Petani Tebu Minta HET Gula Rp14.000 Per Kilogram
A
A
A
JAKARTA - Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyoroti harga acuan gula tani (HPP) Rp9.100 per kilogram dan harga eceran tertinggi (HET) gula Rp12.500 per kilogram. Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas), APTRI merekomendasikan agar patokan harga gula Rp12.500/Kg dikoreksi, lantaran dinilai tidak sesuai dengan Undang-undang (UU) dan produksi petani.
“Harga referensi gula di tingkat eceran (HET) sewajarnya Rp14.000 per kilogram,” kata Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen, dalam acara Rakernas APTRI yang berlangsung di Hotel Acacia, Jakarta, Kamis (20/7/2017).
Menurutnya acuan HET itu perlu dikoreksi agar tidak terlibat pelanggaran UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Lebih lanjut dia menerangkan BPP gula tani sebesar Rp10.600 per kilogram, sedangkan HPP idealnya harus diatas BPP dan HET harus diatas HPP.
“Kami mengusulkan kepada Menteri Perdagangan HPP gula tani sebesar Rp. 11.000 per kilogram, sedangkan HET gula sebesar Rp. 14.000 per kilogram,” tegasnya.
Angka tersebut, menurut dia, wajar karena petani ada keuntungan yang wajar dari usaha tani tebu selama setahun dan pedagang juga untung serta tidak memberatkan kepada konsumen. Dengan harga acuan HET Rp12.500 per kilogram, pedagang terang ia akan menekan harga ke petani.
“Karena batasan HET tersebut terlalu rendah mendekati BPP gula tani Rp10.600 per kilogram, sehingga margin untuk distribusi dirasa sangat mepet. Akibatnya harga gula tani yang ditekan,” ungkapnya.
Dalam Rakernas tersebut, hadir di antaranya Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Dr. Kasan, M.M, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Ir. Bambang MM, Kasubdit Tebu dan Pemanis Lain Kementerian Pertanian Ir. Gede Wirasuta, perwakilan dari direksi PTPN, pengurus Kadin, pejabat direktorat pajak serta pihak terkait lainnya.
Sementara Sekjen APTRI M Nur Khabsyin menambahkan, dalam rakernas tersebut yang juga diminta oleh petani tebu adalah tersedianya benih/bibit unggul yang disubsidi dengan potensi rendemen tinggi dan harga terjangkau melalui Pusat Penelituian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Kemudian kebijakan tentang persyaratan kredit KUR untuk tebu, APTRI meminta agar dipermudah dan tidak memberatkan petani. Karena saat ini persyaratan tersebut sangat rumit.
“Adapun alokasi kredit KUR tiap petani diusulkan maksimal 10 hektar karena tanaman tebu berbeda dengan tanaman padi yang mana tanaman tebu hanya panen sekali dalam setahun sementara padi bisa panen 2-3 kali,” paparnya.
“Harga referensi gula di tingkat eceran (HET) sewajarnya Rp14.000 per kilogram,” kata Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen, dalam acara Rakernas APTRI yang berlangsung di Hotel Acacia, Jakarta, Kamis (20/7/2017).
Menurutnya acuan HET itu perlu dikoreksi agar tidak terlibat pelanggaran UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Lebih lanjut dia menerangkan BPP gula tani sebesar Rp10.600 per kilogram, sedangkan HPP idealnya harus diatas BPP dan HET harus diatas HPP.
“Kami mengusulkan kepada Menteri Perdagangan HPP gula tani sebesar Rp. 11.000 per kilogram, sedangkan HET gula sebesar Rp. 14.000 per kilogram,” tegasnya.
Angka tersebut, menurut dia, wajar karena petani ada keuntungan yang wajar dari usaha tani tebu selama setahun dan pedagang juga untung serta tidak memberatkan kepada konsumen. Dengan harga acuan HET Rp12.500 per kilogram, pedagang terang ia akan menekan harga ke petani.
“Karena batasan HET tersebut terlalu rendah mendekati BPP gula tani Rp10.600 per kilogram, sehingga margin untuk distribusi dirasa sangat mepet. Akibatnya harga gula tani yang ditekan,” ungkapnya.
Dalam Rakernas tersebut, hadir di antaranya Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Dr. Kasan, M.M, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Ir. Bambang MM, Kasubdit Tebu dan Pemanis Lain Kementerian Pertanian Ir. Gede Wirasuta, perwakilan dari direksi PTPN, pengurus Kadin, pejabat direktorat pajak serta pihak terkait lainnya.
Sementara Sekjen APTRI M Nur Khabsyin menambahkan, dalam rakernas tersebut yang juga diminta oleh petani tebu adalah tersedianya benih/bibit unggul yang disubsidi dengan potensi rendemen tinggi dan harga terjangkau melalui Pusat Penelituian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Kemudian kebijakan tentang persyaratan kredit KUR untuk tebu, APTRI meminta agar dipermudah dan tidak memberatkan petani. Karena saat ini persyaratan tersebut sangat rumit.
“Adapun alokasi kredit KUR tiap petani diusulkan maksimal 10 hektar karena tanaman tebu berbeda dengan tanaman padi yang mana tanaman tebu hanya panen sekali dalam setahun sementara padi bisa panen 2-3 kali,” paparnya.
(akr)