DPR Dukung Pemerintah Tegakkan UU Minerba Terkait Freeport

Senin, 20 Februari 2017 - 21:38 WIB
DPR Dukung Pemerintah Tegakkan UU Minerba Terkait Freeport
DPR Dukung Pemerintah Tegakkan UU Minerba Terkait Freeport
A A A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung pemerintah menegakkan peraturan terutama Undang-undang Mineral dan Batubara (Minerba) terkait Kasus PT Freeport Indonesia. Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menyatakan mendukung Pemerintah menegakkan aturan yang ada dan berlaku saklek pada Freeport.

Dia mengatakan Freeport boleh saja menolak ketentuan IUPK yang ditetapkan Indonesia. Hanya saja, ada regulasi pemerintah yang mengatur persoalan tersebut. Misal, dalam Undang-undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.

"Bisa saja Freeport tidak berkenan untuk permasalahan ini tapi yang jelas, apa yang dilakukan pemerintah saat ini sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku yaitu Undang-undang Minerba," ucapnya di Gedung DPR, Senin (20/2/2017).

Sebelumnya, PT Freeport Indonesia menolak ketentuan perubahan status kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang ditetapkan pemerintah Indonesia. Ketentuan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 sebagai perubahan keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, IUPK menjadi syarat bagi Freeport dapat melakukan ekspor konsentrat.

UU Minerba dan turunan PP No 1 Tahun 2017 menyebutkan, perusahaan tambang harus melakukan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Bila perusahaan tidak melakukan hilirisasi, maka perusahaan tambang pemegang kontrak karya harus mengubah statusnya menjadi IUPK sebagai syarat untuk melakukan ekspor konsentrat.

Menurutnya, regulasi tersebut tidak diberlakukan sepihak kepada anak perusahaan Freeport, tapi semua perusahaan yang bergerak di bidang sama. Karenanya, jika PT Freeport Indonesia tak mengindahkan aturan pemerintah Indonesia maka pemerintah, sambungnya, harus bersikap tegas kepada perusahaan tambang yang ada di Indonesia.

"Ini merupakan suatu UU yang harus kita lakukan demi seluruh rakyat Indonesia. Kalau dengan ini Freeport tidak bisa memenuhi persyaratan itu, tentu ada hal-hal yang harus diambil," ungkapnya.

Senada dengan Agus, Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Yudha optimistis pemerintah bisa memenangkan arbitrase. Sebab masing-masing pihak memiliki pegangan dan pemerintah lebih valid. Namun arbitrase harus dihindarkan, karena masih banyak waktu bernegosiasi.

"Karena mengingat Freeport sudah di Indonesia lebih dari 48 tahun, forum arbitrase memberikan dampak negatif yang dijalani. Tapi itu jadi pilihan terakhir, jika sudah tidak bisa memahami UU Minerba, hanya satu forum yaitu arbitrase," ucapnya di Gedung DPR.

Politikus Partai Golkar ini juga menyebut pemerintah harus tegas soal divestasi. Karena kejadian ini akan dijadikan contoh investor untuk menggelontorkan dananya di Indonesia.

"Memberikan dampak kepastian hukum karena sikap pemerintah ditunggu investor lain. Apabila Indonesia tidak bisa menegaskan UU yang dibuat sendiri, bisa dibayangkan kepastian investasi lain tidak menentu lagi. Jadi pelajaran investor lain adalah kepastian hukum di Indonesia," tambahnya.

Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan sebagai badan usaha yang berbisnis di Indonesia Freeport harus mau berunding dengan Pemerintah Indonesia untuk mencapapi titik temu yang saling menguntungkan.

"Mudah-mudahan mencapai titik temu. Kalau tidak tercapai titik temu memang hak masing-masing untuk bisa bawa ke arbitrase. Bukan hanya Freeport yang bisa bawa ke artbitrase, pemerintah juga bisa. Masing-masing pihak saya kira juga berusaha mencari jalan yang tidak melanggar UU dan tetap menghargai Kontrak Karya," ucapnya di Gedung DPR.

Jonan juga mengatakaan semua perjanjian dan perikatan perdata harus mengikuti landasan yang pada dasarnya konstitusi. Tidak bisa dibuat menyimpang dari konstitusi. Kementerian ESDM sudah memberikan tiga opsi yaitu mengikuti ketentuan yang ada sambil berunding tentang stabilisasi investasi, karena ada Kontrak Karya, kedua harus diubah jadi izin usaha pertambangan khusus karena kalau KK tidak bisa.

"Pasal 170 UU Minerba sudah jelas, semua pemegang KK wajib lakukan pengolahan dan pemurnian lima tahun sejak UU ini diberlakukan. Sedangkan IUPK, kita pakai Pasal 102 dan 103, kalau IUPK wajib tapi tidak ada batas lima tahun. Pemerintah sekarang berikan batas lima tahun dengan syarat harus buat program smelter," jelasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9721 seconds (0.1#10.140)