Dua Tantangan Indonesia untuk Kembangkan Bisnis Gudang Karbon
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengakui, terdapat dua tantangan yang dihadapi Indonesia dalam pengembangan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS). Pertama, persoalan teknis karena penyimpanan karbon membutuhkan reservoir sebagai tempat menyimpan CO2.
Nantinya, CO2 akan disimpan selamanya di reservoir tersebut. Namun, pada lapisan bawah reservoir terdapat air yang disebut akuifer.
Ketika CO2 dan air berhubungan, lama-lama akan memunculkan sifat korosif. Dengan demikian, tantangannya adalah memastikan tidak terjadi kebocoran setelah CO2 diinjeksikan ke reservoir.
"Karena CO2 berhubungan dengan air, itu jadi korosif, bisa bocor nanti. Jadi tantangan teknisnya terbesar itu. Perlu menjamin bahwa setelah diinjeksikan tidak bocor," jelasnya, dikutip Selasa (12/9/2023).
Tantangan kedua yaitu masalah keekonomian lantaran teknologi injeksi CO2 biasanya membutuhkan biaya yang lebih mahal. Dalam pengembangan teknologi CCS perlu memikirkan upaya menekan biaya injeksi CO2 agar lebih ekonomis, namun kualitasnya tetap terjaga guna menjamin tidak terjadi kebocoran.
"Nah gimana supaya ini bisa tetap ekonomis. Kalau diperlukan, pemerintah akan evaluasi untuk diberikan insentif," imbuhnya.
Diungkapkan Tutuka, pihaknya masih terus membahas mengenai solusi untuk menghadapi tantangan dari sisi teknis dan ekonomis tersebut seiring pengembangan teknologi CCS yang terus berjalan. Pemerintah menargetkan reservoir yang tersedia di Indonesia bisa dimanfaatkan oleh industri dalam negeri dan luar negeri atau crossborder.
Saat ini tengah disusun payung hukumnya yang akan tertuang dalam peraturan presiden (perpres).
"Untuk yang CCS, kita coba bisa sumber CO2 dari luar negeri yang disebut crossborder. Sekarang sedang dibuat perpres-nya semacam impor CO2 bagi negara yang membutuhkan untuk disimpan di dalam negeri (Indonesia)," tukasnya.
Lihat Juga: BRI Finance Gandeng Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Gelar Pelatihan Teknisi Uji Emisi
Nantinya, CO2 akan disimpan selamanya di reservoir tersebut. Namun, pada lapisan bawah reservoir terdapat air yang disebut akuifer.
Ketika CO2 dan air berhubungan, lama-lama akan memunculkan sifat korosif. Dengan demikian, tantangannya adalah memastikan tidak terjadi kebocoran setelah CO2 diinjeksikan ke reservoir.
"Karena CO2 berhubungan dengan air, itu jadi korosif, bisa bocor nanti. Jadi tantangan teknisnya terbesar itu. Perlu menjamin bahwa setelah diinjeksikan tidak bocor," jelasnya, dikutip Selasa (12/9/2023).
Tantangan kedua yaitu masalah keekonomian lantaran teknologi injeksi CO2 biasanya membutuhkan biaya yang lebih mahal. Dalam pengembangan teknologi CCS perlu memikirkan upaya menekan biaya injeksi CO2 agar lebih ekonomis, namun kualitasnya tetap terjaga guna menjamin tidak terjadi kebocoran.
"Nah gimana supaya ini bisa tetap ekonomis. Kalau diperlukan, pemerintah akan evaluasi untuk diberikan insentif," imbuhnya.
Diungkapkan Tutuka, pihaknya masih terus membahas mengenai solusi untuk menghadapi tantangan dari sisi teknis dan ekonomis tersebut seiring pengembangan teknologi CCS yang terus berjalan. Pemerintah menargetkan reservoir yang tersedia di Indonesia bisa dimanfaatkan oleh industri dalam negeri dan luar negeri atau crossborder.
Saat ini tengah disusun payung hukumnya yang akan tertuang dalam peraturan presiden (perpres).
"Untuk yang CCS, kita coba bisa sumber CO2 dari luar negeri yang disebut crossborder. Sekarang sedang dibuat perpres-nya semacam impor CO2 bagi negara yang membutuhkan untuk disimpan di dalam negeri (Indonesia)," tukasnya.
Lihat Juga: BRI Finance Gandeng Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Gelar Pelatihan Teknisi Uji Emisi
(uka)