Resolusi Sawit Uni Eropa Bisa Memicu Perang Dagang
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menilai bahwa resolusi yang dikeluarkan Parlemen Uni Eropa terkait dengan sertifikasi produk sawit serta pelarangan biodiesel berbasis sawit bisa berbuntut panjang. Jika usulan tersebut disahkan, maka menurutnya yang terjadi justru perang dagang di antara kedua negara.
(Baca Juga: Lawan UE, Mendag Tuntut Produk Nabati Dunia Berstandar Sama
Dia mengungkapkan, selama ini hubungan kerja sama antara pemerintahan Uni Eropa (UE) dan Indonesia didasari dengan semangat anti diskriminatif dan semangat perdagangan bebas (free trade). Namun, yang dilakukan Parlemen Uni Eropa tersebut justru bertolakbelakang dengan semangat tersebut.
"Semangat yang ada kita bicara small medium enterprise, semangat free trade, semangat perlakuan-perlakuan diskriminatif, tetapi langkah yang dilakukan ini tidak menunjang apa yang di sampaikan pemerintah Uni Eropa," katanya di Gedung Kemendag, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Enggar mengaku telah membicarakan hal ini dengan Menteri Perdagangan Uni Eropa. Baginya, pernyataan yang dikeluarkan Parlemen Uni Eropa justru memantik perang dagang antara Indonesia dan Uni Eropa. Dia pun meminta mereka untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut.
"Saya katakan, kalau ini (resolusi Parlemen Uni Eropa) terjadi, apa yang kita (Indonesia-Uni Eropa) sepakati dalam berbagai pembicaraan mengenai perang dagang, Anda memulai ini. Sebab bisa terjadi seperti itu, mari kita atasi. Urusan dalam negeri masing masing tolong diselesaikan," tandasnya.
Sebagai informasi, Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena dinilai masih menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran HAM. Dalam resolusi yang secara khusus menyebut Indonesia itu, menghasilkan voting 640 anggota parlemen setuju, 18 menolak dan 28 abstain. Laporan sawit bersifat non-binding ini akan diserahkan kepada Komisi dan Presiden Eropa.
(Baca Juga: Lawan UE, Mendag Tuntut Produk Nabati Dunia Berstandar Sama
Dia mengungkapkan, selama ini hubungan kerja sama antara pemerintahan Uni Eropa (UE) dan Indonesia didasari dengan semangat anti diskriminatif dan semangat perdagangan bebas (free trade). Namun, yang dilakukan Parlemen Uni Eropa tersebut justru bertolakbelakang dengan semangat tersebut.
"Semangat yang ada kita bicara small medium enterprise, semangat free trade, semangat perlakuan-perlakuan diskriminatif, tetapi langkah yang dilakukan ini tidak menunjang apa yang di sampaikan pemerintah Uni Eropa," katanya di Gedung Kemendag, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Enggar mengaku telah membicarakan hal ini dengan Menteri Perdagangan Uni Eropa. Baginya, pernyataan yang dikeluarkan Parlemen Uni Eropa justru memantik perang dagang antara Indonesia dan Uni Eropa. Dia pun meminta mereka untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut.
"Saya katakan, kalau ini (resolusi Parlemen Uni Eropa) terjadi, apa yang kita (Indonesia-Uni Eropa) sepakati dalam berbagai pembicaraan mengenai perang dagang, Anda memulai ini. Sebab bisa terjadi seperti itu, mari kita atasi. Urusan dalam negeri masing masing tolong diselesaikan," tandasnya.
Sebagai informasi, Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena dinilai masih menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran HAM. Dalam resolusi yang secara khusus menyebut Indonesia itu, menghasilkan voting 640 anggota parlemen setuju, 18 menolak dan 28 abstain. Laporan sawit bersifat non-binding ini akan diserahkan kepada Komisi dan Presiden Eropa.
(akr)