Bukti Holding BUMN Berdampak Negatif Dibeberkan DPR

Sabtu, 09 Desember 2017 - 06:06 WIB
Bukti Holding BUMN Berdampak Negatif Dibeberkan DPR
Bukti Holding BUMN Berdampak Negatif Dibeberkan DPR
A A A
JAKARTA - Rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membentuk holdingisasi terus mendapatkan penolakan dari Komisi VI DPR RI. Bukan tanpa alasan, Menteri BUMN Rini Soemarno dianggap telah 'mengebiri' kewenangan DPR melalui PP 72 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa pembentukan holding tidak butuh persetujuan lembaga legislatif.

Anggota Komisi VI DPR, Bambang Haryo menyuguhkan bukti-bukti bahwa beberapa perusahaan yang dihodingkan sebelumnya, malah menghasilkan kinerja dan peporma yang semakin memburuk. "Kami mempertanyakan, apa sebenarnya manfaat pemerintah membentuk holding BUMN? Karena BUMN yang ada saat ini sudah di holding bukannya membaik kinerjanya, tapi malah terpuruk," ungkap Bambang di Jakarta, Jumat (8/12).

Sambung dia mencontohkan, kasus holding perkebunan, sebelum PT Perkebunan Nusantara (PTPN) digabung dalam holding, mereka masih meraup untung Rp350 miliar. Tapi setelah diholding, bukannya untung malah mengalami kerugian. "2016 lalu Holding Perkebunan rugi Rp2 trilun, padahal sebelum di holding untung Rp250 miliar. Tak hanya rugi, utang holding perkebunan juga meningkat menjadi Rp60,2 triliun pada 2016," terangnya

Lalu secara operasi, menurutnya holding perkebunan juga merosot. Salah satu indikatornya adalah produksi gula nasional yang sebelum holding mencapai 2,5 juta ton dengan impor gula sebanyak 2,2 juta ton. "Saat ini produksi gula bukannya meningkat malah menurun, 2016 produksi gula nasional kita hanya 2,2 juta ton dengan impor meningkat jadi 3 juta ton," papar dia.

Lebih ironis lagi, Ia menambahkan beberapa bulan lalu sebanyak 18 pabrik gula nasional milik BUMN di tutup oleh pihak kepolisian dan Kementerian Perdagangan karena tidak sesuai standar nasional Indonesia (SNI). "Ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah, karena produksi gula dari pabrik gula milik BUMN tersebut tidak sesuai standar nasional (SNI)," ucap Bambang.

Tidak hanya itu, pada holding Semen juga mengalami nasip yang sama, terlihat pada tahun 2012 penguasaan pasar domestik atau market share BUMN semen mencapai 48%, namun setelah holding malah menukik drastis. "Setelah holding market share untuk 2016 tinggal 21%. Ini bukti bahwa kebijakan holding itu belum tentu baik, market domestik aja turun bagaimana mau menang di pasar regional maupun internasional?," tutur dia.

Sehingga dengan demikian dia memita kepada Presiden Joko-Widodo (Jokowi) agar memerintahkan Menteri Rini Soemarno meninjau ulang holding BUMN baik yang sudah terbentuk maupun yang akan dibentuk. "Apasih maunya holding kalau begini? Kita mengingatkan Presiden Joko Widodo, jangan sampai salah memutuskan pembentukan holding BUMN ini," pungkas dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3740 seconds (0.1#10.140)