Petani Kecil Butuh Dukungan Konkret untuk Pembenahan Tata Kelola Sawit

Rabu, 22 November 2023 - 13:31 WIB
loading...
Petani Kecil Butuh Dukungan Konkret untuk Pembenahan Tata Kelola Sawit
Workshop bertajuk Meningkatkan Posisi Tawar Petani Sawit dan Kepatuhan Perusahaan dalam EUDR, ISPO dan RSPO digelar yang didukung BPDP-KS di Jakarta, Rabu (22/11/2023 ). Foto/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) resmi mulai berlaku 29 Juni 2023. Peraturan ini mewajibkan perusahaan melalui penerapan uji tuntas terhadap komoditas atau produk yang diimpor atau diekspor di pasar Uni Eropa (EU).

Sistem uji tuntas bertujuan memastikan produk tersebut bebas deforestasi . Sebagai negara produsen utama komoditas kelapa sawit , pelaku usaha di Indonesia termasuk petani kecil wajib memenuhi persyaratan EUDR.

Pemberlakuan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa petani kecil sulit memenuhi persyaratan EUDR sehingga akan menyingkirkan mereka dalam rantai pasok CPO ke pasar EU. Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin mengatakan, kesiapan petani kecil untuk memenuhi persyaratan EUDR seharusnya tidak perlu dikhawatirkan.

Alasannya produk regulasi dan kebijakan pemerintah saat ini relevan dengan apa yang dipersyaratkan EUDR dalam mendorong pembenahan tata kelola sawit rakyat di Indonesia. Pemerintah Indonesia saat ini mendorong perbaikan tata kelola sawit melalui pendataan dan pemetaan kebun sawit rakyat, penerbitan legalitas usaha dan tanah, implementasi rencana aksi kelapa sawit berkelanjutan, serta mandatori penerapan ISPO.

”Jika dukungan ini dijalankan, tentu akan memudahkan petani kecil dalam memenuhi persyaratan EUDR, apalagi praktik baik yang telah dilakukan petani kecil sudah banyak ditemui,” katanya dalam Workshop bertajuk Meningkatkan Posisi Tawar Petani Sawit dan Kepatuhan Perusahaan dalam EUDR, ISPO dan RSPO di Jakarta, Rabu (22/11/2023).

Sabarudin mengatakan banyak pihak khawatir dan mengatakan bahwa petani kecil bisa dikeluarkan dari rantai pasok karena sulit untuk memenuhi persyaratan EUDR. Padahal jelas pernyataan Komisi Eropa bahwa biaya yang terkait dengan kepatuhan perusahaan terhadap EUDR kemungkinan akan mencapai antara USD170 juta dan USD2,5 miliar per tahun.

Biaya-biaya tersebut harus diserap dalam bentuk pengurangan keuntungan oleh para operator di sepanjang rantai nilai dan/atau pada akhirnya diteruskan ke konsumen akhir di negara-negara anggota Uni Eropa.
Sedangkan di Artikel 11 EUDR, sudah jelas ditulis bahwa berinvestasi dan membangun kapasitas Petani kecil adalah salah satu cara untuk mitigasi risiko.

“Jadi sangat jelas disebutkan bahwa para operator rantai nilai/pasok harus menanggung biaya kepatuhan EUDR. Karena itu kekhawatiran banyak pihak terhadap petani kecil mestinya tidak terjadi jika perusahaan patuh terhadap ketentuan EUDR untuk mendukung petani kecil,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo menambahkan, dukungan nyata Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa menjadi hal yang dibutuhkan petani sawit saat ini. Tantangan yang dihadapi petani sawit seperti persoalan legalitas lahan, minimnya realisasi kemitraan, peningkatan kapasitas dan lain sebagainya seharunya bukan menjadi penghalang.

”Petani justru harus difasilitasi dan didukung untuk menyelesaikan persoalan ini. Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa harus melakukan upaya kolaboratif untuk mendukung petani sawit dengan program dan agenda nyata bukan sebatas komitmen,” ujarnya.

Di sisi lain RSPO dengan sistem sertifikasi berkelanjutannya juga dapat berkontribusi bagi upaya petani sawit dalam melaksanakan mekanisme di EUDR. Saat ini telah banyak contoh petani yang mampu mendapatkan sertifikasi RSPO.

Harapannya bagaimana ketika petani telah mampu melaksanakan RSPO maka yang dilakukan tersebut akan sejalan dengan mekanisme yang ada di EUDR. Selain itu RSPO juga harus memantau dan memastikan implementasi realisasi kemitraan perusahaan dengan petani terhadap perusahaan-perusahaan anggota RSPO. Hal ini untuk menjamin petani mendapatkan haknya.

”Semua ini menjadi pekerjaan rumah (PR) kita bersama, jangan sampai EUDR membuat posisi petani semakin sulit. Karena sesungguhnya petani sawit mampu dan harus terus selalu di dukung,” tambahnya.

Program Manager Natural Resource & Economic Governance, Transparency International Indonesia Ferdian Yazid menambahkan, kepatuhan perusahaan dalam tata kelola kelapa sawit yang lebih transparan adalah kunci untuk memastikan keberlanjutan industri ini. Penerapan EUDR memberikan peluang bagi perusahaan untuk berkomitmen pada praktik bisnis yang bertanggung jawab dan lingkungan.

Penting bagi perusahaan untuk memahami bahwa transparansi bukan hanya kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga merupakan elemen kunci dalam membangun kepercayaan konsumen dan menjaga reputasi merek. "Peran RSPO sebagai persatuan organisasi industri kelapa sawit juga sangat penting dalam proses ini,” ujarnya.

Sertifikasi RSPO tidak hanya mencerminkan kualitas produk kelapa sawit, tetapi juga menunjukkan komitmen perusahaan terhadap praktik berkelanjutan. RSPO harus terus meningkatkan pengawasan dan penegakan standar, memastikan bahwa perusahaan yang terlibat dalam rantai pasok kelapa sawit mematuhi prinsip-prinsip keberlanjutan dan memberikan dukungan nyata kepada petani kecil.

"Dengan kolaborasi antara pemerintah, Uni Eropa, dan lembaga seperti RSPO, kita dapat menciptakan ekosistem yang mendukung petani kecil dan mendorong industri kelapa sawit menuju keberlanjutan. Ini bukan hanya tanggung jawab perusahaan, tetapi juga merupakan investasi dalam masa depan industri kelapa sawit yang sehat dan bertanggung jawab," tandasnya.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2330 seconds (0.1#10.140)