BI Berharap Kurs Rupiah Rebound Pasca Rapat FOMC

Kamis, 15 Maret 2018 - 00:28 WIB
BI Berharap Kurs Rupiah Rebound Pasca Rapat FOMC
BI Berharap Kurs Rupiah Rebound Pasca Rapat FOMC
A A A
JAKARTA - Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve alias The Fed akan mengadakan rapat The Federal Open Market Committe (FOMC) pada 21 Maret mendatang. Pertemuan ini selalu ditunggu-tunggu oleh pelaku pasar. Lazimnya, kata Bank Indonesia, usai pertemuan, pasar akan sedikit wait and see serta volatilitas masih akan terjadi.

Bank Indonesia lantas berharap nilai tukar rupiah bisa rebound atau kembali ke level yang lebih kuat dari sekarang, usai pertemuan FOMC.

"Kami melihat tampaknya sebagian dari pasar keuangan itu 'memprice in' ekspektasi apa yang diputuskan The Fed pada 21 maret. Refleksi perkembangan nilai tukar dua hari terakhir mudah-mudahan mengonfirmasi ekspektasi ini, bahwa keputusan The Fed sudah di price in oleh pasar keuangan global," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Doddy Zulverdi di Jakarta, Rabu (14/3/2018).

Doddy melanjutkan, pelemahan rupiah yang terjadi beberapa hari lalu disebabkan oleh koreksi pelemahan pasar global bukan karena kondisi fundamental domestik.

Namun, sambung dia, dalam dua hari terakhir rupiah stabil dan cenderung menguat. Hal tersebut menurutnya juga dikarenakan dukungan faktor ekonomi global yang cukup kuat.

Menurut Doddy, BI juga telah menyiapkan munisi cadangan devisa lagi untuk intervensi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Hingga akhir Februari 2018, cadangan devisa tercatat sebesar USD128,06 miliar, atau lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Januari 2018 yang sebesar USD131,98 miliar.

Penurunan cadangan devisa pada Februari 2018 tersebut, terutama dipengaruhi oleh penggunaan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah. Meski demikian, posisi cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai 8,1 bulan impor atau 7,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

"BI siap dengan munisinya supaya rupiah tidak jauh dari fundamental. Itu faktor yang membuat tekanan mereda. Dengan berbagai faktor tadi, baik yang bersumber dari perubahan pasar keuangan global, kami melihat bahwa pergerakan rupiah yang dua hari terakhir positif mudah-mudahan bisa terus dipertahankan," jelasnya.

Selain itu, BI juga berupaya untuk tidak ketergantungan terhadap dolar AS, yakni melakukan kerja sama bilateral dengan menggunakan mata uang masing-masing negara.

"Desember tahun 2016, kita jalin kerja sama dengan Malaysia dan Thailand untuk menggunakan mata uang negara, baik itu rupiah, bath, atau ringgit. Yang jelas ini langkah sangat baik, karena perdagangan dengan dua negara itu cukup besar. Seharusnya kebutuhan dolar di tiga negara ini bisa dikurangi kalau bisa dorong penggunaan mata uang lokal," bebernya.

Hal tersebut juga sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.19/11/PBI/2017 tentang peraturan penyelesaian transaksi perdagangan bilateral menggunakan mata uang lokal (local currency settlement).

Pengaturan Local Currency Settlement (LCS) bertujuan untuk mendukung kestabilan nilai tukar Rupiah, dengan cara mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan USD dalam penyelesaian transaksi perdagangan bilateral antara Indonesia dengan negara mitra.

Pasalnya, dominasi USD dalam pasar keuangan domestik masih sangat tinggi, tercermin dari penggunaan mata uang dalam transaksi perdagangan bilateral Indonesia dengan berbagai negara masih didominasi oleh USD.

Tingginya ketergantungan terhadap USD tersebut berpotensi berdampak pada peningkatkan kerentanan perekonomian Indonesia terhadap shock yang bersumber dari global yang pada akhirnya berpotensi memberikan dampak negatif bagi stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi.

Ke depan, Bank Indonesia akan tetap berada di pasar secara terukur untuk mengawal terciptanya stabilitas rupiah sehingga kepastian dan keyakinan masyarakat terhadap perekonomian nasional tetap terjaga dengan baik.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4189 seconds (0.1#10.140)