Bergerak Menuju Pembiayaan Berkelanjutan bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Kamis, 09 November 2023 - 10:13 WIB
loading...
Bergerak Menuju Pembiayaan Berkelanjutan bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Peneliti Ekonomi Lingkungan dan Pendiri Think Policy, Andhyta Firselly Utami menggarisbawahi, pentingnya memasukkan aspek sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan keuangan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pembiayaan berkelanjutan merupakan paradigma keuangan yang telah menjadi sorotan utama dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia. Paradigma ini tidak hanya mencakup aspek finansial, tetapi juga aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang berdampak luas.



Transisi ke ekonomi yang berorientasi pada pembiayaan berkelanjutan memiliki tujuan yang jelas: menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif dan seimbang, sekaligus menjaga lingkungan, mendukung kesejahteraan sosial, dan mempromosikan tata kelola yang baik. Dalam konteks Indonesia, negara dengan kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah, pembiayaan berkelanjutan memegang peran penting dalam memenuhi tantangan dan peluang yang dihadapi.

Pembiayaan berkelanjutan, atau sustainable finance, adalah pendekatan keuangan yang memadukan pertumbuhan ekonomi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Peneliti Ekonomi Lingkungan dan Pendiri Think Policy, Andhyta Firselly Utami menggarisbawahi, pentingnya memasukkan aspek sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan keuangan . "Pembiayaan berkelanjutan adalah tentang memahami bahwa ekonomi, sosial, dan lingkungan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan," ungkapnya.

Transisi nir-emisi (atau transmisi menuju nol karbon), pada saat yang sama, adalah komitmen global yang diikuti oleh Indonesia dalam mengurangi emisi karbon hingga mencapai net zero emisi karbon pada tahun 2050. Ini berarti bahwa Indonesia berusaha untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan, dan jika ada emisi yang tersisa, akan dikompensasi melalui upaya seperti penanaman hutan atau teknologi karbon negatif.

Peran Perbankan dalam Pembiayaan Berkelanjutan

Dalam upaya mencapai pembiayaan berkelanjutan, perbankan memegang peran sentral. Perbankan tidak hanya sebagai penyedia dana, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam mendorong praktik bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.



Perbankan memiliki peran dalam mendukung proyek-proyek yang berfokus pada energi terbarukan, efisiensi energi, dan tata kelola perusahaan yang baik. Peran perbankan dalam pembiayaan berkelanjutan adalah menciptakan perubahan positif yang bersifat menyeluruh dalam ekonomi.

Saat ini, Indonesia sedang bergerak menuju pembiayaan berkelanjutan dengan berbagai inisiatif dari pemerintah dan perusahaan swasta. Beberapa bank telah mengadopsi praktik keuangan berkelanjutan, termasuk penerbitan green bonds untuk mendukung proyek-proyek berkelanjutan. Namun terdapat tantangan dalam mengintegrasikan pembiayaan berkelanjutan dalam skala yang lebih besar.

Salah satu contohnya, yaitu PT Bank HSBC Indonesia (HSBC Indonesia) yang telah beroperasi di Indonesia sejak 1984. Saat ini, HSBC telah melayani nasabah melalui lebih dari 80 cabang yang tersebar di 28 kota di Indonesia.

HSBC percaya bahwa integrasi antara lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG) dalam proses pembuatan keputusan finansial membuka peluang positif untuk mendorong perubahan dunia ke arah lebih baik. Perusahaan memiliki visi untuk mencapai Net Zero Emission pada praktik operasional dan rantai pasokannya di 2030 dan pada portofolionya di 2050.

Salah satu tantangan utama adalah perluasan praktik keuangan berkelanjutan di luar proyek-proyek besar dan berdampak langsung, seperti energi terbarukan. Meningkatkan inklusi keuangan berkelanjutan adalah salah satu tantangan yang masih dihadapi, terutama di daerah-daerah pedesaan.

Kepedulian Terhadap Perubahan Iklim Mendasari Pembiayaan Berkelanjutan

Perubahan iklim adalah faktor utama yang mendasari inisiatif keuangan berkelanjutan dan transisi nir-emisi. Dalam laporan World Bank "Turn Down the Heat: Confronting the New Climate Normal," dinyatakan bahwa perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan suhu rata-rata global, yang berdampak pada pola cuaca yang ekstrem, kenaikan tingkat laut, dan berbagai ancaman bagi masyarakat dan lingkungan.

Dengan demikian, semua pihak harus bekerja sama untuk minimalisir kenaikan suhu global pada tahun 2040 nanti hingga maksimal di bawah 1,5% atau lebih rendah lagi. Jika kerja sama ini gagal kita semua terancam merasakan dampak emisi gas rumah kaca yang lebih besar, yang berarti kekeringan yang lebih parah, kenaikan permukaan air laut, dan meningkatnya risiko terhadap ketahanan pangan dan air, hingga mata pencaharian.

Tanpa tindakan bersama, planet ini akan terus memanas dan peristiwa cuaca ekstrem yang saat ini “kadang-kadang” terjadi dapat menjadi iklim normal yang baru.

Pemahaman perubahan iklim dalam pembiayaan berkelanjutan mendorong terciptanya urgensi dalam berinvestasi dalam proyek-proyek yang dapat mengurangi dampak negatif perubahan iklim dan mempersiapkan Indonesia untuk menghadapi tantangan masa depan terkait perubahan iklim.

Kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting dalam mencapai tujuan pembiayaan berkelanjutan dan transisi nir-emisi, dengan tanggung jawab masing-masing yang proporsional. Inovasi juga menjadi kunci dalam memecahkan masalah-masalah yang kompleks dalam pembiayaan berkelanjutan.

Andhyta Firselly Utami menyoroti pentingnya kolaborasi, "Pembiayaan berkelanjutan membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau perusahaan, tetapi tanggung jawab bersama kita. Dalam konsep keuangan atau pembiayaan berkelanjutan, konsep kolaborasi ini terus didengungkan oleh semua pihak."

Pendanaan Adalah Tantangan Terbesar Transmisi Menuju Nol Karbon

Menurut Andhyta, salah satu tantangan terbesar dalam transisi menuju nol karbon adalah pendanaan. Biaya yang diperlukan untuk melakukan proses transisi tersebut sangat besar, dan selama ini masih dianggap terpisah atau eksternalitas dari proses produksi dan konsumsi.

Sebagai contoh ilustrasi, untuk di negara berkembang Asia, ADB memperkirakan investasi tahunan sebesar USD1,7 triliun dibutuhkan untuk infrastruktur transmisi tersebut hingga tahun 2030. Pengeluaran ini harus dibiayai sedemikian rupa sehingga pendanaan dari hal-hal lain seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan tidak akan teralihkan dan masyarakat tidak merasakan dampaknya.

Inilah alasan mengapa sektor jasa keuangan memainkan peran penting dan bank-bank dapat mendukung transisi ini dengan pembiayaan.

Untuk pasar seperti di Asia, di mana lebih dari 50% energinya menggunakan bahan baku batu bara, penting untuk memastikan bahwa transisi tersebut adil dan inklusif, dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial dari transisi yang akan disesuaikan dengan realitas lokal dan kebutuhan pembangunan.

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam pembiayaan berkelanjutan di Asia Tenggara. Dengan komitmen bersama, kita dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang seimbang dengan keberlanjutan sosial dan lingkungan.

"Pembiayaan berkelanjutan adalah tentang memberdayakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka," tambahnya.

Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang pembiayaan berkelanjutan dan peran perbankan, bersama dengan kerja sama yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menjaga lingkungan, dan mempromosikan kesejahteraan sosial.

Dengan komitmen terhadap transisi nir-emisi, Indonesia bisa menjadi contoh positif dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.

Implementasi Pembiayaan Berkelanjutan yang Berorientasi pada ESG

Salah satu contoh dari implementasi pembiayaan berkelanjutan yang berorientasi pada lingkungan, sosial dan tata kelola adalah saat HSBC Indonesia mengumumkan penyaluran pinjangan berjangka hijau sebesar USD20 juta kepada PT Indo-Rama Synthetics, Tbk., sebuah perusahaan publik di Indonesia, produsen benang pintal dan polyester terintegrasi yang merupakan anak perusahaan dari Indorama Corporation Pte. Ltd., Singapore (“Indorama”).

Pinjaman berjangka hijau akan digunakan untuk mendukung upaya Indo-Rama mengurangi konsumsi energi melalui instalasi mesin-mesin baru dengan teknologi dan penggunaan energi yang lebih efisien pada perluasan pabrik benang pintal, serta meningkatkan pencapaian ESG dari Indorama Group secara keseluruhan.

Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi energi sekitar 20% yang diperoleh dari penggunaan mesin-mesin dan teknologi yang lebih hemat energi.

Dengan demikian, hal ini sejalan dengan rencana peningkatan ESG Indorama secara luas yang meliputi peta jalan dekarbonisasi, inisiaitif sumber daya terbarukan seperti contohnya instalasi panel tenaga suraya, serta menggiatkan penggunaan bahan-bahan yang dapat didaur ulang.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1587 seconds (0.1#10.140)