Pemerintah Sambut Baik Apresiasi Pembangunan Infrastruktur Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menyambut baik apresiasi atas pencapaian pemerintah daerah. Apresiasi tersebut meliputi pencapaian infrastruktur , peningkatan kualitas sumber daya manusia hingga pembangunan daerah tertinggal.
"Kategori-kategori yang masuk dalam apresiasi ini berhubungan dengan apa yang kami evaluasi dan pendampingan dari Kementerian Dalam Negeri," ujar Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam acara apresiasi tokoh Indonesia, di Jakarta, baru-baru ini.
Tito menjelaskan, setiap kepala daerah mesti memahami apa-apa saja urusan pemerintah pusat yang mutlah dan urusan pemerintahan umum yang menjadi wewenang konkuren pemerintah daerah. Dia membahas tentang perbedaan kewenangan pemerintah pusat dan daerah pada era sebelum, setelah reformasi, dan saat ini yang bersifat sentralisasi sebagian atau desentralisasi terbatas karena ada enam urusan-urusan yang multak menjadi kewenangan pemerintah pusat.
"Enam urusan absolut pemerintah pusat itu meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama," tuturnya.
Tito juga menyinggung bagaimana demokrasi berjalan, khususnya dalam pemilihan umum kepala daerah atau pilkada. Dengan pilkada, maka demokrasi berjalan karena kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan memiliki legitimasi yang kuat. Namun terdapat juga sisi negatifnya yakni politik berbiaya tinggi, di mana calon kepala daerah harus mengeluarkan modal dalam proses pencalonan sampai resmi menjadi kepala daerah.
"Take home pay kepala daerah pasti tak akan mampu menutupi biaya yang dikeluarkan," kata Tito. "Ini salah satu penyebab korupsi kepala daerah, selain keserakahan."
Tito juga memaparkan tentang perbedaan kepala daerah yang berasal dari birokrat dan non-birokrat, seperti dari kalangan pengusaha, seniman, bahkan jurnalis. Kepala daerah yang berasal dari birokrasi tentu memahami manajemen birokrasi, namun kerap terkunci atau tersandera aturan.
Sementara kepala daerah dari non-birokrasi mungkin tidak memahami peraturan, sehingga muncul terobosan atau inovasi, tetapi ternyata itu melanggar peraturan. "Akhirnya menjadi masalah ketika diaudit. Ada temuan BPK, BPKP, dan aparat penegak hukum," kata Tito.
Sebab itu, mesti dicari jalan keluarnya supaya inovasi kepala daerah tetap berkembang dan sesuai aturan. Terdapat delapan kategori dalam apresiasi ini. Pertama, Kategori Peningkatan Sumber Daya Manusia dan Pendidikan yakni Kabupaten Agam, Kabupaten Lombok Tengah, Kota Cilegon, Kota Surabaya, dan Kota Gorontalo
"Kategori-kategori yang masuk dalam apresiasi ini berhubungan dengan apa yang kami evaluasi dan pendampingan dari Kementerian Dalam Negeri," ujar Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam acara apresiasi tokoh Indonesia, di Jakarta, baru-baru ini.
Tito menjelaskan, setiap kepala daerah mesti memahami apa-apa saja urusan pemerintah pusat yang mutlah dan urusan pemerintahan umum yang menjadi wewenang konkuren pemerintah daerah. Dia membahas tentang perbedaan kewenangan pemerintah pusat dan daerah pada era sebelum, setelah reformasi, dan saat ini yang bersifat sentralisasi sebagian atau desentralisasi terbatas karena ada enam urusan-urusan yang multak menjadi kewenangan pemerintah pusat.
"Enam urusan absolut pemerintah pusat itu meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama," tuturnya.
Tito juga menyinggung bagaimana demokrasi berjalan, khususnya dalam pemilihan umum kepala daerah atau pilkada. Dengan pilkada, maka demokrasi berjalan karena kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan memiliki legitimasi yang kuat. Namun terdapat juga sisi negatifnya yakni politik berbiaya tinggi, di mana calon kepala daerah harus mengeluarkan modal dalam proses pencalonan sampai resmi menjadi kepala daerah.
"Take home pay kepala daerah pasti tak akan mampu menutupi biaya yang dikeluarkan," kata Tito. "Ini salah satu penyebab korupsi kepala daerah, selain keserakahan."
Tito juga memaparkan tentang perbedaan kepala daerah yang berasal dari birokrat dan non-birokrat, seperti dari kalangan pengusaha, seniman, bahkan jurnalis. Kepala daerah yang berasal dari birokrasi tentu memahami manajemen birokrasi, namun kerap terkunci atau tersandera aturan.
Sementara kepala daerah dari non-birokrasi mungkin tidak memahami peraturan, sehingga muncul terobosan atau inovasi, tetapi ternyata itu melanggar peraturan. "Akhirnya menjadi masalah ketika diaudit. Ada temuan BPK, BPKP, dan aparat penegak hukum," kata Tito.
Sebab itu, mesti dicari jalan keluarnya supaya inovasi kepala daerah tetap berkembang dan sesuai aturan. Terdapat delapan kategori dalam apresiasi ini. Pertama, Kategori Peningkatan Sumber Daya Manusia dan Pendidikan yakni Kabupaten Agam, Kabupaten Lombok Tengah, Kota Cilegon, Kota Surabaya, dan Kota Gorontalo