Wall Street Dibuka Tergelincir Jelang Rilis Data Tenaga Kerja AS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wall Street dibuka melemah pada perdagangan, Selasa (5/12). Kondisi market yang overbought setelah reli beberapa hari terakhir mendorong aksi jual, di tengah penantian investor terhadap sejumlah data ketenagakerjaan akhir pekan ini.
Dow Jones Industrial Average (.DJI) turun 0,27% menjadi 36.107,52. S&P 500 (.SPX) anjlok 0,32% di 4.555.02, demikian juga Nasdaq Composite (.IXIC) melandai 0,40%, menjadi 14.128.85.
Setelah kenaikan yang cukup kuat sepanjang November 2023, yang membuat S&P 500 mencapai level tertinggi tahun ini, membawa tekanan jual. Ini juga dipengaruhi adanya rebound dari imbal hasil atau yield Treasury AS.
Sebagian besar pelaku pasar memperkirakan suku bunga bank sentral atau Federal Reserve ( The Fed ) telah mencapai puncaknya. Pasar juga berekspektasi The Fed bakal mengakhiri pengetatan moneternya segera menyusul penurunan inflasi.
Indikator FedWatch dari CME Group memperkirakan sebesar 61% The Fed akan mulai memangkas bunga acuan 25 basis poin pada Maret 2024, sedangkan 87% percaya itu terjadi pada Mei 2024.
“Pasar total memperkirakan pemotongan suku bunga The Fed sebesar 125bp (basis poin) pada tahun depan," kata Ipek Ozkardeskaya, analis pasar Swissquote Bank, dalam sebuah catatan, dilansir Reuters, Selasa (5/12).
Ipek menilai ada optimisme yang berlebihan di kalangan pelaku pasar dalam memperkirakan penurunan suku bunga lebih awal, sehingga membuat saham-saham big caps berada di area overbought. Kondisi jenuh beli ini melahirkan aksi profit taking.
Departemen Tenaga Kerja AS bakal mengeluarkan survei lapangan pekerjaan baru. Konsensus pasar memperkirakan angka kesempatan kerja melandai di angka 9,300 juta pada bulan Oktober dari 9,553 juta pada bulan September, menandakan melambatnya permintaan tenaga kerja.
Pada hari Jumat, laporan non-farm payrolls (NFP) yang lebih komprehensif untuk bulan November akan memberikan kejelasan mengenai kondisi pasar tenaga kerja. Data ini biasanya dapat mendorong volatilitas.
Dow Jones Industrial Average (.DJI) turun 0,27% menjadi 36.107,52. S&P 500 (.SPX) anjlok 0,32% di 4.555.02, demikian juga Nasdaq Composite (.IXIC) melandai 0,40%, menjadi 14.128.85.
Setelah kenaikan yang cukup kuat sepanjang November 2023, yang membuat S&P 500 mencapai level tertinggi tahun ini, membawa tekanan jual. Ini juga dipengaruhi adanya rebound dari imbal hasil atau yield Treasury AS.
Sebagian besar pelaku pasar memperkirakan suku bunga bank sentral atau Federal Reserve ( The Fed ) telah mencapai puncaknya. Pasar juga berekspektasi The Fed bakal mengakhiri pengetatan moneternya segera menyusul penurunan inflasi.
Indikator FedWatch dari CME Group memperkirakan sebesar 61% The Fed akan mulai memangkas bunga acuan 25 basis poin pada Maret 2024, sedangkan 87% percaya itu terjadi pada Mei 2024.
“Pasar total memperkirakan pemotongan suku bunga The Fed sebesar 125bp (basis poin) pada tahun depan," kata Ipek Ozkardeskaya, analis pasar Swissquote Bank, dalam sebuah catatan, dilansir Reuters, Selasa (5/12).
Ipek menilai ada optimisme yang berlebihan di kalangan pelaku pasar dalam memperkirakan penurunan suku bunga lebih awal, sehingga membuat saham-saham big caps berada di area overbought. Kondisi jenuh beli ini melahirkan aksi profit taking.
Departemen Tenaga Kerja AS bakal mengeluarkan survei lapangan pekerjaan baru. Konsensus pasar memperkirakan angka kesempatan kerja melandai di angka 9,300 juta pada bulan Oktober dari 9,553 juta pada bulan September, menandakan melambatnya permintaan tenaga kerja.
Pada hari Jumat, laporan non-farm payrolls (NFP) yang lebih komprehensif untuk bulan November akan memberikan kejelasan mengenai kondisi pasar tenaga kerja. Data ini biasanya dapat mendorong volatilitas.
(akr)