Petani Keluhkan Kualitas Benih Bawang Putih Impor

Selasa, 15 Mei 2018 - 13:52 WIB
Petani Keluhkan Kualitas Benih Bawang Putih Impor
Petani Keluhkan Kualitas Benih Bawang Putih Impor
A A A
JAKARTA - Kelompok Tani di Sembalun, Jabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat mengeluhkan kualitas benih bawang putih impor yang ditawarkan kepada masyarakat jauh di bawah kualitas benih bawang putih lokal. Hal itu berdampak signifikan pada hasil produksi petani.

Hal ini termasuk penyelewengan dalam realisasi Permentan Nomor 38/2017 tentang rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) yang mewajibkan importir (pelaku usaha) bawang putih menanam 5% dari kuota impor yang disyaratkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Pembagian jatah benih oleh PT Pertani dinilai tidak sesuai dengan data kebutuhan petani serta kualitas benih yang dianggap berada di bawah standar menjadi persoalan yang dihadapi petani bawang putih di Sembalun.

Ketua Kelompok Tani Montong Mentagi, Ahmadi mengungkap terdapat 11 importir bersama sebuah perusahaan milik negara yang berperan sebagai penangkar benih yakni PT Pertani, turut andil dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah tersebut.

"Beberapa importir pernah datang menawarkan ke saya, mereka mengeluh karena kesulitan mendapatkan benih lokal, salah satunya yang ketemu dengan saya itu dari PT Jakarta Sereal, mereka sempat tawarkan kerja sama, tawarkan benih impor, tapi kita tolak, karena produksinya jauh dari standarisasi benih lokal," ucap Ahmadi.

Lebih jauh Ia menjelaskan bahwa pada pertengahan Desember 2017, PT Pertani yang berperan sebagai penangkar benih, menyalurkan 350 Ton benih bawang putih lokal kepada para petani yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Menurut data yang dihimpun dari Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur, 350 Ton kemudian dibagikan kepada 181 kelompok tani yang tersebar di 18 desa yang ada di Kabupaten Lombok Timur.

Dengan luasan yang berbeda-beda, setiap kelompok tani mendapatkan kuota benih lokal bersama dengan paket pendukung hasil produksinya, mulai dari mulsa, pupuk NPK plus, pupuk Hayati Ecofert, pupuk Majemuk, dan pupuk organik.

Namun dalam realisasinya, benih lokal yang dibagikan oleh PT Pertani tidak sesuai dengan data. Indikasi pemotongan jatah kelompok tani muncul. Bahkan, ada beberapa kelompok tani yang namanya tercantum dalam data, namun justru tidak mendapatkan jatah.

"Seperti salah satu rekan kami dari Desa Sembalun Bumbung, atas nama Kelompok Tani Sembalun Bumbung Hijau, dengan ketuanya Amaq Gofar, luas lahannya 2 hektare, jatah benih lokalnya 1.400 kilogram. Sebiji pun dia tidak dapat, dikemanakan benihnya," ujar Sinawarni, Ketua Kelompok Orong Sorga.

Tak mau diam dengan kejanggalan-kejanggalan tersebut, Ahmadi, Sinawarni, bersama ketua kelompok tani lainnya mulai menelusurinya di lapangan. Kejanggalan itu dilihat dari kegiatan 11 importir di Sembalun, yang sebelumnya mengeluhkan keterbatasan benih lokal, namun setelah adanya pembagian benih lokal dari PT Pertani kepada kelompok tani, mereka berlomba-lomba melakukan penanaman di Sembalun.

"Setelah stok untuk kita terbagi, kita melihat di lapangan 11 importir itu sudah menanam, ada yang menanam di atas lahan 5 hektare, 10 hektare, setelah kita amati, benih yang mereka tanam ini rata-rata benih lokal, mereka dapat dari mana," katanya.

Masyarakat petani mengindikasikan, benih bawang putih lokal yang ditanam oleh importir berasal dari jatah petani yang dipotong PT Petani. Persoalan itu pun sempat dia klarifikasi dengan oknum perpanjangan PT Pertani yang ada di Sembalun, dari keterangan mereka Ahmadi mendapat jawaban bahwa persoalannya ada di tender yang melebihi kapasitas.

"Katanya kelebihan tender, benih yang ada sebelumnya tidak mampu dibayar oleh dana APBN-P 2017. Padahal awalnya uang lebih banyak kembali ke negara, stok terbatas, kok sekarang ada benih tidak kurang dari 50 Ton, tidak mampu tercover oleh tender, ini kan jadi tidak masuk akal," ucapnya.

Cek Lapangan

Merespons keluhan para petani di Sembalun, Dirjen Hortikultura Kementan, Suwandi mengungkapkan, selama ini belum ada laporan permasalahan. Namun, pihaknya siap untuk segera mengirim tim langsung ke lapangan guna mengecek ada tidaknya pembelian kuota oleh importir dari petani tersebut. “Yang kayak gini-gini perlu dicek memang. Bagus. Akan kami kunjungi ini,” ujarnya ketika dihubungi.

Seharusnya hal tersebut kata Suwandi tidak terjadi. Pasalnya, dari sejak awal pengajuan RIPH, pengawalan terhadap perusahan importir yang wajib tanam bawang putih sudah ketat diberlakukan. Hingga saat realisasi tanam, terus ada kontrol dari pihak Pertanian. “Pertanamannya pun kita pantau. Pas waktu mencari lokasi penanaman pun kita kawal. Saya yakin ini hanya kesalahpahaman,” kata Suwandi.

Dugaan tersebut muncul karena pengajuan dari importir baru bisa disetujui jika memenuhi syarat tempat hingga terpampang jelas nama kelompok tani jika ada kerja sama. Yang tidak kalah penting, lahan yang diajukan untuk tanam bawang haruslah merupakan ekstensifikasi karena pada akhirnya, kebijakan ini bertujuan untuk menambah produksi hingga bisa menyukseskan swasembada bawang putih

“Kalau importir wajib tanam 5%, memang tujuannya untuk menambah luas tanam. Untuk menuju swasembada, memang dibutuhkan wajib tanam yang banyak,” ucapnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6577 seconds (0.1#10.140)