Deforestasi Hutan Terjadi Sebelum Sawit Booming di Indonesia

Jum'at, 31 Maret 2017 - 11:29 WIB
Deforestasi Hutan Terjadi Sebelum Sawit Booming di Indonesia
Deforestasi Hutan Terjadi Sebelum Sawit Booming di Indonesia
A A A
JAKARTA - Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Supiandi Sabiham mengatakan, deforestasi terjadi jauh sebelum komoditas sawit muncul dan booming di Tanah Air.

(Baca Juga: Sawit Bukan Penyebab Deforestasi)

Atas dasar itu, dia pun tidak sependapat dengan parlemen Uni Eropa yang menyebutkan bahwa perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab terjadinya deforestasi lahan perhutanan.

Menurutnya, deforestasi terjadi sejak zaman Belanda atau sekitar 1905, kemudian dilanjutkan lagi dengan program transmigrasi besar-besaran pada 1960-an yang menggunakan lahan hutan untuk pemukiman.

"Deforestasi hutan terjadi jauh sebelum kemerdekaan. Sekitar 1905, sejak zaman Belanda, dilanjutkan dengan program transmigrasi. Dan itu sebagian besar dari lahan hutan. Kemudian ditrigger lagi dengan program hak penguasaan hutan (HPH). Dan baru tahun 1980-an swasta diundang pemerintah untuk selamatkan hutan yang terdegradasi," katanya dalam acara Roundtable Discussion yang digelar KORAN SINDO dan SINDOnews bertajuk 'Benarkah Sawit Penyebab Deforestasi?' di Jakarta, Jumat (31/3/2017).

(Baca Juga: Hasil Voting Parlemen Eropa Pukul Pengusaha Sawit RI)

Menurutnya, pada 1969 kawasan hutan masih cukup banyak namun pada 1972 sekitar 50% kawasan hutan berubah fungsi dan menyebabkan terjadinya deforestasi. Kemudian, pada 1980-an kawasan hutan habis dan dialihfungsikan untuk transmigran.

"Mulai 1980-an itu sudah habis semua hutannya karena transmigrasi. Pada saat awal tujuannya untuk padi dan sawah, tapi tahun 2000-an berubah jadi tanaman tahunan. Jadi, sawit muncul jauh setelah kerusakan hutan terjadi," terangnya.

Selain itu, saat sawit berkembang pada era 1990-an memang kembali terjadi penurunan kawasan hutan. Namun, yang menurun bukan hutan primer melainkan hutan sekunder.

"Pada penilitan kami di Riau, lebih kecil dari 1% sawit me-replace hutan primer. Terbesar lebih dari 60% hutan sekunder, dan sebagian tanaman pertanian‎," tutur dia.

Supiandi menambahkan, polemik mengenai perkebunan kelapa sawit terjadi karena kebutuhan dunia terhadap minyak masih sangat tinggi. Sementara, sumber minyak yang paling besar adalah sawit.

"‎Kebutuhan dunia terhadap minyak masih sangat tinggi. Sumber minyak yang paling besar itu adalah sawit. Sehingga, mentrigger terjadinya polemik. Di lain pihak, perkembangan sawit di Indonesia sangat besar," ujarnya.

(Baca Juga: Produk Sawit RI Dipersulit Masuk Eropa, Timbulkan Image Buruk)

Seperti diberitakan sebelumnya, Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhapi) menilai, hasil voting parlemen Uni Eropa yang menyebutkan bahwa sawit menyebabkan deforestasi, degradasi habitat.

Termasuk, masalah hak azasi manusia, standar sosial yang tidak patut dan masalah tenaga kerja anak memukul pengusaha sawit di Indonesia. Sebab, hal tersebut bisa menyebabkan produk sawit Indonesia sulit masuk Eropa.

Ketua Umum Perhapi Bayu Krisnamurthi mengungkapkan, meskipun hasil voting tersebut tidak sampai mematikan industri di dalam negeri, namun hal itu sedikit banyak akan memengaruhi industri sawit nasional. Produk sawit Indonesia akan dipandang jelek dan harus diawasi jika akan masuk Eropa.

"Kalau berlanjut (hasil voting) akan berpengaruh (terhadap industri sawit dalam negeri). Tapi tidak akan sampai mematikan. Mungkin belum sampai larangan, tapi voting seperti itu jelas tidak dapat dibiarkan," katanya saat dikonfirmasi SINDOnews di Jakarta beberapa waktu.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4693 seconds (0.1#10.140)