Pengelolaan Karbon Bakal Jadi Game Changer di Industri Migas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penerapan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon Carbon Capture and Storage (CCS) danCarbon Capture Utilization and Storage(CCUS) dinilai akan menjadi pengubah permainan(game changer)dalam bisnis industri migas ke depan.
Hal itu diungkapkan oleh Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji saat membuka Forum Bisnis Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), awal pekan ini. Tutuka menilai,
bisnis migas ke depan tidak hanya berkaitan dengan hidrokarbon atau produksi migas belaka, namun juga pengelolaan dan bisnis karbondioksida (CO2).
"Pola kerja samanya juga mungkin tidak hanyaproduction sharing contract,tetapi jugainjection sharing contract," tuturnya.
Seiring dengan itu, sambung dia, ruang lingkup Direktorat jenderal Migas dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga kemungkinan akan diperluas guna mengakomodasi hal itu.
Untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS, lanjut Tutuka, pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi, antara lain Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.
"Ada empat fokus yang diatur dalam Permen ini yaitu aspek teknis, skenario bisnis, aspek legal dan aspek ekonomi sebagai bagian dari model bisnis hulu minyak dan gas Indonesia," tuturnya.
Menurut dia, Kementerian ESDM bekerja sama dengan kementerian terkait juga menyiapkan regulasi berupa rancangan peraturan presiden untuk CCS/CCUS di luar wilayah kerja minyak dan gas bumi. Perpres tersebut diharapkan bisa segera diterbitkan tahun ini sehingga bisa menjadi pedoman bagi pengembangan bisnis CCS/CCUS di masa depan.
"Perpres ini diperlukan untuk menaungi Permen ESDM No 2 tahun 2023, sehingga diharapkan mampu mencakup industri secara luas tidak hanya industri migas tetapi juga industri di luar migas seperti semen, baja dan lainnya," kata dia.
Hal itu diungkapkan oleh Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji saat membuka Forum Bisnis Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), awal pekan ini. Tutuka menilai,
bisnis migas ke depan tidak hanya berkaitan dengan hidrokarbon atau produksi migas belaka, namun juga pengelolaan dan bisnis karbondioksida (CO2).
"Pola kerja samanya juga mungkin tidak hanyaproduction sharing contract,tetapi jugainjection sharing contract," tuturnya.
Seiring dengan itu, sambung dia, ruang lingkup Direktorat jenderal Migas dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga kemungkinan akan diperluas guna mengakomodasi hal itu.
Untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS, lanjut Tutuka, pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi, antara lain Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.
"Ada empat fokus yang diatur dalam Permen ini yaitu aspek teknis, skenario bisnis, aspek legal dan aspek ekonomi sebagai bagian dari model bisnis hulu minyak dan gas Indonesia," tuturnya.
Menurut dia, Kementerian ESDM bekerja sama dengan kementerian terkait juga menyiapkan regulasi berupa rancangan peraturan presiden untuk CCS/CCUS di luar wilayah kerja minyak dan gas bumi. Perpres tersebut diharapkan bisa segera diterbitkan tahun ini sehingga bisa menjadi pedoman bagi pengembangan bisnis CCS/CCUS di masa depan.
"Perpres ini diperlukan untuk menaungi Permen ESDM No 2 tahun 2023, sehingga diharapkan mampu mencakup industri secara luas tidak hanya industri migas tetapi juga industri di luar migas seperti semen, baja dan lainnya," kata dia.