Alokasikan 14,5% Capex Buat Energi Bersih, Dirut Pertamina: Cukup Agresif
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mengalokasikan 14,5% dari total capital expenditure (capex) atau modal kerja untuk investasi di sektor green business alias bisnis energi hijau yang dijajaki perusahaan.Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan, jumlah dana tersebut sangat tinggi dibandingkan dengan nilai investasi energi hijau yang dilakukan perusahaan energi lainnya.
Di mana, nominal anggaran yang dialokasikan perusahaan lain hanya berada satu digit saja. Dia menyebutkan, strategi investasi Pertamina di green business sudah diatur dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP).
"Jadi kami alokasikan 14,5% dari anggaran yang ada, ini kami rencanakan sesuai dengan RJPP. Dan ini cukup agresif kalau kita lihat dari perusahaan-perusahaan energi yang lain alokasi untuk sustainability bezet ini tidak terlalu besar angkanya, sekitar satu digit," ungkap Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (2/10/2023).
Pertamina memang melakukan pengembangan di aspek Bioenergy, Geothermal, Hydrogen, EV Battery dan ESS, Gasification, NRE, Circular Carbon Economy, Green Refinery. Lalu, Electric Power: Geothermal, Solar Power. Kemudian, Mobility: Biofuel, EV Charging dan swapping. Diikuti, Coal to DME, Hydrogen, Natural Based Solutions, CCUS/CCS.
Gasification misalnya, Nicke mencatat, Indonesia diberkahi sumber daya gas yang cukup besar karena itu harus dimanfaatkan dengan mengkonversi menjadi sumber energi baru dan terbarukan (EBT).
"Gasification itu dasarnya dari kita meyakini bahwa gas ini menjadi bridging fuel dari fossil fuel menuju energi terbarukan, apalagi Indonesia diberkahi sumber daya gas yang cukup besar," ucap dia.
"Dan tantangannya tentu infrastruktur karena dengan 17.000 pulau dengan jumlah penduduk yang sangat banyak kita diberikan tantangan di sisi distribusi," katanya.
Untuk gasification, lanjut Nicke, di sisi upstream perlu ditingkatkan investasinya. Selain itu, Pertamina juga membangun infrastruktur Liquefied Natural Gas (LNG) agar memperkuat infrastruktur midstream dan downstream.
"Agar mudah untuk transport, baik infrastruktur di midstream dan downstream," tutur Nicke.
Di mana, nominal anggaran yang dialokasikan perusahaan lain hanya berada satu digit saja. Dia menyebutkan, strategi investasi Pertamina di green business sudah diatur dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP).
"Jadi kami alokasikan 14,5% dari anggaran yang ada, ini kami rencanakan sesuai dengan RJPP. Dan ini cukup agresif kalau kita lihat dari perusahaan-perusahaan energi yang lain alokasi untuk sustainability bezet ini tidak terlalu besar angkanya, sekitar satu digit," ungkap Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (2/10/2023).
Pertamina memang melakukan pengembangan di aspek Bioenergy, Geothermal, Hydrogen, EV Battery dan ESS, Gasification, NRE, Circular Carbon Economy, Green Refinery. Lalu, Electric Power: Geothermal, Solar Power. Kemudian, Mobility: Biofuel, EV Charging dan swapping. Diikuti, Coal to DME, Hydrogen, Natural Based Solutions, CCUS/CCS.
Gasification misalnya, Nicke mencatat, Indonesia diberkahi sumber daya gas yang cukup besar karena itu harus dimanfaatkan dengan mengkonversi menjadi sumber energi baru dan terbarukan (EBT).
"Gasification itu dasarnya dari kita meyakini bahwa gas ini menjadi bridging fuel dari fossil fuel menuju energi terbarukan, apalagi Indonesia diberkahi sumber daya gas yang cukup besar," ucap dia.
"Dan tantangannya tentu infrastruktur karena dengan 17.000 pulau dengan jumlah penduduk yang sangat banyak kita diberikan tantangan di sisi distribusi," katanya.
Untuk gasification, lanjut Nicke, di sisi upstream perlu ditingkatkan investasinya. Selain itu, Pertamina juga membangun infrastruktur Liquefied Natural Gas (LNG) agar memperkuat infrastruktur midstream dan downstream.
"Agar mudah untuk transport, baik infrastruktur di midstream dan downstream," tutur Nicke.
(akr)