Tanggapi Saran Ombudsman, Arya Sinulingga: Masak Orang Luar yang Mengawasi Perusahaan Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan saran perbaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) ihwal polemik rangkap jabatan dan rangkap penghasilan sejumlah komisaris badan usaha milik negara (BUMN). Ombudsman menyarankan Jokowi segera menerbitkan peraturan presiden (Perpres) untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Ombudsman menilai Presiden perlu memperjelas batasan dan kriteria dalam penempatan pejabat struktural dan fungsional aktif sebagai komisaris BUMN, serta pengaturan sistem penghasilan tunggal bagi perangkap jabatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini perlu dipertegas dalam perpres yang disarankan.
Menaggapi itu, Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan, rekomendasi Ombudsman adalah wajar karena belum ada aturan baku ihwal pengangkatan komisaris dan direksi BUMN. Bahkan, dia menyebut Kementerian BUMN akan mengikuti regulasi jika sudah ditetapkan oleh Presiden Jokowi.
"Mereka kan mengusulkan kepada Bapak Presiden untuk membuat regulasi. Artinya mereka juga melihat bahwa ini memang belum ada regulasi yang mengaturnya, dan kami dari kementerian jelas akan mematuhi semua regulasi yang ada," ujar Arya, Rabu (5/8/2020). ( Baca juga:Presiden Jokowi Diminta Buat Perpres Atasi Rangkap Jabatan di BUMN )
Kementerian BUMN, lanjut Arya, tetap berpegangan pada peraturan perundang-undangan saat menempatkan orang-orang yang menjadi petinggi sejumlah perusahaan pelat merah. Karena itu, dia sepakat bila kepala negara merumuskan aturan baru perihal syarat dan kriteria calon komisaris dan direksi BUMN.
Kendati demikian, Arya juga mengingatkan bahwa sebagai perusahaan negara pemberian jabatan komisaris ke pejabat negara adalah hal yang lazim dan bukan sesuatu yang buruk.
"Namanya perusahaan milik pemerintah, maka yang mengawasinya adalah pemerintah. Sama dengan swasta, perusahaan swasta yang mengawasinya pemilik saham. Jadi wajar sekali kalau pemerintah juga yang mengawasi BUMN tersebut sebagai komisaris," kata Arya.
Arya pun perpandangan bahwa dengan menempatkan orang-orang yang tepat akan mampu mewujudkan BUMN sebagai good corporate governance. Justru jabatan komisaris diserahkan seluruhnya kepada orang di luar pemerintahan akan muncul berbagai polemik yang justru kontraproduktif dengan tujuan pemerintah itu sendiri.
"Kalau tidak nanti siapa yang mengawasi mereka. Itu yang jadi problem selama ini rangkap jabatan karena harus ada yang mewakili pemerintah mengawasi jalannya perusahaan pemerintah. Masak orang lain, orang luar yang mengawasi perusahaan pemerintah dasarnya apa?" pungkasnya.
Ombudsman menilai Presiden perlu memperjelas batasan dan kriteria dalam penempatan pejabat struktural dan fungsional aktif sebagai komisaris BUMN, serta pengaturan sistem penghasilan tunggal bagi perangkap jabatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini perlu dipertegas dalam perpres yang disarankan.
Menaggapi itu, Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan, rekomendasi Ombudsman adalah wajar karena belum ada aturan baku ihwal pengangkatan komisaris dan direksi BUMN. Bahkan, dia menyebut Kementerian BUMN akan mengikuti regulasi jika sudah ditetapkan oleh Presiden Jokowi.
"Mereka kan mengusulkan kepada Bapak Presiden untuk membuat regulasi. Artinya mereka juga melihat bahwa ini memang belum ada regulasi yang mengaturnya, dan kami dari kementerian jelas akan mematuhi semua regulasi yang ada," ujar Arya, Rabu (5/8/2020). ( Baca juga:Presiden Jokowi Diminta Buat Perpres Atasi Rangkap Jabatan di BUMN )
Kementerian BUMN, lanjut Arya, tetap berpegangan pada peraturan perundang-undangan saat menempatkan orang-orang yang menjadi petinggi sejumlah perusahaan pelat merah. Karena itu, dia sepakat bila kepala negara merumuskan aturan baru perihal syarat dan kriteria calon komisaris dan direksi BUMN.
Kendati demikian, Arya juga mengingatkan bahwa sebagai perusahaan negara pemberian jabatan komisaris ke pejabat negara adalah hal yang lazim dan bukan sesuatu yang buruk.
"Namanya perusahaan milik pemerintah, maka yang mengawasinya adalah pemerintah. Sama dengan swasta, perusahaan swasta yang mengawasinya pemilik saham. Jadi wajar sekali kalau pemerintah juga yang mengawasi BUMN tersebut sebagai komisaris," kata Arya.
Arya pun perpandangan bahwa dengan menempatkan orang-orang yang tepat akan mampu mewujudkan BUMN sebagai good corporate governance. Justru jabatan komisaris diserahkan seluruhnya kepada orang di luar pemerintahan akan muncul berbagai polemik yang justru kontraproduktif dengan tujuan pemerintah itu sendiri.
"Kalau tidak nanti siapa yang mengawasi mereka. Itu yang jadi problem selama ini rangkap jabatan karena harus ada yang mewakili pemerintah mengawasi jalannya perusahaan pemerintah. Masak orang lain, orang luar yang mengawasi perusahaan pemerintah dasarnya apa?" pungkasnya.
(uka)