Freeport Sebut Pemerintah Tak Bisa Sepihak Putus Kontrak
A
A
A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak bisa memutuskan kontrak karya (KK) Freeport secara sepihak, meskipun raksasa tambang asal Amerika Serikat (AS) ini telah berkomitmen untuk mengubah status kontraknya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Seperti diketahui Freeport dan pemerintah belum menemui titik temu terkait perubahan kontrak karena permasalahan pajak.
(Baca Juga: Freeport Keukeuh Enggan Lepas Hak yang Ada di Kontrak Karya
President dan CEO Freeport McMoran Inc Richard C Adkerson mengungkapkan, hukum Indonesia mencerminkan prinsip hukum yang diterima secara internasional bahwa suatu kontrak merupakan Undang-undang (UU) bagi pihak yang berkontrak. Karena itu, pemerintah tidak bisa secara sepihak memutus kontrak Freeport.
"Kontrak tidak dapat diubah atau diakhiri secara sepihak, meskipun berdasarkan hukum dan peraturan perundangan yang diterbitkan kemudian," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/2/2017).
(Baca Juga: CEO Freeport Sebut Pemerintah Nikmati Rp219 Triliun
Menurutnya, Freeport telah sepakat mengubah KK menjadi IUPK jauh hari sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 diundangkan, yakni pada 7 Oktober 2015. Namun, kala itu pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sepakat memberikan Freeport hak yang sama sebagaimana yang diatur dalam KK.
Dalam perjanjian investasi yang disepakati antara Freeport dan Menteri ESDM yang kala itu masih dijabat oleh Sudirman Said dinyatakan bahwa pemerintah akan memberikan Freeport hak yang sama sebagaimana diatur dalam KK, konsisten dengan surat jaminan dari pemerintah kepada Freeport tanggal 7 Oktober 2015.
"Kami telah mendiskusikan dengan pemerintah untuk memperoleh jangka waktu enam bulan guna merundingkan perjanjian investasi ini. Ekspor akan diizinkan dan KK tetap berlaku sebelum ditandatanganinya perjanjian tersebut," imbuh dia.
Namun kata Richard, secara tiba-tiba Kementerian ESDM menerbitkan PP Nomor 1 tahun 2017 dan mewajibkan Freeport mengubah KK menjadi IUPK, dengan catatan status KK Freeport harus berakhir. "Pemerintah saat ini mewajibkan KK diakhiri untuk memperoleh izin ekspor. Hal mana tidak dapat kami terima," tandasnya.
(Baca Juga: Freeport Keukeuh Enggan Lepas Hak yang Ada di Kontrak Karya
President dan CEO Freeport McMoran Inc Richard C Adkerson mengungkapkan, hukum Indonesia mencerminkan prinsip hukum yang diterima secara internasional bahwa suatu kontrak merupakan Undang-undang (UU) bagi pihak yang berkontrak. Karena itu, pemerintah tidak bisa secara sepihak memutus kontrak Freeport.
"Kontrak tidak dapat diubah atau diakhiri secara sepihak, meskipun berdasarkan hukum dan peraturan perundangan yang diterbitkan kemudian," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/2/2017).
(Baca Juga: CEO Freeport Sebut Pemerintah Nikmati Rp219 Triliun
Menurutnya, Freeport telah sepakat mengubah KK menjadi IUPK jauh hari sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 diundangkan, yakni pada 7 Oktober 2015. Namun, kala itu pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sepakat memberikan Freeport hak yang sama sebagaimana yang diatur dalam KK.
Dalam perjanjian investasi yang disepakati antara Freeport dan Menteri ESDM yang kala itu masih dijabat oleh Sudirman Said dinyatakan bahwa pemerintah akan memberikan Freeport hak yang sama sebagaimana diatur dalam KK, konsisten dengan surat jaminan dari pemerintah kepada Freeport tanggal 7 Oktober 2015.
"Kami telah mendiskusikan dengan pemerintah untuk memperoleh jangka waktu enam bulan guna merundingkan perjanjian investasi ini. Ekspor akan diizinkan dan KK tetap berlaku sebelum ditandatanganinya perjanjian tersebut," imbuh dia.
Namun kata Richard, secara tiba-tiba Kementerian ESDM menerbitkan PP Nomor 1 tahun 2017 dan mewajibkan Freeport mengubah KK menjadi IUPK, dengan catatan status KK Freeport harus berakhir. "Pemerintah saat ini mewajibkan KK diakhiri untuk memperoleh izin ekspor. Hal mana tidak dapat kami terima," tandasnya.
(akr)