Perlambatan Ekonomi China Bikin Jokowi Was-was, Airlangga Ungkap Pesannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi China mengalami perlambatan (slowing down), bahkan tingkat permintaan (demand) di kawasan tersebut juga menurun drastis. Kondisi di China dikhawatirkan berdampak kepada ekonomi domestik di Tanah Air, lantaran perannya sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.
Dalam neraca perdagangan, nilai ekspor-impor Indonesia dan China mencapai USD130 miliar atau setara Rp2.039 triliun.
Mengutip pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi China berpotensi menggerus pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, sehingga harus diantisipasi dampaknya.
"Ekonomi China slowing down dan domestik demand di China juga menurun, nah ini penting untuk diperhatikan bahwa China adalah salah satu trading partner terbesar Indonesia," ujar Airlangga, dalam gelaran 'Navigating Indonesia's Path: Insight for Today, Visions for Tomorrow', Rabu (11/10/223).
"Di mana Indonesia dengan China sekitar USD130 billion dan tentu efeknya ada, tapi kita juga harus mengantisipasi situasi ketidakpastian ini," ucapnya.
Tak hanya China, situasi geopolitik di belahan negara lain juga harus dikaji dampaknya bagi Indonesia. Airlangga mengatakan, peperangan Rusia-Ukraina dan Hamas-Israel juga patut diantisipasi.
Langkah strategis harus diambil, lantaran geopolitik global yang kian memanas diperparah oleh krisis pangan yang terjadi saat ini, hal itu membuat beberapa negara menerbitkan larangan ekspor pangan. Salah satunya, India yang membatasi ekspor beras.
"Kemudian kita mendapatkan juga krisis pangan, di mana India melarang ekspor beras, India adalah eksportir terbesar beras hampir 20 juta (ton). Di sebelahnya West Africa biasanya impor 17 juta beras, sehingga tentu pangan menjadi sektor yang sangat penting untuk dunia," tutur dia.
Dari kondisi tersebut, lanjut Airlangga, International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 terkontraksi. Di mana, lembaga keuangan dunia itu merevisi pertumbuhan ekonomi global tahun depan dari 3 persen menjadi 2,9 persen.
"IMF baru saja merilis economic outlook dan di tahun 2024 direvisi ke bawah, dimana IMF menilai pertumbuhan ekonomi di 2024 dari 3 persen turun ke 2,9 persen. Kemudian, inflasi dan likuiditas menjadi isu yang harus segera diselesaikan," bebernya.
Dalam neraca perdagangan, nilai ekspor-impor Indonesia dan China mencapai USD130 miliar atau setara Rp2.039 triliun.
Mengutip pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi China berpotensi menggerus pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, sehingga harus diantisipasi dampaknya.
"Ekonomi China slowing down dan domestik demand di China juga menurun, nah ini penting untuk diperhatikan bahwa China adalah salah satu trading partner terbesar Indonesia," ujar Airlangga, dalam gelaran 'Navigating Indonesia's Path: Insight for Today, Visions for Tomorrow', Rabu (11/10/223).
"Di mana Indonesia dengan China sekitar USD130 billion dan tentu efeknya ada, tapi kita juga harus mengantisipasi situasi ketidakpastian ini," ucapnya.
Tak hanya China, situasi geopolitik di belahan negara lain juga harus dikaji dampaknya bagi Indonesia. Airlangga mengatakan, peperangan Rusia-Ukraina dan Hamas-Israel juga patut diantisipasi.
Langkah strategis harus diambil, lantaran geopolitik global yang kian memanas diperparah oleh krisis pangan yang terjadi saat ini, hal itu membuat beberapa negara menerbitkan larangan ekspor pangan. Salah satunya, India yang membatasi ekspor beras.
"Kemudian kita mendapatkan juga krisis pangan, di mana India melarang ekspor beras, India adalah eksportir terbesar beras hampir 20 juta (ton). Di sebelahnya West Africa biasanya impor 17 juta beras, sehingga tentu pangan menjadi sektor yang sangat penting untuk dunia," tutur dia.
Dari kondisi tersebut, lanjut Airlangga, International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 terkontraksi. Di mana, lembaga keuangan dunia itu merevisi pertumbuhan ekonomi global tahun depan dari 3 persen menjadi 2,9 persen.
"IMF baru saja merilis economic outlook dan di tahun 2024 direvisi ke bawah, dimana IMF menilai pertumbuhan ekonomi di 2024 dari 3 persen turun ke 2,9 persen. Kemudian, inflasi dan likuiditas menjadi isu yang harus segera diselesaikan," bebernya.
(akr)