masuk ke Indonesia. Justru investor kita belinya dari yang ada di luar negeri," terangnya.

Didid menjelaskan, hingga saat ini transaksi kripto yang dilakukan investor RI di luar negeri masih sulit untuk dideteksi. Sehingga pengenaan tarif pajak sulit untuk dilakukan.

Kementerian Perdagangan telah membuat langkah-langkah strategis dalam pengembangan akselerasi industri aset kripto. Di antaranya pembentukan Bursa Berjangka, Kliring Berjangka, dan Pengelola Tempat Penyimpanan (Depository) untuk Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto.



Bappebti sudah mengeluarkan beberapa peraturan terkait aset kripto. Salah satu kriteria dalam penetapan jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia yaitu berbasis Distributed Ledger Technology atau berbasis teknologi blockchain.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1164 seconds (0.1#10.140)