Bos LPS Mengulas Beda Krisis 1998 dan Saat Pandemi: Masyarakat Panik Tak Lagi Tarik Uang

Rabu, 11 Oktober 2023 - 11:03 WIB
loading...
Bos LPS Mengulas Beda Krisis 1998 dan Saat Pandemi: Masyarakat Panik Tak Lagi Tarik Uang
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa menerangkan, perbedaan peran LPS atara tahun 1997-1998 dengan 2020-2021. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Peran dan kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan ( LPS ) terusberkembang sejak didirikan pada tahun 2005. Jika sebelumnya LPS berperan di belakang layar, namun kini bergerak ke depan untuk menyakinkan masyarakat supaya tidak menarik dananya dari bank saat krisis datang.



Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa menerangkan, perbedaan peran LPS atara tahun 1997-1998 dengan 2020-2021. Ia mengungkapkan pada periode 1997-1998, masyarakat panik ketika tidak ada LPS.



Di tahun 2020 walaupun ada COVID-19, namun terangnya karena LPS kerjanya cukup bagus meski ekonomi tertekan pandemi, orang-orang tidak panik dan tak menarik uangnya dari bank.

"Kami selalu bilang, uang Anda di bank aman, dijamin LPS. Itu mungkin peran utama LPS yang paling signifikan yang orang tidak sadar. Peran LPS (mulanya) di belakang (layar), di saat bank-bank jatuh, baru bekerja," ujar Purbaya dalam Pembukaan LPS Research Fair di Jakarta, Rabu (11/10/2023).

Tapi sekarang, dia menyebut LPS sudah mulai bermain di depan. LPS meyakinkan masyarakat supaya tidak menarik dana dari bank sehingga banknya tidak jatuh meski ada tekanan di sistem perekonomian.

"Tak hanya itu saja, selama 18 tahun berdiri, LPS telah melakukan beberapa kali penguatan mandat untuk memperkuat fungsi dan tugasnya dalam menjamin simpanan nasabah dan resolusi bank yang efektif dan efisien," ungkap Purbaya.

Penguatan mandat ini agar LPS bisa berperan lebih besar dalam menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia. Beberapa penguatan yang baru diterima adalah, pertama, melalui UU nomor 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, dimana LPS dapat penambahan mandat, yaitu dua metode resolusi dalam penanganan bank gagal melalui Purchase & Assumption dan Bank Perantara (Bridge Bank).

Selain itu, LPS juga turut serta berperan dalam pencegahan terjadinya krisis dalam sistem keuangan nasional melalui Program Restrukturisasi Perbankan.

Selanjutnya, melalui UU nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona virus Disease 2019, dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang. Melalui UU tersebut, LPS memiliki sejumlah kewenangan baru.

Pertama, melakukan persiapan penanganan dan peningkatan intensitas persiapan bersama dengan OJK untuk penanganan permasalahan solvabilitas, kedua, memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan Bank Selain Bank Sistemik dengan mempertimbangkan kriteria lain selain biaya penyelamatan paling rendah.

Yang ketiga, melaksanakan kebijakan penjaminan simpanan untuk kelompok nasabah dengan mempertimbangkan sumber dana dan/atau peruntukkan simpanan serta besaran nilai yang dijamin bagi kelompok nasabah tersebut.

"Kita dapat kewenangannya di tahun 2019, tetapi benar-benar dibutuhkannya untuk menempatkan dana di bank tahun 2020, enggak berani. Jadi dibuatlah UU P2SK sehingga kita bisa makin berani," tambah Purbaya.

Dan di tahun ini, melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Perbankan (UU P2SK). Undang-undang tersebut memberikan mandat baru kepada LPS untuk menjalankan Program Penjaminan Polis (PPP), yaitu lima tahun sejak UU ini disahkan.

Melalui mandat baru ini diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi pemegang polis, tertanggung atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya akibat mengalami kesulitan keuangan.

"Nantinya, dalam penyelenggaraan PPP, LPS berfungsi untuk menjamin polis asuransi dan melakukan resolusi perusahaan asuransi dengan cara likuidasi," ucap Purbaya.

Penyelenggaraan PPP bertugas melindungi penjamin polis, dan setiap perusahaan asuransi wajib menjadi peserta penjamin polis, dengan keharusan wajib memiliki tingkat kesehatan tertentu. Dalam penyelenggaraan PPP, perusahaan asuransi yang akan mengikuti program, adalah perusahaan asuransi yang dinyatakan sehat, dan untuk mengetahui sehat atau tidaknya dan perusahaan asuransi tersebut LPS akan berkoordinasi dengan OJK.

"Jadi, sesuai dengan amanat UU P2SK, nantinya LPS selain melakukan penjaminan terhadap dana masyarakat yang ada di bank juga akan melakukan penjaminan terhadap dana masyarakat di perusahaan asuransi," pungkas Purbaya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1246 seconds (0.1#10.140)