Menengok Krisis Ekonomi dan Ledakan Utang Sri Lanka Rp599 Triliun

Sabtu, 29 Juni 2024 - 14:45 WIB
loading...
Menengok Krisis Ekonomi...
Sri Lanka pada Mei 2022 kekurangan uang hingga membuatnya gagal membayar utang luar negerinya, setelah ekonominya terdorong ke jurang resesi seiring merosotnya cadangan devisa. Begini kondisinya saat ini. Foto/Dok
A A A
KOLOMBO - Sri Lanka menyegel kesepakatan dengan kreditor bilateral yang dipimpin oleh Jepang dan India, untuk menjadi angin segar di tengah krisis utang yang melanda negara kepulauan Asia Selatan tersebut. Seperti diketahui Sri Lanka sedang dililit utang besar sejak November, tahun lalu.



Sri Lanka pada Mei 2022 kekurangan uang hingga membuatnya gagal membayar utang luar negerinya, setelah ekonominya terdorong ke jurang resesi seiring merosotnya cadangan devisa.

Kreditur Sri Lanka

Komite Kreditor Resmi (OCC), yang dipimpin oleh Jepang, Prancis dan India, mencakup sekitar USD5,9 miliar dari utang luar negeri Sri Lanka sebesar USD37 miliar atau setara Rp599 triliun (Kurs Rp16.191 per USD), menurut kementerian keuangan negara itu. Sementara Bank Ekspor-Impor China (EXIM) mencakup sekitar USD4 miliar utang, berdasarkan data terbaru pemerintah.



Di antara kreditur bilateral, Sri Lanka berutang kepada China USD4,7 miliar, sedangkan utang ke India mencapai USD1,74 miliar. Selanjutnya pada Jepang, bagian dari kelompok Paris Club, Sri Lanka berutang USD2,68 miliar.

China, sejauh ini menjadi pemberi pinjaman bilateral terbesar Sri Lanka, bukan anggota resmi OCC.

Pinjaman komersial, yang terdiri dari obligasi negara dan pinjaman terikat waktu lainnya menyumbang USD14,73 miliar. Sedangkan program bailout senilai USD2,9 miliar oleh Dana Moneter Internasional (IMF) yang diperoleh pada Maret tahun lalu membantu Sri Lanka menstabilkan kondisi ekonomi.

Pemberi pinjaman global telah menyerukan finalisasi Nota Kesepahaman (MoU) Sri Lanka dengan OCC dan perjanjian akhir dengan Bank Ekspor-Impor China untuk menempatkan utangnya pada tingkat yang berkelanjutan dan menguranginya menjadi 95% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2032.

Negosiasi Utang

Pada bulan April, Sri Lanka menolak proposal pemegang obligasi awal untuk merestrukturisasi utang lebih dari USD12 miliar. Negosiasi formal dengan kreditor swasta internasional akan dilanjutkan dalam waktu dekat setelah sekelompok pemegang obligasi menandatangani perjanjian kerahasiaan akhir pekan lalu.

Sri Lanka berutang sekitar USD10,9 miliar kepada bank-bank multilateral. Ditambah Sri Lanka memiliki utang sebesar USD6,2 miliar kepada ADB dan berutang USD4,3 miliar kepada Bank Dunia, tetapi negara itu tidak merestrukturisasi utang multilateral.

Restrukturisasi utang menjadi sangat penting bagi Sri Lanka untuk mencapai surplus anggaran primer 2,3% pada tahun 2025, target fiskal utama yang ditetapkan oleh IMF. Setelah restrukturisasi utang selesai, Sri Lanka berharap dapat mengurangi utangnya secara keseluruhan sebesar USD16,9 miliar.

Utang Domestik

Tak hanya utang luar negeri, Sri Lanka juga beban utang domestik. Di bawah program restrukturisasi utang domestik yang diumumkan pada Juni tahun lalu, Sri Lanka menerima tawaran untuk menukar utang lokal gagal bayar senilai sekitar USD10 miliar dengan obligasi baru.

Hal itu membuka jalan buat negosiasi dengan pemegang obligasi dan kreditor bilateral. Sebanyak 3,2 triliun rupee (USD9,91 miliar) dari 8,7 triliun rupee obligasi yang memenuhi syarat untuk pertukaran disepakati, kata kementerian keuangan.

Tinjauan IMF

Awal bulan ini, IMF menyetujui tinjauan kedua bailout Sri Lanka, membuka pelepasan dana USD336 juta. Akan tetapi pemberi pinjaman global memperingatkan ekonomi Sri Lanka tetap rentan meskipun muncul tanda-tanda pemulihan dan mendesak Kolombo untuk berbuat lebih banyak untuk merestrukturisasi beban utangnya yang besar dan kuat.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Ramadan 2025, Pertamina...
Ramadan 2025, Pertamina Berbagi Takjil di 145 SPBU se-Indonesia
Deposit Tanah Jarang...
Deposit Tanah Jarang Melimpah, Trump: Rusia Berada di Belahan Bumi Paling Berharga
Rupiah Keok Lawan Dolar...
Rupiah Keok Lawan Dolar AS, Hari Ini Bertengger di Rp16.501/USD
Bank Jatim Catatkan...
Bank Jatim Catatkan Laba Bersih Rp1,28 Triliun di 2024
Harga Emas Antam Tak...
Harga Emas Antam Tak Terbendung, Hari Ini Naik Lagi ke Rp1.779.000/Gram
800 Ribu Lulusan Perguruan...
800 Ribu Lulusan Perguruan Tinggi Masih Nganggur, Menaker Ungkap Perkaranya
Harga BBM Pertamina...
Harga BBM Pertamina Bakal Diskon? Siap-siap Promo Libur Lebaran 2025
Pasok BBM Saat Mudik...
Pasok BBM Saat Mudik Lebaran, Pertamina Pastikan Kualitasnya
Eksportir Wajib Parkir...
Eksportir Wajib Parkir DHE SDA 100%, Pelaku Industri Keuangan Perkenalkan Mekanismenya
Rekomendasi
Berangkatkan 400 Orang,...
Berangkatkan 400 Orang, Daihatsu Gelar Mudik Bareng
NasDem Siap Kawal Pemenangan...
NasDem Siap Kawal Pemenangan PSU Pilkada Siak
AS Tolak Rencana Inggris...
AS Tolak Rencana Inggris untuk Kirim Pasukan ke Ukraina, Mengapa?
Berita Terkini
Pimpin BRICS Hadapi...
Pimpin BRICS Hadapi Perang Dagang AS, China Susun Rencana Baru
27 menit yang lalu
Tarif dan Ketentuan...
Tarif dan Ketentuan Baru Pajak BBM di Jakarta, Simak Penjelasannya
30 menit yang lalu
Travel Gelap Marak di...
Travel Gelap Marak di Musim Mudik, Waspadai Ciri dan Modusnya
1 jam yang lalu
Kemendag: Ekonomi Kreatif...
Kemendag: Ekonomi Kreatif Punya Potensi Besar untuk Ekspor
2 jam yang lalu
Wamen Todotua Tawarkan...
Wamen Todotua Tawarkan Investasi di Sektor Hilirisasi ke 40 Investor Australia
3 jam yang lalu
Kemenekraf, BSSN, dan...
Kemenekraf, BSSN, dan Kemendag Teken MoU Perkuat Ekonomi Kreatif
3 jam yang lalu
Infografis
Ukraina Menolak Bayar...
Ukraina Menolak Bayar Utang Rp5.705 Triliun kepada AS
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved