Lahan Jadi Subur, Ekonomi Keluarga pun Makmur

Senin, 19 Februari 2018 - 10:32 WIB
Lahan Jadi Subur, Ekonomi Keluarga pun Makmur
Lahan Jadi Subur, Ekonomi Keluarga pun Makmur
A A A
MUJILAH begitu bersemangat memanen kacang panjang di kebun pada siang itu. Ditemani anak laki-lakinya yang masih kecil, perempuan paruh baya tersebut seolah tak menghiraukan terik matahari membakar kulitnya pada Rabu (14/2/2018).

Panas matahari di daerah dekat garis khatulistiwa ini memang sangat menyengat. Bahkan kaus panjang dan topi yang membungkus kulitnya serasa tak banyak berarti. Mujilah tak sendiri. Tak jauh dari dia berdiri, ada Nimia,33, yang sedang memanen sawi dan bayam. Sayuran yang tampak subur dan segar itu membuat Nimia berseri-seri mencabutnya. "Ini nanti langsung dibeli tukang bakso dan mi ayam, pasokannya selalu berkurang," ujar Nimia yang juga bendahara Kelompok Tani Sinar Harapan Desa Lembah Hijau 2, Nanga Tayap, Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).

Sayuran produksi kelompok tani ini memang menjadi incaran. Selain pasokan masih terbatas, sayuran yang dipanen Nimia dan Mujilah adalah hasil pertanian organik (green farming) yang sedikit pun tak tercampur pupuk berbahan kimia. Ini membuat sayuran lebih segar dan menyehatkan.

Tidak hanya sawi dan bayam, warga Lembah Hijau 2 juga sudah mahir menanam cabai, terong, kemangi, kenikir, tomat, dan kacang tanah. Kelompok Tani Sinar Harapan di bawah binaan PT Agrolestari Mandiri ini juga sudah memadukan pertanian organik dengan budidaya sayur, hortikultura, ternak, dan perikanan.

Kebahagiaan tak hanya dirasakan belasan warga anggota Sinar Harapan. Sebab kini ada ratusan ibu di Kecamatan Nanga Tayap yang akhirnya terampil bertani plus dengan pola organik. Bahkan, teknik bertanam di atas lahan gambut pun kini sudah mereka kuasai. Kemampuan baru ibu-ibu ini jauh dibandingkan tiga tahun silam atau sebelum musibah kebakaran hutan, kebun, dan lahan (karhutbunla) hebat pada 2014-2015 yang asapnya mengganggu penerbangan hingga negara tetangga.

Lembah Hijau 2 yang wilayahnya berdempetan dengan perkebunan kelapa sawit milik Sinar Mas Agribusiness and Food adalah salah satu dari delapan desa di Nanga Tayap menjadi binaan dan rintisan program kemitraan untuk pencegahan kebakaran. Program bertajuk Desa Makmur Peduli Api (DPMA) yang dimulai sejak 2016 ini terbukti efektif mencegah kebakaran.

Lebih dari itu, masyarakat juga antusias karena selain mendapat penyadaran pentingnya membuka lahan tanpa membakar, mereka juga mendapat ilmu baru bertani. Dari pola baru pertanian ekologis terpadu (PET) ini, warga akhirnya bisa menanam sayuran dengan nilai ekonomis yang tinggi.

Dengan memiliki kebun sendiri, rata-rata tiap rumah tangga bisa menghemat belanja Rp300.000/bulan. Tak hanya itu, dari penjualan sayuran mereka mendapat tambahan penghasilan Rp500.000/bulan. Sebagian pendapatan dimasukkan ke kas kelompok tani untuk kegiatan sosial seperti memberi uang duka ke anggota. "Pokoknya hasilnya bisa dua kali lipat dengan metode organik ini," kata Ketua Kelompok Tani Sinar Harapan Yatimin,64.

Lewat pola bertani ramah lingkungan ini, petani diajarkan menyudahi budaya membuka lahan dengan harus membakar. Caranya, pohon-pohon atau ranting lahan dari pembukaan lahan diolah lebih dahulu untuk dijadikan kompos. Guna membantu petani mengolah kompos, PT Agrolestari Mandiri juga membantu penyediaan peralatan. Kompos yang dihasilkan kemudian dijadikan pupuk tanaman sayur atau padi.

Petani juga memanfaatkan kencing sapi dan kambing yang diternak untuk campuran kompos. "Pola bertani ini memang lebih capek, tapi akhirnya senang karena hasilnya lebih maksimal," kata Ketua Kelompok Tani Mina Bedulur Ahmadi,50, bangga.

Selain Lembah Hijau 2, tujuh desa lainnya yang menjadi binaan dalam program DMPA adalah Tajok Kayong, Nanga Tayap, Lembah Hijau 1, Siantau Raya, Sungai Kelik, Simpang Tiga Sembelangaan, dan Tanjung Medan. Pekan lalu, delapan desa ini mendapat penghargaan dari Sinar Mas Agribusiness and Food karena berhasil menekan angka kebakaran drastis pada dua tahun terakhir.

Tekan Kebakaran
Berkat program DMPA di wilayah Kabupaten Ketapang, titik panas (hotspot) bisa dikurangi hingga sekitar 700%. Pada 2015 atau saat wilayah ini dilanda kebakaran hebat, titik panas mencapai 213 lokasi. Setelah PT Agrolestari Mandiri membuat satgas penanggulangan pada 2016 serta mengajak masyarakat setempat turut beserta aktif melakukan pencegahan, titik panas bisa berkurang hingga menjadi 23 lokasi. Bahkan, pada 2017 titik panas bisa ditekan separuh lagi hingga menjadi hanya di 12 lokasi.

Penurunan drastis juga terjadi pada jumlah titik api (firespot). Tiga tahun silam titik api mencapai 158 lokasi. Setelah Sinar Mas Agribusiness menggerakkan pencegahan lewat DMPA, titik api hanya tujuh lokasi. Kunci keberhasilan program ini adalah penyadaran aktif kepada masyarakat sekitar perkebunan diikuti pemberdayaan ekonomi warga. "Keberhasilan ini akan kami kembangkan di wilayah perkebunan lain," ujar Vice President Agronomy Sinar Mas Agribusiness and Food Wilayah Kalbar Junaidi Piliang.

Selain memberikan 'kail' kepada petani lewat program PET, Sinar Mas juga mengampanyekan bahaya kebakaran sejak dini lewat siswa-siswa SD. Junaidi mengakui upaya mengubah budaya masyarakat lokal ini tak semudah membalik tangan. Namun, dia optimistis, kebakaran bisa ditekan bahkan hingga zero burning. Dengan kolaborasi positif antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat, harapan Kalbar bebas asap bukan lagi sekadar impian.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3439 seconds (0.1#10.140)